Cerita ini hanya fiktif belaka, namun cerita ini di rangkum dari pengalaman seseorang dan di sangkut pautkan dengan kejadian-kejadian Aneh yang terjadi di kalangan masyarakat pedesaan.
Zivanya yang biasa di panggil Ziva menganggap kelebihannya itu sebagai Kutukan namun perlahan dia pun berdamai dengan keadaan dan akhirnya menganggap kelebihannya itu sebagai Anugerah.
Karena Ziva lebih asyik berteman dengan sosok yang berwujud makhluk halus namun mempunyai hati di banding dengan sosok yang berwujud manusia namun tak punya hati.
Sebuah percintaan pun terjalin di cerita ini, berawal saat Ziva duduk di bangku SMK sampai pada Ziva lulus dan melanjutkan kuliah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wanita Biasa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 30.
"Kali ini kamu tidak akan di interogasi oleh saya, tapi oleh atasan saya. " Ucapan Arjun membuyarkan lamunan Ziva.
"Hmmm ... " hanya itu yang keluar dari mulut Ziva. Ziva bisa-bisanya cuek saat di hadapan Arjun padahal semua wanita bisa di buat salah tingkah oleh Arjun.
Ziva merogoh benda pipih yang ada di tasnya. Nampaknya ia sedang ingin menghubungi seseorang.
"Assalamualaikum Bu, Bu aku di panggil lagi ke kantor polisi. ibu jangan khawatir, Ziva akan baik-baik saya. " Ucap Ziva saat salam nya sudah di jawab oleh ibunya.
"Uhuk ... Uhuk ... Uhuk ... Hati-hati ya Nak. "
Jawaban Ibu Ziva berhasil membuat Ziva khawatir karna nada suara Ibu Ziva begitu berat setelah ia terbatuk.
"Ibu baik-baik saja kan ? " Tanya Ziva.
"Baik Nak. "
"Apa obatnya masih ada Bu ? " Tanya Ziva.
"Mungkin untuk malam ini saja ada Nak. "
"Ya sudah besok kita ke rumah sakit ya Bu, ibu istirahat saja. Ziva janji akan segera pulang. "
Sambungan telepon itu pun terputus.
"Berapa kali lagi interogasi sih Pak ? Saya sudah lumayan terganggu jika harus terus datang ke kantor polisi. " Tanya Ziva datar.
"Sampai kasus nya terkuak dan tuntas. "
"Lama tidak ? "
"Ya tergantung, " Jawaban simple Arjun.
Lea menggelengkan kepalanya kesal.
Sesampainya di kantor Bareskrim Polri, Ziva dan Arjun menjadi pusat perhatian. sesekali Arjun menanggap ejekan dari teman satu profesi nya.
Arjun mengetuk pintu atasan nya, " Masuk ! "
"Ayo masuk, " Ajak Arjun.
Tapi Ziva malah terdiam mematung karna ada perasaan gugup di rasakan oleh Ziva, karna Arjun sedikit kesal Arjun menyentuh telapak tangan Ziva dan menggenggamnya. Arjun manarik lembut tangan Ziva tanpa Arjun sadari genggaman tangan itu sampai terlihat di hadapan atasannya.
Ziva pun mengeratkan genggamannya pada Arjun, ia merasa ingin berlindung pada Arjun karna sudah mengenali Arjun di kantor polisi itu.
"Oh baiklah. Silahkan duduk kita Ambil keterangan di sini saja, di rumah interogasi sedang ada Roy mengintrogasi saksi yang lain. " Jelas Hadi.
"Saya permisi keluar Pak. " Ucap Arjun.
"Silahkan. "
Alih-alih Arjun ingin keluar ia baru sadar jika tangan dirinya dan tangan Ziva kini saling bersautan. Saat Arjun sadar degup jantung nya semakin tak terkendalikan, sementara Ziva belum merasakan apa-apa yang ia tahu ia hanya lah gugup.
Ziva menggelengkan kepalanya, kala Arjun ingin meninggalkan dirinya.
"Ehem ... Sepertinya Saksi akan lebih rileks jika kamu yang menemaninya. Ya sudah kamu temani dia. " Perintah Hadi seakan paham dengan yang terjadi di antara mereka.
Arjun menelan saliva nya dengan susah payah, ia merasa malu saat berada di hadapan atasannya. Arjun pun duduk bersama dengan Ziva namun kini pegangan Ziva beralih ke bagian lengan Arjun.
Arjun yang biasanya risih di perlakukan intim oleh seseorang yang baru ia kenal, tapi kini Arjun lebih mendiamkannya. Tangan Ziva terasa dingin saat itu.
"Kamu benar-benar anak indigo ? " Tanya Hadi.
Ziva melirik Arjun, tatapan Arjun memberikan isyarat bahwa Ziva harus tenang. Ziva pun mengalihkan pandangannya kembali pada Hadi. " I-iya Pak. "
"Kamu bersedia jika ikut saat proses identifikasi ke TKP ? " Tanya Hadi berbicara dengan sangat halus, namun tetap saja Ziva merasa gugup.
Ziva kembali menatap Arjun, seolah-olah Ziva meminta persetujuan Arjun. Arjun yang menatap Ziva lagi-lagi dapat membuat Ziva tenang.
"Ba-baik Pak. Tapi itu kapan ya ? Tanya Ziva.
"Besok jam 4 sore, " jawab Hadi.
Ba-baik lah akan saya usahakan Pak. " Jawab Ziva terus saja gugup, seolah-olah dia menjadi seseorang yang gagap saat itu.
Hadi pun memberikan ucapan terimakasih dan mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan, Hadi merasakan tangan Ziva yang sangat dingin.
Saat keluar dari ruangan Hadi, Arjun tidak mau menjadi olok-olokan temannya. " Kita sudah keluar dari ruangan Komandan Hadi, bisa tolong lepaskan. "
Arjun sebenarnya masih ingin membiarkan Ziva seperti itu, namun ia tidak nyaman saat di lihat oleh teman-temannya.
Seketika Ziva melepaskan genggaman tangannya secara cepat seperti tersengat listrik.
"Ma-maaf. Kalau begitu saya akan langsung pulang. " Ujar Ziva menundukkan wajahnya karna malu.
"Biar saya antar. "
Tawaran Arjun membuat Ziva salah tingkah, ia tersenyum dan menyembunyikan senyumnya dengan menundukkan kepalanya.
"Jangan salah sangka, saya hanya ingin mengambil jaket saya. " Pekik Arjun membuat wajah Ziva mengeras kembali.
"Terserah. " Jawab Ziva jutek kembali.
Arjun tersenyum dalam hatinya.
"Jun, saksi kesayangan ya. Gileeee antara jemput teruuuus. " Celetuk Ahmad yang memang kes sohor usil.
Arjun hanya mengepalkan tangganya dan menunjukan pada Ahmad, Ahmad hanya tersenyum menanggapi sikap Arjun.
Hari sudah mulai terlihat gelap, adzan magrib pun sebentar lagi akan berkumandang.
Langkah Ziva seketika berhenti, membuat Arjun yang terus melihat ke arah rekannya sedikit menabrak Ziva.
"Ada apa ? " Tanya Arjun. " Setan lagi ?"
Kali ini Ziva tidak takut sama sekali karna ia sudah biasa melihat sosok arwah yang berwujud hantu. tidak seperti saat melihat mayat tubuhnya bergetar hebat.
"Arwah yang mayatnya aku temukan kini ada di hadapan ku. "
"Kamu takut ? "
"Tidak, "
"Baguslah, " Kini Arjun yang merasakan getaran di tubuhnya, bulu kuduknya berdiri serentak kala tiupan angin terasa di tubuh Arjun.
Ziva melihat ke arah Arjun " Anda takut Pak ? "
"Ah, tidak ! " Kilah Arjun.
"Dia ada di sampingmu Pak. "
"Biarkan saja, jangan kan hantu wanita. Wanita yang berwujud manusia pun Pati akan suka mendekati ku. " Arjun mengekspresikan rasa takutnya dengan kepercayaan diri.
"Iihhh ... Tapi aku tidak ya Pak. "
"Mungkin. "
"Issstt ... Menyebalkan.
"Sudah tanya saja apa yang dia inginkan, sehingga dia bertamu ke sini. "
Ziva berjalan ke arah mobil Arjun, ia tidak mau terlihat oleh siapapun saat berbicara dengan sosok itu. Cukup Arjun saja yang tahu.
"Tolong .... " Rintih sosok itu.
"Tolong apa lagi, Mayat kamu kan sudah di temukan. "
"Mereka masih senang-senang di luar sana. " jawab sosok itu.
Ziva melirik ke arah Arjun. "Dia bilang mereka masing bersenang-senang di luar sana. "
Arjun menatap intens ke arah Ziva, " Jika dia bisa tunjukan tersangka, kita akan segera menangkapnya. Proses pengambilan DNA masih di lakukan oleh petugas forensik. "
"Kamu dengarkan apa yang dia katakan. "
"Dia kekasih ku, dan kedua temannya ikut menghabisi ku. Di ponsel ku ada foto dirinya, tapi ponsel itu di buang entah kemana. " Ujar sosok Melisa Putri.
"Baik lah, besok akan ada penyelidikan di TKP. Kita akan bertemu di sana, jangan ganggu aku dulu ya. Aku lelah. " Ujar Ziva dan sosok itu pun menghilang.
"Apa yang dia katakan ? " Tanya Arjun.
"Dia bilang yang membunuhnya itu kekasihnya dan ada dua orang bersamanya mungkin itu temannya. foto nya ada di ponsel milik korban, tapi ponselnya di buang oleh tersangka. sudah itu saja Pak. "
"Kalau di luar jangan panggil saya Bapak, saya masih muda dan saya juga bukan Bapak kamu. " Pungkas Arjun
"Lah, memang saya perduli ? " jawaban Ziva seolah tidak ingin berdamai dengannya.
"Terserah. "
Hening .....
"Jika yang kamu katakan barusan benar adanya, itu akan membantu proses penyelidikan. " ujar Arjun.
"Itu yang di katakan, benar atau tidak mana saya tahu Pak. Nanti coba saya tanya pada teman-teman saja. "
"Memang dia tidak ada di sini ? " Tanya Arjun.
"Mereka belum kembali saat saya suruh menyelidiki orang yang semalam di play over itu. "
"Oh baik lah. "
"Iya Pak. "
"Bapak ... Bapak ... Saya bukan bapak kamu. "
"Ya terus apa dong ? anda kan Polisi. Masa saya panggil Mang. Kan bukan Mang Bakso. " Celetuk Ziva.
"Pintar sedikit kan bisa. "
"Ya sudah Abang saja ya, tapi bukan berarti saya anggap kamu kakak saya. Saya ogah punya saudara seperti anda, menyebalkan."
"Boleh lah Abang saja, Abang bukan berarti Kakak. " timpal Ziva.
"Ya sudah Abang saja. dari pada Mang. Hahahaha ... "