Ariana, dibenci oleh suaminya dan mertua karena melahirkan anak yang buta, juga karena pekerjaan Ariana sebagai guru honorer yang dianggap tidak bisa membantu perekonomian keluarga.
Masalah semakin pelik di saat anak mereka terserang virus misterius yang menyebabkan kedua kaki nya lumpuh dan membutuhkan banyak biaya, pengobatan tidak ditanggung seratus persen oleh asuransi. Ariana pun dicerai oleh suaminya.
Ariana sangat mencintai puteri semata wayangnya meskipun cacat dan membutuhkan banyak biaya.. Ariana harus berjuang keras untuk mendapatkan uang agar anak nya sembuh dan tidak lumpuh permanen , Ariana terus berusaha agar punya banyak uang, Dia juga punya mimpi ada biaya untuk operasi mata puteri nya agar puteri nya bisa melihat indah nya dunia.. Dia pun iklas jika harus mendonorkan satu kornea mata nya...
Hmmmmm apa mungkin Ariana bisa mewujudkan mimpi nya dengan status nya sebagai guru honorer dengan gaji lima ratus ribu per bulan????
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arias Binerkah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 35.
Beberapa menit kemudian mobil sudah masuk ke halaman rumah sakit termewah dan termegah yang ada di kota itu. Rumah sakit swasta, berbeda dengan rumah sakit tempat Arumi dan Bu Hajjah Khasanah dirawat waktu itu.
“Turunkan aku di depan pintu masuk.” Ucap Hani yang sudah tidak sabar untuk segera melihat kondisi anak nya, yang sudah sejak lama ditunggu kehadirannya.
“Iya Res kamu sendiri saja yang memarkir mobilnya.” Ucap Mama nya Respati.
“Iya, Mama dan Papa Wi sudah dikabari belum.” Ucap Respati sambil menjalankan pelan pelan mobil nya menuju ke depan pintu masuk gedung rumah sakit.
“Nanti saja Mas, kita lihat dulu takut nya nanti tensi Papa naik lagi.” Ucap Hani dan cepat cepat melepas sabuk pengaman nya.
Hani dan kedua mertua nya segera turun dari mobil.. dan melangkah dengan cepat masuk ke dalam gedung rumah sakit, lalu masuk ke dalam lift dan terus melangkah menuju ke ruang ICU tempat Tristan dirawat..
Tidak lama mereka bertiga sudah berada di depan ruang ICU. Hani segera masuk ke dalam ruang ICU.
“Maaf hanya orang tua pasien yang boleh masuk.” Ucap seorang perawat saat Mamanya Respati juga akan masuk ke dalam ruang ICU.
“Saya Oma nya Sus, orang tua nya juga. Papa nya masih markir mobil nya..” ucap Mama nya Respati yang tetap ingin masuk.
“Maaf ya Bu, biar Mama nya pasien dulu yang masuk. Nanti berganti an ya..” ucap Sang perawat dengan sabar. Mamanya Respati mau tak mau berdiri di depan ruang ICU sambil mulutnya ngedumel tidak jelas terdengar omong apa.
Sedangkan Hani yang sudah masuk ke dalam ruang ICU, Hani yang sudah memakai pakaian pelindung langsung menangis tersedu sedu saat melihat Tristan yang masih terpasang alat alat medis.. tubuh mungil itu tidak bergerak dan kedua mata terpejam rapat.. tangis Hani semakin pecah saat melihat monitor di dekat Tristan yang terhubung di tubuh bayi mungil itu.. grafik dan angka yang tertera sudah sangat jauh dari standar normal..
“Tristan... ini Mama Sayang... bangun Nak... hu.... hu....hu... Mama sudah lama menanti kamu Nak kenapa kamu tidak mau pulang ke rumah hu.... hu... hu....” ucap Hani sambil menangis tersedu sedu, air mata sudah meleleh deras membasahi wajahnya... tangan Hani menggoyang goyang tubuh mungil Tristan..
Dan sesaat kemudian...
Tuuuuuttttttttttttttt
Semua grafik di monitor sudah melandai...
“Innalillahi wa innailaihi rojiun ....” ucap perawat dan Dokter yang berada di dekat Tristan..
“Tristan... huuuaaa.... huuuaaa..... huuuuaaaa.... Tristan bangun Nak.. huuuaaa.... huuuaaa....” teriak Hani sambil masih menggoyang goyang tubuh mungil Tristan..
“Kita sudah berusaha semaksimal mungkin Bu, tapi Allah berkehendak lain, Allah lebih sayang pada Tristan. Mungkin Allah tidak ingin Tristan lebih lama menahan rasa sakit Bu...” ucap Bu Dokter sambil mengusap usap pundak Hani.
“Sabar Bu... bayi tidak berdosa akan langsung masuk surga Bu.. Anak itu titipan Allah Bu, kalau yang memiliki sudah mengambilnya kita hanya bisa iklas untuk melepas nya Bu, dan memohon agar diberi kepercayaan untuk dititipi lagi... “ ucap Perawat dan mulai melepas alat alat yang menempel di tubuh mungil itu.
“Tristan hu.... hu....hu.....” suara Hani dan terus menangis tersedu sedu, setelah alat alat sudah dilepas dari tubuh Tristan . Hani mengangkat tubuh mungil itu dan dia ciumi wajah Tristan yang telah pucat dan sudah mulai dingin..
Tidak lama kemudian sosok Respati muncul sudah memakai baju pelindung.. Ekspresi wajah Respati terlihat sangat panik..
“Sayang.. Apa yang terjadi? Tristan kenapa?” tanya Respati dan Hani tidak menjawab masih menangis tersedu sedu sambil terus memeluk dan menciumi anak yang sudah begitu lama dia nanti nantikan tetapi hanya bertahan hidup beberapa hari saja.
“Dokter, Suster kenapa anak saya?” tanya Respati sambil melihat Dokter dan Suster yang membereskan alat alat dan menyiapkan brankar untuk membawa Tristan ke kamar mayat untuk dimandikan dan dikafani.
“Kami sudah berusaha semaksimal mungkin tapi Allah berkehendak lain, jantung sangat lemah dan ada kelainan di otak, otak kekurangan darah dan oksigen, mungkin Allah lebih mencintai nya..” ucap Dokter lagi..
“Hu... hu... hu... hu... Tristan.. hu... hu..” Respati pun menangisi kepergian anak nya yang merupakan pengikat hubungan nya dengan Hani.
“Ikhlaskan kepergian nya Bu, Pak. Kami akan membersihkan dia, nanti dibawa pulang sudah bersih dan dikafani kalau mau ditaruh di dalam peti juga bisa. Silakan Bapak dan Ibu ke ruang administrasi, dan menunggu ke ruang mayat. “ ucap Perawat dengan santun sambil meminta Tristan yang masih digendong oleh Hani dan sudah mulai kaku.
“Hu... hu... hu... Tristan hu... hu....” suara Hani masih menangis tersedu sedu sambil menyerahkan Tristan pada perawat. Tristan di taruh di atas brangkar dan diselimuti dengan rapat.. lalu di dorong dan ditarik oleh dua perawat keluar dari ruang ICU menuju ke kamar mayat.
“Hu.... hu....hu....” Respati juga masih menangis tersedu sedu dan memeluk tubuh istri nya.. Suami istri itu sambil menangis berjalan di belakang perawat yang mendorong brangkar yang berisi tubuh mungil Tristan yang sudah dingin kaku tertutup rapat oleh selimut.
Saat brangkar sudah keluar dari ruang ICU. Mama dan Papa nya Respati yang masih berdiri di depan ruang ICU, tampak kaget saat melihat brangkar berisi tubuh mungil bayi yang tertutup rapat oleh selimut ..
“Sus siapa ini?” tanya Mama nya Respati jantung nya sudah berdetak lebih kencang. Demikian juga Papa nya Respati, tangan sudah mulai dingin jantung pun berdebar debar kencang ..
Apalagi di saat mereka melihat sosok Hani dan Respati menangis tersedu sedu..
“Cucu ku mana? .. mana cucu ku?” ucap Mama dan Papa nya Respati kedua mata mereka sudah berkaca kaca bahkan Mamanya Respati sudah mulai menangis..
“Ma, Tristan telah pergi hu... hu... hu....” ucap Respati masih menangis tersedu sedu..
“Mama dan Papa tolong ke bagian administrasi, saya mau ikuti Tristan Ma... mau menunggu di sana. Tolong Ma.. “ ucap Hani dan segera melangkah mengikuti suster yang membawa Tristan.. Respati pun juga melangkah mengikuti istrinya..
Mamanya Respati terlihat bengong menatap suaminya..
“Pa, kalau ke ruang administrasi kan bayar bayar ya? Aku tidak punya uang pasti mahal bayar nya.” Bisik lirih Mama nya Respati.
“Kamu telpon saja Mama nya Hani, kata kan saja sesungguhnya biar dia cepat ke sini. Lagian pasti bayar nya setelah Tristan sudah selesai dikafani Ma.” Ucap Papa nya Respati..
“Ooo iya iya Pa, kita kasih kabar kalau Tristan sudah meninggal agar cepat cepat ke sini.” Ucap Mama nya Respati dan segera menghubungi Mama nya Hani.
Sementara itu di rumah mewah orang tua Hani. Mamanya Hani sedang istirahat duduk selonjor di sofa panjang sambil skrol skrol layar hand phone nya.. tiba tiba hand phone berkedip kedip ada panggilan video dari besan perempuan nya. Mama nya Hani segera menggeser tombol hijau..
“Ada apa?” tanya Mama nya Hani tampak kaget dan panik saat melihat wajah sang besan berurai air mata.
“Hu.... hu.... hu...Jeng, cepat ke rumah sakit sekarang. Tristan meninggal baru saja.. Hani dan Respati sangat shock..hu... hu.. hu....” ucap Mama nya Respati air mata masih berderai derai .
“Hah? Bagaimana mungkin bukannya tadi Hani sudah pulang dan Tristan masih di rawat.”
“Hu... hu... hu.. iya ditelpon dokter Tristan kritis, kita datang tapi Tristan terus meninggal hu... hu...hu...”
“Iya iya terima kasih. “ ucap Mama nya Hani lalu menutup sambungan panggilan Video nya. Dia segera menghubungi suami nya yang masih bekerja..
Sesaat kemudian..
“Pa, Tristan sudah meninggal.” Ucap Mama nya Hani..
“Hmmm ..itu lebih baik, segera dimakamkan, dan tetap rahasiakan penyebab nya. Bilang saja pada orang yang bertanya tanya karena prematur..” suara lirih Pak Widagdo di balik hand phone milik istri nya. Tidak ada nada sedih sedikit pun di suaranya.
Sebuah ambulance melaju dengan kencang dari rumah sakit menuju ke rumah mewah Hani. Hani duduk di dalam ambulance itu masih menangis tersedu sedu dan terus memegang peti mayat kecil yang berisi tubuh mungil Tristan.. Mamanya Respati dan Mamanya Hani ikut menemani Hani.. sedang Respati bersama Papa nya di dalam mobil lain yang melaju kencang pula di belakang mobil ambulance.
“Sabar Han.. ikhlas kan kepergian Tristan. Dan kamu harus bersihkan tubuh kamu dari parasit itu, agar bisa hamil anak yang sehat.. dan kamu harus menjaga benar kesehatan saat hamil kalau perlu cek darah setiap waktu. “ ucap lirih Mama nya Hani dia pun tidak menangisi kepergian Tristan. Mungkin sama seperti suami nya justru senang jika Tristan meninggal saat bayi.. berbeda dengan Mama nya Respati yang masih terus menangis kepergian Tristan bayi pengikat hubungan Respati dengan menantu nya yang kaya raya
Sesaat ambulance sudah memasuki pintu gerbang komplek perumahan mewah, sudah ada bendera warna putih di dekat pintu gerbang itu..
Tidak lama kemudian mobil ambulance berhenti di depan rumah Hani yang sudah terpasang tenda dan kursi kursi sudah tertata rapi. Mama nya Hani sudah menelpon pada jasa pemasangan tenda dan sewa kursi, yang dulu sudah dipesan rencana untuk acara pesta kelahiran tetapi akhirnya untuk acara pemakaman. Karangan bunga ucapan duka cita juga sudah mulai berdatangan dari para kolega Papa nya Hani yang sudah mengabarkan meninggalnya cucu pertama nya, karena lahir prematur.
Beberapa orang kerabat dan tetangga juga sudah mulai berdatangan.. sosok Anton pun sudah berdiri dan melangkah mendekati mobil Respati yang baru berhenti..
“Res, turut berduka ya. Sakit apa baby kamu? Bukannya kemarin sehat sehat saja..” ucap Anton sambil mengulurkan tangannya pada Respati saat Respati baru saja turun dari mobil..
Respati hanya memandang tangan Anton, lalu dia segera melangkah menuju ke ambulan untuk menggotong peti mati anaknya..
“Res.. Res .. Res... !” teriak Anton tapi Respati tidak menanggapinya.
“Han, Tante ... Om.. turut berduka ya...” ucap Anton sambil mengulurkan tangan nya pada Hani, Mamanya Hani juga kedua orang tua Respati.. akan tetapi sama seperti Respati mereka semua tidak mau berjabat tangan dengan Anton..
“Mereka pasti sangat berduka sampai tidak mau berjabat tangan dan tidak bisa berkata kata...” gumam Anton lalu dia pun melangkah mengikuti mereka masuk ke dalam rumah..
Akan tetapi di saat Anton sudah sampai di depan pintu rumah, tiba tiba ada seseorang yang menarik baju Anton sambil berkata..
“Pak Anton duduk di luar saja... “
hatinya tenang adem ayem gk tertekan kayak waktu hidup bareng loe..