Fariq Atlas Renandra seorang pria yang berprofesi sebagai mandor bangunan sekaligus arsitektur yang sudah memiliki jam terbang kemana-mana. Bertemu dengan seorang dokter muda bernama Rachel Diandra yang memiliki paras cantik rupawan. Keduanya dijodohkan oleh orangtuanya masing-masing, mengingat Fariq dan Rachel sama-sama sendiri.
Pernikahan mereka berjalan seperti yang diharapkan oleh orang tua mereka. Walaupun ada saja tantangan yang mereka hadapi. Mulai dari mantan Fariq hingga saudara tiri Rachel yang mencoba menghancurkan hubungan itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Naga Rahsyafi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dua Puluh Tujuh
Menyusuri jalanan yang sudah mulai sepi. Fariq memutuskan untuk tetap mengelilingi kota demi sang istri. Hampir satu setengah jam mereka berada di jalanan namun sesuatu yang diinginkan belum juga ketemu.
Terlihat beberapa kali pria itu menguap membuat Rachel merasa bersalah pada suaminya.
"Mas Ariq ngantuk?" tanya Rachel.
"Enggak sayang."
"Maafin Rachel ya ... Harusnya Rachel bisa cari sendiri. Nggak perlu merepotkan Mas Ariq."
"Kamu 'kan udah punya suami. Terus ngapain sendiri. Mas 'kan ada." Fariq masih fokus menyetir mobil.
"Iya ... Tapi Rachel kasian sama Mas. Tadi Rachel udah marah sama Mas Ariq."
"Enggak apa-apa. Mas biasa aja kok."
"Nanti kalau kita udah pulang. Rachel kasih hadiah."
"Ekhem ... Hadiah apa kira-kira," ucap Fariq sambil mengelus-elus dagunya.
"Iiih, seolah-olah nggak tau. Padahal itu yang Mas mau."
"Eh!" Fariq menatap istrinya. "Beneran di kasih. Padahal Mas nggak mikir kearah sana."
"Terus Mas mikir apa hm?"
"Mas pikir kamu memang mau kasih hadiah."
"Oh, berarti yang Rachel maksud nggak jadi deh."
"Sayang ..." Fariq memasang raut wajah cemberut.
"Iya, Mas. Jadi ... Tapi buahnya harus dapat dulu."
"Siap Bos."
Rachel ingin tertawa melihat kelakuan suaminya itu.
"Sayang."
"Kenapa Mas?"
Sejenak Fariq menoleh. "Kamu ngidam ya?"
"Ya ampun. Nggak lah, Mas."
"Kenapa enggak? Bisa jadi 'kan."
"Enggak ... Emang Rachel pengen buah aja."
"Hmmm ... Baiklah."
"Kenapa hm? Pengen banget ya Rachel hamil?"
"Iya lah. Biar nanti pulang kerja Mas bisa main sama anak kita."
"Doain ya Mas supaya Rachel cepat hamil."
"Aamiin, sayang. Mas selalu berdoa yang terbaik untuk kamu."
[] [] []
Akhir-akhir ini Rachel tidak fokus pada pekerjaannya. Bukan karena masalah tentang Vina namun ia merasa lelah dalam bekerja. Wanita itu pun tidak ada niat untuk berhenti walaupun suaminya memiliki pekerjaan tetap.
Rachel memang tipikal wanita pekerja keras. Dia akan terus berusaha tanpa harus merepotkan orang lain. Namun tetap saja sebagai seorang perempuan yang sudah punya pasangan, Rachel tetap membutuhkan suaminya agar pria itu tidak merasa di abaikan.
"Jadi sampai sekarang Dokter belum bulan madu?"
Sekarang Rachel sedang mengobrol bersama salah seorang suster. Tepatnya di tempat orang yang sedang antri untuk menebus obat-obatan.
"Kamu lihat aja saya sibuk kerja di sini."
"Suami dokter nggak ngajak gitu? Kan Dokter bisa libur dulu."
"Suami saya memang mau. Tapi kamu tau sendiri, saya paling nggak suka mengabaikan pekerjaan."
"Tapi bagaimana pun juga, Ibu Dokter harus mengerti dengan Pak Ariq."
"Iya, yang paling berpengalaman," ucap Rachel.
Tiba-tiba saja Rachel menggenggam lengan suster yang sedang mengobrol dengannya. "Dokter kenapa?"
"Kok kepala saya pusing?"
"Dokter hamil?"
"Nggak mungkin. Kayaknya ini karena belum makan."
"Dokter belum makan?" tanya suster itu.
"Belum ... Ke sini aja telat. Harus manjain suami dulu 'kan."
"Ayo, Dok. Saya bantu ke ruangan dokter."
Perlahan suster itu membantu Rachel berjalan, tidak sampai lima langkah Rachel ambruk membuatnya berbaring di lantai.
"Dokter, Dokter."
"Bangun, Dok."
"Kenapa dia?" tanya seseorang.
"Pingsan, Dok."
"Bantu-bantu."
Dua orang suster membantu wanita itu untuk segera dimasukkan ke ruang rawat.
"Cepat-cepat. Baringkan dia," ucap Vina.
"Panggil dokter Angga, saya harus segera ke ruang operasi."
"Baik, Dokter."
Salah satu dokter memanggil dokter lainnya. Tidak butuh waktu lama, seorang pria mengenakan pakaian putih sama seperti mereka datang ke ruangan itu.
"Ada apa ini?"
"Dokter Rachel pingsan. Periksa dulu, saya ada jadwal operasi hari ini."
"Baiklah."
"Ayo." Vina menggandeng kedua suster tersebut.
"Mau kemana, Dok?"
"Keluar lah, ngapain kita di sini."
"Saya mau bantuin dokter Angga."
"Nggak usah ... Kamu jaga resepsionis, dan kamu jaga pasien lain."
Kedua suster itu mengernyitkan dahi mereka. Sampai di depan pintu, Vina mengusir kedua suster tersebut.
"Enak aja mau gagalkan rencana ku," ucapnya setelah orang-orang tersebut pergi.
Perlahan Vina masuk ke dalam, ia mendokumentasikan kegiatan dokter Angga pada tubuh wanita itu.
"Mampus kamu Rachel. Aku akan pastikan kamu bercerai dengan Mas Ariq."
"Dokter," ucap Rachel. "Saya kenapa?"
"Saya sudah periksa kamu. Kamu hamil."
"Hamil," ucap Rachel.
Vina yang sedang mendengarkan obrolan itu sangat kesal, jantungnya menggebu-gebu. Dia tidak rela jika Rachel yang mengandung anak Fariq.
Wanita itu kesal, ia keluar dari dalam ruangan tersebut. Dan tidak lupa juga mengirimkan foto itu pada Fariq.
"Dokter serius?"
"Saya serius Rachel. Kamu sedang hamil. Selamat ya."