Wanita tegar dan nampak kuat itu ternyata memiliki luka dan beban yang luar biasa, kehidupan nya yang indah dan bahagia tak lagi ada setelah ia kehilangan Ayah nya akibat kecelakaan 10 tahun lalu dan Ibunya yang mengidap Demensia sekitar 7 tahun lalu. Luci dipaksa harus bertahan hidup seorang diri dari kejinya kehidupan hingga pada suatu hari ia bertemu seorang pria yang usianya hampir seusia Ayahnya. maka kehidupan Luci yang baru segera dimulai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahayu Dewi Astuti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hilang Kontrol (18+)
Sabrina melambaikan tangan dari dalam mobil kearah Luci. Malam ini Sabrina merencanakan untuk memberi tau semua keinginan Luci pada William.
Belum saja Sabrina menjalankan mobilnya, tiba-tiba masuk panggilan telepon dari Simon.
"Hallo..." Sapa Sabrina.
"Hallo, apa kau sudah mengunjungi Mr. William?" Tanya Simon pada kekasihnya itu.
"Aku sedang dalam perjalanan, apa kau akan menemaniku?" Tanya Sabrina.
"Sepertinya tidak, aku masih perlu mengerjakan sesuatu."
Sabrina mengangguk-anggukan kepalanya meskipun Simon tidak melihatnya. Ia paham betul bagaimana bekerja dengan William.
"Baiklah kalau begitu, sampai jumpa dirumah nanti malam, Babe." Sabrina mengakhir panggilan itu tak lupa ia juga menambahkan kecupan untuk Simon.
Sekitar perjalanan 15 menit, kini Sabrina sudah sampai di Resto dan Bar orang-orang kaya. Sabrina masuk dengan percaya diri diantar oleh seorang pelayan untuk menghampiri William yang kini sedang duduk seorang diri didepan bar sembari menikmati alkohol.
"Selamat Sore Mr. William, maaf jika kau harus menunggu lama." Sapa Sabrina.
Hal ini jadi mengingatkan Sabrina saat pertama kali bertemu dengan William, namun dulu ia masih menjadi seorang wanita penghibur.
"Duduklah." William mempersilhakan Sabrina duduk disampingnya.
"Sepertinya ada hal yang ingin kau tanyakan kepadaku? Apa itu begitu penting sampai-sampai Luci tak boleh mengetahuinya."
William meneguk habis sisa alkohol dalam gelasnya, kemudian lagi ia menuangkan minuman itu. Nampaknya William sudah cukup banyak minum sore ini.
"Aku hanya tak mengerti, mengapa gadis itu selalu menghindariku." William nampak frustasi dengan sikap Luci padanya.
"Apa sebelumnya kau membuat kesalahan?" Tanya Sabrina pura-pura tak tau.
"Tentu saja tidak, aku selalu menjaga sikap agar dia tak risih padaku, bahkan aku selalu mengusahakan apapun untuknya."
"Lalu apa kau sudah memberi kejelasan tentang hubungan kalian?" Tanya Sabrina yang langsung membuat reaksi William.
"Maksudmu apa?"
"Maaf aku bukan ingin mengajarimu tentang sesuatu tapi apa kau tidak berfikir bagaimana bingungnya Luci saat berbulan-bulan ia tinggal dengan seorang pria yang sangat romantis, baik, dan seksi sepertimu. Jika aku menjadi Luci mungkin aku akan sangat frustasi." Sabrina begitu ekspresif, ia sudah tak peduli lagi dengan siapa dia berbincang.
"Maksudmu, Luci mengharapkan sebuah hubungan dariku?" William seperti tak bisa berfikir ia hanya sedikit mengingat beberapa pertanyaan Luci pada saat mereka sedang berdua sebelum Luci marah padanya.
"Tentu saja, bahkan saat aku berbicara bagaimana indahnya hubunganku dengan Simon, Luci selalu marah karena ia tak bisa merasakannya denganmu. Tunggu apa lagi, bukannya kau sudah menyukai Luci sejak dia remaja." Sabrina meneguk mirasnya, sembari berusaha menghasut William.
William diam, tujuan awalnya ia hanya ingin gadis itu berada didekatnya saja, namun akhir-akhir ini William memang sulit mengontrol nafsu birahinya ketika sedang dekat dengan Luci.
Sabrina sesekali melirik William yang masih tak bergeming, Sabrina merasa sedikit takut ucapannya ini bisa menjadi dua kemungkinan menguntungkan Luci atau bahkan merugikan Luci.
"Aku hanya tak yakin jika Luci benar-benar mau dengan pria tua yang ia anggap sebagai ayahnya."
"Uhuk..uhuk... Apakah Luci memintamu menjadi ayahnya?" Tanya Sabrina yang terkejut dengan ucapan William.
"Tidak, hanya saja awal-awal dia selalu berkata jika kebaikan dan perhatianku mirip seperti ayahnya. Sehingga aku mengatakan tak masalah jika ia mau memanggilku Daddy."
Mendengar hal itu membuat Sabrina paham, karena sejak dulu Luci lebih dekat dengan Ayahnya dibandingkan Ibunya sehingga setelah kepergian ayahnya ia sangat merasa kehilangan.
"Tapi kini Luci sudah tidak merasakan itu, dia benar-benar menganggap anda sebagai seorang pria." Sabrina tersenyum nakal kepada William.
"Lalu apa yang perlu aku lakukan?" William benar-benar tak bisa berfikir sama sekali.
"Rayu dia, dan berikan dia kenikmatan." Mulut Sabrina mendekat ke arah telinga William, "dia masih suci, belum ada yang menyentuhnya." Bisik Sabrina pelan.
Setelah berbisik, Sabrina meninggalkan William yang nampak kaku dan menegang, ia tak bisa membayangkan jika Luci benar-benar bisa ia nikmati.
setelah menghabiskan 7 gelas miras, tubuh William sedikit sempoyongan, kepalanya agak pusing sehingga sang supir dengan sigap membantu William masuk kedalam mobil untuk pulang
Di rumah Luci hanya sedang berbaring diatas tempat tidur, melihat video tutorial dan membaca resep-resep cake untuk reverensi dirinya namun semua itu tidak fokus, ia kebingungan harus memulai percakapan apa dengan William jika William masih saja tidak peka padanya dan ke dua Luci juga masih terpikirkan dengan pakaian yang Sabrina berikan padanya.
"Apa aku boleh mencobanya?" Luci melihat lihat pakaian itu di dalamnya sudah ada dua stoking tipis, sebuah G-string dan juga baju super mini dan sexi.
Setelah ia pikirkan beberapa saat akhinya Luci mencoba pakaian itu, Sabrina membelikannya ukuran terkecil sehingga terasa cukup sesak dibagian perut, namun saat dilihat dari cermin Luci melihat beta sexi dirinya menggunakan pakaian seperti ini.
KLIK...
"Aaaaaaa..." Luci berteriak kencang sembari menutupi tubunya dengan tangannya saat tiba-tiba saja sesorang membuka pintu kamarnya.
Setelah beberapa saat terkejut Luci menyadari jika itu adalah William. Pria itu nampak berbeda. Ia telihat seperti seekor singa yang lapar, tatapan nya tajam menatap Luci.
"Daddy keluarlah, mengapa kau tak mengetuk pintu dul..." Kini William sudah menutup bibir Luci dengan bibirnya.
Pelukannya erat, Bahkan Luci yang terkejut meronta-ronta minta dilepaskan. Tak ada ampun bagi Luci justru William semakin semangat melumat bibir wanita itu.
Luci kini pasrah, karena Luci mengetahui jika kini William dalam keadaan mabuk. kecupan tiap kecupan William lakukan kepada Luci bahkan kini bagian leher luci sudah banyak tanda merah yang dibuat oleh William.
Luci tak mau menatap wajah William, sebenarnya ini yang Luci mau tapi entah mengapa ia merasa sangat takut diperlakukan seperti ini untuk pertama kalinya oleh seorang pria.
"Apa kau sengaja memancingku dengan berpakaian seperti ini? kau tak tau bagaimana aku menahan hasrat untuk tidak menyentuhmu selama ini."
Saat William akan mencicipi gunung kembar milik Luci, Luci menahannya. air matanya turun karena ketakutan.
"Stop jangan lakukan ini, aku ingin berhenti." Luci memukul dada William berkali-kali karena William sudah terlalu kasar.
Bukannya membuat William iba pada Luci, justru pria itu semakin bersemangat, ia semakin berani menunjukan bahwa dirinya adalah alfa.
William naikan kedua tangan Luci keatas kepalanya sehingga kini dada Luci jauh lebih membusung dan memudahkan William untuk menikmatinya.
air mata Luci kini berubah menjadi suatu rintihan kenikmatan, tubuh Luci berkali-kali bergidik serta suhu tubuh mereka yang meningkat sehingga tubuh mereka berdua sangatlah basah.
"Daddy, stop. jangan menggigitnya itu menyakitkan." Luci kini mulai merasakan rasa sakit karena entah mengapa William sering menggigit leher, lengan, telinga bahkan gunung kembar Luci secara tiba-tiba.
"Aku tidak akan berhenti, karena permainan sesungguhnya baru saja akan dimulai."