Tak sekedar menambatkan hati pada seseorang, kisah cinta yang bahkan mampu menitahnya menuju jannah.
Juna, harus menerima sebuah tulah karena rasa bencinya terhadap adik angkat.
Kisah benci menjadi cinta?
Suatu keadaanlah yang berhasil memutarbalikkan perasaannya.
Bissmillah cinta, tak sekedar melabuhkan hati pada seseorang, kisah benci jadi cinta yang mampu memapahnya hingga ke surga
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Andreane, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
15
Malik..
Seharusnya kita bisa bersama, tapi apalah daya, aku tak mau persahabatanku dengan Azizah berantakan. Aku juga merasa tak enak dengan ustad Zaki dan juga ummah.
Mereka sudah sangat baik terhadapku.
Ada emoticon tersenyum kuat tersisip di baris bawahnya.
Akan ku simpan perasaan ini rapat-rapat. Seperti perasaan Fatimah Az Zahra pada Ummar Bin Khatab. Saking rapatnya, sampai setan pun tak mengetahui perasaan itu.
Sama halnya denganku, hanya aku yang tahu perasaanku terhadap Malik.
Selesai membaca tulisan itu, Juna memejamkan mata seraya menghirup napas dalam-dalam.
Ia kembali melanjutkan membaca apa yang Yura tulis di halaman berikutnya.
Siapapun jodohku, aku yakin itu pilihan terbaik yang Tuhan berikan untukku.
Satu permintaanku.
Bisa di nikahi oleh pria yang bersedia memberiku mahar surah Al-Muluk tiga puluh ayat.
Bagi dia yang berani meminangku dengan surah itu, dia pasti pria paling baik di antara yang terbaik.
Azzura.
Untuk kesekian kalinya, Juna mengambil napas panjang. Ia sudah membaca habis buku pribadi milik Yura.
Banyak hal yang dia ketahui tentang Yura termasuk perasaannya pada Malik, kebenciannya terhadap Juna, serta kebahagiaan seorang Yura karena telah di besarkan oleh keluarga Ar-Rafik.
Dari buku itu pula Juna tahu bahwa Yura benar-benar tulus menyangangi mamah dan papahnya. Yura bahkan berani mati bukan untuk cinta sejati, melainkan untuk edua orang tua Juna.
Bahkan anak kandungnya saja belum tentu berani mati demi Jazil dan juga Irfan. Tapi anak yang di pungut dari sebuah panti asuhan dengan entengnya mengatakan siap bertaruh nyawa untuk membela orang yang mengangkatnya sebagai anak.
Tak terasa, tahu-tahu jam sudah hampir menunjuk di angka dua belas. Pria itu pun kembali meletakkan buku Yura di tempat semula.
Ia lalu berdiri, kemudian melangkah ke arah kamar mandi.
Aroma parfum ruangan khas bau kopi langsung menguar menusuk hidungnya.
Aromanya begitu manis, yang mampu membuat jiwanya langsung merasa tenang.
Juna menghirup aroma itu dalam-dalam dan agak sedikit lama. Setelah hampir sepuluh detik, ia baru melepaskan dengan hembusan yang ringan juga pelan.
Juna melangkah masuk, melihat-lihat sikat gigi milik Yura, kemudian beralih ke facial wash.
Ketika melihat barang khusus wanita, dia bergidik. Meskipun seorang dokter, tapi tetap saja dia merasa aneh dengan barang milik wanita yang satu itu. Jangankan menyentuh, melihat saja pria itu mendengkus seperti kegelian.
Juna buru-buru keluar dari kamar mandi, dan mengayunkan kakinya menuju meja rias. Satu tangannya meraih satu persatu benda-benda yang bisa membuat seorang wanita langsung terlihat cantik.
Bedak, lipstik, parfum, mascara, pensil alis, juga eyeliner tertata begitu rapi di sebuah kotak penyimpanan.
Puas melihat-lihat isi kamar Yura, Juna akhirnya keluar karena sudah waktunya adzan dzuhur. Dia harus segera melakukan kewajibannya, baru setelah itu ia akan menjemput Yura di kampus.
***
"Aku pulang dulu, iya. Kakakku sudah menjemputku" Pamit Yura, setelah membuka pesan Whatsap yang mengatakan kalau Juna sudah menunggunya di depan kampus.
"Salam buat mas Arjuna, ya! Dariku!"
Yura berdecak. Tak menampik kalai teman-temannya memang begitu mengagumi sosok Juna.
Lelaki yang baginya sangat menyebalkan. Bahkan rasa tak sukanya sampai mendarah daging.
"Iya, nanti aku sampaikan, kebetulan dia jomblo"
"Masa si Ra, cowok sekelas mas Juna belum punya kekasih?"
"Mana ada kekasih, galak gitu. Nggak ada wanita yang mau sama dia" Celetuk Yura.
Berharap agar temannya tak lagi mengagumi kakaknya secara terang-terangan di hadapan dirinya.
"Kalian juga nggak akan tahan hidup dengan pria seperti mas Juna"
"Betul sekali Yura, pasti nggak tahan dengan ketampanannya"
"Ckckk.. Kayak gitu di bilang tampan. Awut-awutan gitu kok"
"Ish, mata kamu rabun pasti, Ra. Jelas-jelas dia tampan, dokter pula"
"Lupakan mas Juna, cari pria yang lebih baik darinya. Aku pulang dulu, assalamu'alaikum"
"Wa'alaikumsalam. Jangan lupa sampaikan salamku padanya"
"Iya, nanti aku sampaikan" Balas Yura sembari melangkah menjauh.
Ketika langkahnya sudah sampai di dekat mobil, Juna yang menyadari kedatangan Yura langsung turun dari atas kap mobil bagian depan.
"Assalamu'alaikum, maaf nunggu lama"
"Wa'alaikumsalam" Sahut Juna dengan nada lembut.
Kening Yura mengernyit. Menatap heran wajah Juna yang terus tersenyum.
"Nggak komplain?" Tanya wanita berkerudung peach. "Biasanya lama lah, panas lah, polusi"
Juna tersenyum melihat tingkah Yura, kemudian membalas ucapannya.
"Dari tadi di suguhin pemandangan wanita-wanita seksi nan cantik yang lalu lalang keluar masuk kampus, jadi asik aja biarpun harus nunggu lama-lama"
Sejak kapan mas Juna genit, ku kira nggak doyan yang namanya wanita.
Yura membatin, sebelum kemudian membuka pintu mobil dan masuk.
Di susuk Juna yang juga segera memasuki mobilnya.
"Antar ke butiq mamah" Pinta Yura sambil menautkan sabuk pengaman di pinggang.
"Ke butiq mamah? Okay"
Nada lembutnya membuat Yura bertanya-tanya.
Kesambet setan mana, mas Juna? Tumben nggak mencak-mencak.
Lagi-lagi Yura berkata dalam hati melihat perubahan besar yang terjadi dalam diri sang kakak.
"Sudah makan?" Tanya Juna saat mobil sudah melaju.
"Belum"
"Mau makan dulu?"
"Makan di butiq saja bareng mama"
"Okay, nanti kita mampir dulu beli makanan"
"Nggak usah, kayaknya mama bawa bekal dari rumah, aku juga mau beli bakso saja di dekat butiq mamah. Tadi mama kirim pesan katanya warung baksonya sudah buka kembali"
"Suka sekali makan bakso, ya. Pantes saja badannya kurus, makannya sembarangan si"
Baru saja Yura merasa di perlakukan dengan lembut, ternyata itu hanya prank. Kata-kata bulyan dan playing victim kembali ia rasakan.
"Iya badanku nggak sehat, kurang gizi, kurus kering, kayak tiang jemuran"
"Kamu tahu nggak kalau hasil lab mu waktu itu kamu kekurangan darah, kamu anemia..harusnya makan-makanan yang sehat, seperti nasi, dan juga sayuran hijau, bukan bakso"
"Tapi bakso kan sehat juga"
"Tapi kalau keseringan jadinya nggak sehat, Ra" Balas Juna, sambil menarik rem karena terjebak lampu merah. "Kamu aja buah kurang suka, gimana nggak anemia. Tiap hari jajannya bakso. Masih muda udah kolestrol nanti"
"Terus saja doain yang buruk-buruk" Lirih Yura tak suka.
"Ngingetin aja"
"Ngingetin tapi dengan bahasa yang nyelekit, hhhh percuma" Sahut Yura melempar pandangan ke arah kiri.
Dari pada berdebat, Juna lebih memilih diam dan tak lagi menyahut.
Dan diamnya itu justru memikirkan soal map berisi CV pria asal Medan.
Mau di apakan map itu? Ia serahkan ke Yura, atau buang saja?
Mereka sama sekali tak lagi bersuara selama dalam perjalanan.
Malik ntar poligami
tp sy msh gregetan sm yura yg ga peka sm keinginan orang tuay dan juna jg ga trs terang sm yura klu dia suka...klu yura sdh tunangan sdh ga ada harapan buat juna...s.g aja ga jd khitbahy
ayo Thor lanjut lagi
ntar lama2 jd cinta..
lanjut mbak ane
yura kurang peka terhadap keinginan jazil, kurang peka dg perubahan juna dan kurang peka sama perasaan sendiri
yuk kak lanjut lagi
thanks author semangat ya berkarya