Memiliki julukan sebagai anak pembawa sial, tak membuat gadis bernama Chessy larut dalam kesedihannya. Ya, anak pembawa sial adalah julukannya sejak dia di lahirkan, karena kelahirannya yang berbarengan dengan kematian kedua orang tuanya.
Kehidupan yang begitu menderita membuatnya tak lantas putus asa, dia selalu meyakinin bahwa akan ada pelangi setelah hujan, akan ada kebahagiaan setelah penderitaan, dan inilah yang selalu di rindukan Cheesy, Merindukan Pelangi saat hujan.
Dapatkah Cheesy menemukan kebahagiaannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahma Banilla, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Upacara pemakaman
Keesokan harinya...
Semua orang berkumpul dengan berderai air mata saat upacara pemakaman yang dilakukan sebagai bentuk penghormatan atas jasa jasa Gilang selama bertugas.
Untuk sesat semua berdiam diri dengan air mata yang terus luruh di pipi mereka. Tangis dari rekan rekan dan keluarganya mengiringi kepergian Gilang.
Menyaksikan prosesi upacara pemakaman seorang perwira polisi yang gugur dalam bertugas dan juga seorang bhayangkari yang gugur dalam berjuang melahirkan anaknya.
Suasana semakin haru kala bayi mungil yang ada di gendongan Ranti menangis saat Jenazah orang tuanya masuk ke liang lahat.
"Hiksss Hiksss, kamu anak hebat sayang, diawal kehidupanmu Allah sudah memberimu begitu banyak ujian, tumbuhlah jadi gadis yang kuat Nak, buat Ayah dan Ibu mu bangga disana karena menghadirkan kamu di dunia meski tak bisa membersamaimu." Ucap Ranti mengecup kening bayi mungil itu.
Langit terlihat begitu sedih dan terpukul dengan kepergian Gilang dan juga istrinya, terlebih setiap melihat bayi mungil yang baru saja lahir namun sudah harus kehilangan sosok orang tua, Langit sangat merasa bersalah pada bayi mungil itu.
"Maafkan Om Nak." Bisik Langit di telinga bayi mungil itu lalu mengecup keningnya.
"Gita,,, jangan,,, jangan kubur anakku, anakku masih hidup, dia belum meninggal, di masih hidup." Bu Sri histeris saat seseorang mulai mencangkul tanah untuk mengubur jenazah Gita.
Langit dan Ranti menoleh ke arah sumber suara dan ikut merasakan kesedihan orang tua yang di tinggal oleh anak semata wayangnya.
"Sabar Bu, sabar, Biarkan Gita tenang disana Bu. Ikhlaskan Gita." Ucap Pak Bandi memeluk sang istri untuk menenangkannya.
"Gita kenapa kamu pergi ninggalin Ibu Nak. Hiksss Hiksss." Lirih Bu Sri
Meninggalkan kesedihan dari keluarga Gita, disisi lain ada Pak Heru Ayah dari Gilang yang juga menyaksikan pemakaman Gilang dan juga Gita, Ia terus berusaha tetap tegar saat melihat anak dan menantunya di makamkan.
"Nak, kamu begitu cepat menyusul Bunda, lalu Ayah akan dengan siapa Nak, kamu putra Ayah satu satunya." Lirihnya dengan air mata yang mulai luruh.
Bayang bayang percakapan terakhirnya dengan sang putra pun terlintas di pikirannya.
Flashback On
"Gilang, apa tidak sebaiknya kamu berhenti dari pekerjaan kamu Nak, kamu bisa menggantikan Ayah di perusahaan, pekerjaan kamu terlalu beresiko Nak, Ayah takut kamu kenapa kenapa." Ucap Pak Heru saat Gilang datang berkunjung bersama dengan Gita.
"Tidak Yah, menjadi polisi sudah menjadi cita cita Gilang dari kecil, lagipula Gilang tidak mengerti cara mengelola perusahaan, nanti yang ada perusahaan ayah bangkrut gara gara Gilang." Ucap Gilang yang memang lebih menyukai menjadi polisi di banding harus mengurus perusahaan.
"Kamu ini Nak, sulit sekali mengikuti keinginan Ayah, Ayah ini sudah tua Nak, dan hanya kamu satu satunya pewaris Ayah, kalau bukan kamu siapa lagi yang akan menjadi penerus Ayah." Ucap Pak Heru.
"Maaf ya Yah, saat ini Gilang belum siap untuk menjadi pengusaha, mungkin nanti Anak Gilang yang akan menjadi penerus Ayah." Sahut Gilang
"Berarti Ayah harus menunggu dua puluh lima tahun lagi untuk mendapat pengganti Ayah di perusahaan, tapi bagaimana kalau umur Ayah ngga sampai situ Nak." Ucap Pak Heru.
"Ayah ngomong apa sih, Ayah itu akan hidup seratus tahun lagi, sampe ayah punya cucu cicit, buyut, canggah yang buanyakkkkk." Celetuk Gilang.
"Hahahaha, kamu ini Nak, tapi yaudah deh Ayah Amini aja ya, biar ayah panjang umur." Timpal Pak Heru.
"Amiiiiin." Lalu keduanya pun tertawa.
Flashback Off
"Apa Artinya Ayah hidup seratus tahun lagi Nak, kalau kamu tiada." Gumam Pak Heru
Oek Oek Oek
Tangisan bayi mungil yang nyaring itu memekik di telinga Pak Heru, hingga ia tersadar dari lamunannya dan segera menoleh ke arah sumber suara.
Pak Heru mendekati bayi mungil itu dan segera membawanya ke dalam gendongannya.
"Sayang, kamu ikut kakek ya, kita pulang ke rumah kakek." Ucap Pak Heru lalu mencium pipi gembul cucunya.
Pak Bandi sedikit lega karena besannya bersedia mengurus cucunya, karena pak Bandi takut kalau tetap memaksa anak itu tinggal bersamanya, istrinya akan menyakiti anak itu.
Begitu pun dengan Langit dan Ranti yang juga merasa lega karena bayi mungil itu akan ada yang mengurusnya dengan baik. Langit tau betul bahwa Pak Heru merupakan sosok yang penyayang, dia tidak mungkin membiarkan cucunya menderita.
Pemakaman selesai, Pak Heru kini membawa cucu perempuannya pulang ke rumahnya, dia pun berniat mencarikan seorang Baby sitter untuk mengurus cucunya.
"Sayang, maaf kalau kakek tidak bisa terus bersama kamu, karena kakek juga punya tanggung jawab di perusahaan, tapi kamu tenang saja, kakek sedang carikan kamu baby sitter yang akan mengurus kamu. Kakek akan melakukan apapun asal kamu bahagia Nak." Ucap Pak Heru penuh kasih sayang.
"Oh ya kakek lupa belum kasih kamu nama, hmmm kakek kasih kamu nama Cheesy alfathunissa Wardhana yang artinya wanita lembut dan penuh kedamaian milik keluarga Wardhana" Ujar Pak Heru lalu mencium kembali cucunya.
***
Cheesy hidup bahagia bersama Pak Heru, hingga saat ini usia Cheesy sudah menginjak tujuh tahun, Cheesy tumbuh menjadi gadis periang dan penyayang.
"Kakek." Teriak Cheesy berlari hendak memeluk sang kakek saat sang kakek baru saja pulang dari kantor.
Pak Heru segera berjongkok dan merentangkan tangannya bersiap untuk menyambut cucunya yang akan memeluknya.
Grep
Cheesy memeluk sang kakek erat dengan senyuman yang terus mengembang di bibirnya.
"Cucu kakek, kakek kangen banget sama kamu sayang." Ucap Pak Heru mengusap lembut kepala Cheesy yang ada di pelukannya.
"Cheesy juga kangen sama kakek." Sahut Cheesy mengeratkan pelukannya.
"Kita masuk Yuk." Ucap Pak Heru lalu menggendong Cheesy dan membawanya masuk ke dalam rumah.
"Cucu kakek yang cantik ini sudah makan belum?" Tanya Pak Heru saat mereka sudah duduk di Sofa.
"Belum Pak, non Cheesy bilang ingin makan bersama kakeknya." Jawab Sus Poppy yang berdiri di samping Sofa yang di duduki Cheesy.
"Oh ya sudah, Kakek mandi dulu, habis itu kita makan Ya." Ucap Pak Heru.
"Iya kek." Sahut Cheesy.
Pak Heru pun gegas pergi ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Dua puluh menit kemudian, Pak Heru yang sudah berpakaian santai segera pergi ke meja makan yang ternyata sudah ada Cheesy dan sus Poppy yang menunggunya. Mereka pun akhirnya makan bersama.
"Oh ya sayang, Besok Kakek akan keluar kota, kemungkinan kakek disana empat hari, ngga apa apa ya Cheesy kakek tinggal sama Sus Poppy di rumah." Ucap Pak Heru setelah selesai makan.
"Ihhh kakek kenapa sih pergi pergi terus, kakek disini aja sama Cheesy." Ucap Cheesy cemberut turun dari kursi dan segera memeluk sang kakek dari samping.
"Sayang, jangan gitu dong, kan kakek jadi ngga tega ninggalin Cheesy." Ucap Pak Heru mengusap pipi Cheesy.
"Tapi Cheesy mau sama kakek." Ucap Cheesy dengan mata yang mulai berkaca-kaca.
Cheesy memang sudah biasa di tinggal bersama Sus Poppy setiap Pak Heru ada pekerjaan di luar kota, tapi entah kenapa hari ini Cheesy tidak ingin jauh dari sang kakek.
Pak Heru pun sedikit heran dengan sikap Cheesy yang tidak mau di tinggal, padahal biasanya Cheesy tidak masalah setiap Pak Heru pergi keluar kota berhari-hari.