Aluna Aurelia Pradipta memimpikan keindahan dalam rumah tangga ketika menikah dengan Hariz Devandra, laki-laki yang amat ia cintai dan mencintainya. Nyatanya keindahan itu hanyalah sebuah asa saat keluarga Hariz campur tangan dengan kehidupan rumah tangganya.
Mampukan Aluna bertahan atau memilih untuk pergi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon echa wartuti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sopir Baru, Elgar
Aluna sedang dalam perjalanan menuju cafe di dekat kantor Farel. Dirinya berangkat lebih awal sebab Rania memintanya. Sampai di cafe Aluna memarkirkan mobilnya beruntung jam makan siang belum tiba atau ia akan kesulitan mencari area parkir. Setelah itu ia masuk ke dalam cafe. Aluna mengedarkan pandangannya mencari Rania, sang sahabat terlihat duduk di tempat yang cukup sepi.
"Hai, Rania," sapa Aluna.
"Hai, Aluna kamu sudah datang," sapa balik Rania.
Kedua perempuan itu saling memeluk dan mencium pipi kanan dan kiri satu sama lain.
"Ayo silahkan duduk," ucap Rania.
Aluna menarik kursi di samping Rania kemudian duduk. "Farel di mana? Dia belum datang?"
"Aku sengaja datang ke sini lebih awal untuk bicara dan memperingati dirimu. Aku yakin jika Farel tahu dia tidak akan setuju," ungkap Rania.
"Bicara denganku lebih dulu?" Aluna mengerutkan keningnya sebab merasa bingung. "Kenapa dan ada apa kamu terlihat cemas. Apa ada masalah serius?" tanya Aluna penasaran.
"Tidak, hanya saja apakah kamu yakin akan mempekerjakan Elgar?" tanya Rania.
"Kalau dia seperti yang dikatakan oleh Farel waktu itu kenapa tidak," jawab Aluna. "Kenapa apa dia tidak baik. Dan aku merasa kamu menyembunyikan sesuatu dari ku, Rania. Katakan ada apa jangan membuat aku cemas."
"Ini bukan masalah dia baik atau tidak. Ya dia baik sangat baik malah, hanya saja dia itu tengil dan terkadang sangat menyebalkan," jelas Rania.
"Lalu kenapa kamu cemas begitu?" Aluna mendesak Rania untuk mengatakan alasan atas kecemasannya.
"Aluna … Elgar itu berbeda. Banyak wanita yang tergila-gila dengan dia. Mungkin banyak pula yang mau membuka kakinya lebar-lebar hanya untuk bersanding dengan dirinya," ucap Rania khawatir. "Kamu jangan sampai tertarik padanya aku khawatir."
"Astaga, Rania … kamu ini ada-ada saja." Aluna tak bisa menahan tawa mendengar penjelasan Rania.
"Aku serius, Aluna," ucap Rania
"Aku punya suami," ucap Aluna.
"Aku tahu, tapi Elgar itu sangat berkarismatik. Daya pikatnya sangat kuat. Dibandingkan dengan Hariz, suamimu itu tidak ada apa-apanya," ungkap Rania lagi.
"Benarkah? Apa kamu pernah menyukai dia pernah?" tanya Aluna yang mulai penasaran dengan sosok Elgar.
"Jujur aku juga dulu sangat mengidolakan dia, berharap bisa bersanding dengan dia, tetapi sayangnya dia itu susah digapai kecuali pakai khayalan," aku Rania. "Dia cerdas, taman tapi aku tidak suka sifatnya yang tengil itu," ungkap Rania lagi.
"Benarkah? Aku jadi penasaran seperti apa dia." Aluna menyangga dagunya dengan tangannya. "Bukankah katamu dia itu pintar? Kenapa dia tidak bekerja di kantor Farel saja?"
"Karena dia akan menjadi bodoh setelah melihat tumpukan berkas," ungkap Rania.
Aluna tertawa terbahak-bahak mendengar cerita Rania.
"Berhenti tertawa, itu dia mereka datang." Rania menunjuk ke arah pintu masuk.
Aluna menoleh melihat ke arah pintu masuk, ia melihat Farel datang bersama seorang laki-laki, mungkin seumuran dengan mereka. Laki-laki itu memakai kaos hitam yang sangat kontras dengan warna kulitnya juga celana jeans bertopi hitam yang menambah kadar ketamanannya.
"Ya Tuhan, Rania. Apa Farel tidak salah? Dia seperti bukan membawa sopir untukku, tetapi membawa selingkuhan untukku." Melihat Elgar secara langsung membuat Aluna percaya dengan cerita Rania, laki-laki benar-benar memiliki daya tarik tersendiri.
"Tutup mulutmu, Aluna. Ingat aku sudah peringati kamu. Jangan sampai kamu dibodohi oleh laki-laki itu," peringat Aluna.
"Melihat dia aku tidak yakin apakah Hariz akan setuju atau tidak," bisik Aluna.
"Sudah aku bilang sebelumnya dari fisik jelas Haris kalah jauh," balas Rania.
Obrolan kedua perempuan itu berhenti, mereka berdiri untuk menyambut kedatangan Farel dan Elgar. Farel langsung memperkenalkan Elgar kepada Aluna. Elgar langsung mengulurkan tangannya untuk memperkenalkan dirinya sendiri.
"Elgar."
"Aluna." Aluna menyambut uluran tangan Elgar. "Oh iya, silahkan duduk."
"Kalian sudah lama?" tanya Farel.
"Itu —" Ucapan Aluna dipotong oleh Rania.
"Belum lama. Kita juga belum pesan apapun," potong Rania.
Pandangan Rania langsung dipertemukan dengan Elgar. Rania meringis sebab pandangan Elgar seolah sedang mengintimidasi dirinya.
"Jadi … dia teman yang kamu ceritakan waktu itu?" tanya Aluna pada Farel.
"Ya, dia orangnya," jawab Farel.
"Kamu tidak salah?" Aluna melihat ke arah Elgar, sedikit memperhatikan penampilan laki-laki itu. Tatapan Aluna terhenti pada pergelangan tangan Elgar, jam tangan mewah dengan harga fantasis melingkar di pergelangan tangan laki-laki itu.
"Aku bisa melakukan apapun," kata Elgar.
"Bukan begitu, maksudku apa dia cocok untuk menjadi sopir? Penampilannya …?" Mata Aluna melihat kembali ke arah pergelangan tangan Elgar.
Sadar ke mana arah pandang Aluna, Farel mulai panik.
"Jam tangan ingin palsu," ucap Elgar membuat Farel menarik napas lega.
"Kamu tenang saja, aku bisa melakukan apapun dan jadi apapun. Sopir, teman, ataupun juga pacar gelapmu," gurau Elgar.
"Astaga." Mulut Rania menganga tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Elgar. Meskipun tahu sifat Elgar seperti apa, tetapi Rania merasa tidak rela Elgar melakukan itu pada Aluna. "Dia akan menjadi bosku. Bersikaplah yang sopan," tegur Rania gemas.
"Tidak apa, Rania. Aku suka dia tidak bersikap formal padaku. Aku tidak akan bosan nanti," bela Aluna.
"Dengar! Dia saja tidak keberatan kenapa kamu yang repot," ejek Elgar.
"Kamu!" Rania menggeram lantas menarik napas untuk meredam rasa kesalnya pada Elgar. Sikap Rania kepada Elgar justru membuat Aluna tertawa. "Lihatlah nanti Aluna, kamu akan cepat tua bila berhadapan dengan dia setiap hari," ketus Rania.
"Aku lebih khawatir apakah Hariz akan setuju untuk ini," ujar Aluna.
"Aku berharap tidak," gerundel Rania yang justru membuat Aluna tidak bisa menahan tawanya.
"Apa yang kamu tertawakan?" tanya Rania pada sang sahabat.
"Sikapmu pada Elgar itu lucu. Aku tidak tahu kenapa kamu begitu membencinya," jawab Aluna sembari menahan tawanya.
"Itu karena aku pernah menolaknya dan dia mungkin merasa cemburu karena aku akan dekat denganmu," ledek Elgar.
"Jangan percaya diri, Elgar. Farel jauh lebih baik dari kamu," tegas Rania.
"Sayang, sudahlah. Apa salahnya jika Elgar bekerja untuk Aluna?" ucap Farel "Selain bekerja, Elgar bisa membantu kita untuk menjaga Aluna," bujuk Farel.
"Rania … aku tahu kamu khawatir padaku. Tapi kamu harus tahu aku tahu batasanku," imbuh Aluna.
"Aluna, aku percaya padamu tapi tidak dengan dia." Rania menunjuk Elgar dengan matanya.
Aluna dan Elgar hanya bisa tertawa, sedangkan Farel menarik napas berat. Dari awal memang sang istri tidak setuju jika Elgar bekerja untuk Aluna.
"Besok datanglah ke rumahku. Akan aku perkenalkan kamu pada suamiku. Tapi aku tidak janji dia akan setuju atau tidak," ucap Aluna.
"Kenapa? Apa aku lebih tampan dari dia hingga dia takut kamu akan terpesona denganku?" gurau Elgar.
Ssbelum Aluna merespon gurauan Elgar, Rania lebih dulu bicara.
"Astaga!" pekik Rania lantas melihat ke arah sang suami. "Farel, suruh temanmu ini untuk untuk mulut!"
Farel tidak bisa bicara ia hanya mampu mengela napas sembari memijit keningnya.
Pasti Elgar pemilik hotel itu, dan dia menyukai Aluna. Syukurlah Luna belum punya anak dengan Hariz. Saya yakin setelah terbongkar kebusukan Hariz, perusahaannya akan hancur.
Thoor jika perceraian Aluna dan Hariz, cepet, atas bantuan Elgar, tak kasih nilai 5 bintang