Nazwa Kamila, seorang perempuan cantik yang pernah gagal dalam pernikahannya lantaran ia tidak bisa memiliki keturunan. Keluarga suaminya yang terlalu ikut campur membuat rumah tangganya hancur. Hubungan yang ia pertahankan selama tiga tahun tidak bisa dilanjutkan lagi lantaran suaminya sudah menalaknya tiga kali sekaligus.
Kehilangan seorang istri membuat hidup seorang Rayhan hancur. Ia harus kuat dan bangkit demi kedua buah hatinya yang saat itu usianya masih belum genap dua tahun. Bagaimana pun hidupnya harus tetap berjalan meski saat ini ia bagaikan mayat hidup.
Suatu hari takdir mempertemukan Nazwa dan Rayhan. Akankah mereka berjodoh?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda RH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Shalat berjama'ah
Nazwa turun dari mobil, disusul kemudian Rayhan.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikum salam, Papa, Nany."
"Oh anak Papa." Rayhan langsung menggendong Anggun.
"Papa akhirnya pulang."
"Bagaimana kabarmu?"
"Anggun sehat Pa. Papa ini kenapa ada bulu-bulu kecilnya."
Anggun merapa janggut Papanya yang mulai tumbuh.
"Iya nih, tapi Papa masih ganteng kan?"
"Tentu saja Papa yang paling ganteng, hehe... "
"Ternyata hanya Anggi dan Anggun yang bisa membuatnya banyak bicara dan sedikit narsis." Batin Nazwa.
Nazwa mengulum senyum melihat Anggun tertawa lepas. Nazwa langsung masuk ke dalam rumah. Ia membiarkan Anggun melepas rindu dengan sang Papa.
Sampai di kamar, Nazwa mengecas handphone-nya. Kemudian, ia pergi ke tempat mesin cuci untuk mencuci baju-bajunya. Bibi menanyakan kabar Anggi kepada Nazwa. Nazwa pun menjelaskan apa adanya.
Sementara di rumah sakit, Om Rayyan dan istrinya sedang menjenguk Anggi. Disusul kemudian tante Reyna dan tante Rihana.
Sore harinya
Seperti kesepakatan tadi pagi, bahwa Papa dan Nany akan kembali ke rumah sakit untuk menjaga Anggi malam ini. Sebenarnya Nazwa tidak enak hati jika sering bersama majikannya yang duda itu. Bukan hanya karena sulitnya komunikasi antara keduanya, namun Nazwa lebih takut akan fitnah. Karena hati manusia tidak ada yang tahu. Namun kembali lagi kepada tugasnya yang memang mengharuskannya untuk menemani Papa si kembar. Ia hanya bisa berdo'a agar selalu dilindungi dari segala marabahaya dan dilancarkan dalam tugasnya.
"Nany mau balik je rumah sakit?"
"Iya Anggun, kenapa?"
"Kakak masih lama ya nginep di sana?"
"InsyaAllah kalau besok makin baik sudah boleh pulang. Makanya Anggun do'ain Kakak ya."
"Iya Nany. Nanti kalau Kakak sudah keluar dari rumah sakit ajarin kita shalat ya Nany."
"MasyaAllah... iya nanti pasti Nany ajarin."
Percakapan mereka tak luput dari pantauan Rayhan yang sedang bersembunyi di balik tembok depan kamar si kembar. Hal tersebut membuat Rayhan terenyuh. Peran Nazwa sebagai pengasuh mereka sepertinya sangat berpengaruh besar. Sepertinya kedua putrinya merasa nyaman dengan Nazwa. Apa yang Nazwa lakukan bahkan mungkin tidak bisa ia lakukan.
"Ya sudah, Nany berangkat dulu."
"Oke nany, Hati-hati ya. Jangan jatuh lagi! "
Anggun tahu kalau Nany-nya jatuh dari Anggi. Tadi siang mereka sempat ngobrol sebentar di telpon.
Rayhan segera menjauhkan dirinya dari kamar si kembar agar tidak diketahui kalau ia sedang menguping.
"Pak, saya sudah siap."
"Hem, ayo."
Mereka pun berangkat lagi ke rumah sakit membawa bekal makanan untuk mereka makan malam di sana.
Sore hari adalah puncaknya kemacetan karena waktunya orang-orang pulang bekerja bahkan ada yang baru berangkat bekerja.
Saat di pertengahan jalan, handphone Nazwa berdering. Ternyata Soni yang menelpon. Nazwa enggan untuk mengangkatnya.
"Angkat saja!" Ucap Rahyan.
"I-iya Pak."
Ia pun segera mengangkatnya.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikum salam. Nazwa, Bulan depan akte cerai kita sudah keluar. Ke mana harus dikirim?"
"Nanti aku kirim alamatnya. Terima kasih atas informasinya. Assalamu'alaikum."
Kali ini Nazwa yang mengakhiri telponnya.
"Alhamdulillah ya Allah, Engkau sudah mempermudah urusan hamba."
Setelah menerima telpon dari Soni, Nazwa merasa lega. Ia bahkan tidak sadar jika dirinya menyunggingkan senyum. Dan bersamaan dengan itu, Rayhan sedang meliriknya.
"Apa yang sedang ia senyumin? Sepertinya dia sedang bahagia. Apa yang menelpon kekasihnya?"
Rayhan tidak sadar jika dirinya sedang memperdulikan nany si kembar.
Setelah melewati kemacetan, beberapa saat kemudian mereka pun sampai di rumah sakit.Setelah Rayhan memarkirkan mobil, mereka pun turun. Nazwa bersyukur kali ini perjalanan dari bawah ke atas lancar tanpa drama kaki kesemutan.
Mereka sudah sampai di depan kamar Anggi. Rayhan membuka pintu kamar.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikum salam."
"Macet bang?"
"Iya Mi."
Anggi sangat senang melihat Nany dan Papanya datang.
"Tadi adik-adikmu ke sini menjenguk Anggi. Mareka cari kamu, kangen katanya lama nggak ketemu."
"Iya Mi."
"Tuh kan jawabannya singkat." Batin Mami.
Setelah shalat Maghrib, Mami dan Papi pamit pulang. Mami dan Papi mencium pipi dan kening Anggi dengan penuh kasih sayang.
"Dadah Oma, Opa.... "
Setelah kepergian mereka, Nazwa menyuapi Anggi makan.
"Makan yang banyak ya, biar cepat sembuh."
"Iya Nany, biar cepat diajak jalan-jalan sama Papa. Hehe... "
Sementara Rayhan duduk di sofa sambil memandangi sebuah gambar handphone-nya. Siapa lagi kalau bukan gambar mendiang istrinya.
Ia sedang mengingat bagaimana dulu Raya sangat bahagia ketika si kembar lahir ke dunia dengan sehat. Dan kini kedua putri mereka tumbuh dengan baik tanpa kasih sayang Ibunya.
"Pa, Papa.... "
Rayhan tersadar dari lamunannya.
"Iya, ada apa nak?"
"Papa, sini!" Anggi melambaikan tangannya.
Rayhan pun menghampiri putrinya.
"Ada apa, sudah makannya?"
"Sudah, minum obat juga sudah."
"Terus ada apa panggil Papa?"
"Anggi sudah bisa baca surat al-ikhlas. Nany yang ajarin. Papa mau dengar?"
"Oh ya? Boleh."
Anggi pun membaca surat Al-ikhlas dengan lantang. Rayhan mengusap puncak kepala putrinya. Ia juga memujinya agar lebih semangat lagi hafalannya.
Adzan Isyak berkumandang. Rayhan masuk ke kamar mandi untuk berwudhu' dan shalat melakukan shalat Isyak. Namun saat Rayhan sudah siap akan shalat, Anggi menegahnya.
"Pa, Papa!"
"Iya?"
"Pa, kata Bunda Dina di sekolah kalau shalat berjama'ah itu pahalanya lebih banyak. Kenapa Papa nggak shalat berjama'ah saja sama Nany?"
Rayhan melirik ke arah Nazwa. Nazwa hanya menundukkan wajahnya.
"Duh kenapa Anggi ngomong gitu? Anak ini terlalu jujur." Batin Nazwa.
"Kalau begitu suruh Nany-nya berwudhu', Papa tunggu."
Nazwa terkejut dengan respon Rayhan. Lantas ia masih duduk terpaku di tempatnya.
"Nany, ditungguin Papa tuh!"
Nazwa tidak mungkin memberikan alasan. Anggi terlalu cerdas untuk di kelabuhi. Ia pun segera beranjak pergi ke kamar mandi. Setelah itu ia berdiri di belakang Rayhan dan memakai mukenahnya.
"Sudah Pak."
Rayhan pun mulai memimpin shalat. Mereka shalat dengan khusuk. Nazwa tidak mengangkat jika Rayhan memiliki suara yang merdu saat membaca surat Al-Qur'an. Anggi hanya bisa tersenyum melihat mereka.
"Cocok sekali kan?" Batinnya. Ia pun secara diam-diam mengambil gambar mereka dari i-pad nya.
Tadi Anggi memang berpesan kepada Nany agar i-pad nya dibawa karena ia sudah bosan nonton TV di rumah sakit.
"Assalamualaikum warahmatullah. .. "
Mereka baru saja selesai shalat. Lalu berdzikir dan berdo'a. Setelah itu Rayhan beranjak dan melipat sajadah. Sedangkan Nazwa masih betah dalam duduknya.
"Bahkan dulu Soni tidak pernah menjadi imam shalatku. Astagfirullah, kenapa aku harus membandingkan mereka?"
...****************...
Vote author: Mengingat bukan berarti merindu. Terkadang karena rasa sakit yang sudah mendarah daging membuat kita enggan untuk melupakan seseorang yang telah menyakiti kita.
Happy reading kakak 😘😘😘
terimakasih bunda