NovelToon NovelToon
Hancurnya Anak Pertama

Hancurnya Anak Pertama

Status: sedang berlangsung
Genre:Mengubah Takdir / Bullying dan Balas Dendam
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: Little Fox_wdyrskwt

Riri, gadis polos nan baik hati, selalu mendapatkan penderitaan dari orang-orang di sekitarnya. Kehangatan keluarganya sirna, orang tua yang tak peduli, dan perlakuan buruk dari lingkungan membuat kepercayaan dirinya runtuh. Di tengah kebaikannya yang tak pernah lekang, Riri harus berjuang melawan luka batin yang mendalam, merangkak dari kehancuran yang disebabkan oleh mereka yang seharusnya melindunginya. Akankah Riri mampu bangkit dari keterpurukan dan menemukan kembali harapannya? Atau akankah ia selamanya terjebak dalam kegelapan yang menyelimuti hidupnya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Little Fox_wdyrskwt, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

༺ ༻ BAB 8 ༺ ༻

...✧༺♥༻✧...

RiRi hanya diam dan tidak menjawab pertanyaan Ayahnya. Ia hanya mengatakan bahwa mereka pergi ke Stasiun Jati Negara. Hari-hari berlalu, RiRi sedang bermain di lapangan samping rumahnya. Tiba-tiba, Rangga muncul dan sedikit mengagetkannya.

Rangga adalah sahabat kecil RiRi, tetapi sejak masih kecil dan namun dari kelas 1 sampai kelas 6, Langit selalu bersikap dingin dan cuek. RiRi mengira Rangga sama seperti orang-orang yang telah menyakitinya.

Namun, tiba-tiba Rangga menyapanya, "Riri, padahal rumah kita saling berhadapan, dan kita sekelas, tapi kau tidak pernah menyapaku."

Rangga menatap RiRi, tatapannya tajam menusuk. "Kok kau diam begitu?" suaranya dingin, namun ada sedikit getaran yang tak tertangkap telinga biasa.

Wajah RiRi memerah, bayangan masa lalu menghantuinya. "Eh… enggak kok…" suara RiRi gemetar, seperti anak burung yang baru saja lepas dari sangkar.

"Hanya saja… kau pasti juga ikut memusuhiku dulu…" bisikannya, mengungkapkan luka lama yang belum sembuh.

Rangga tertawa, suara tawanya bergema, namun ada sesuatu yang dingin dan menyayat di baliknya. "Hahaha… jadi karena itu? Kau tahu, aku menunggu kamu menyapa, tahu! Lihat, noh… nggak lihat tuh… rumahmu dan rumahku dekat begini. Kau ini pendiam sekali!" Tangan Rangga bergerak cepat, mengacak-acak rambut RiRi dengan kasar. RiRi terpaku, wajahnya memerah, antara takut dan… sesuatu yang lain.

Rangga duduk di atas batu, siluetnya tergambar jelas di bawah sinar matahari sore yang mulai redup. Tatapannya jauh, seapak menatap kenangan masa lalu yang terkubur dalam.

Suaranya berat, "Dulu kau sangat ceria, RiRi. Lincah sekali, seperti tikus kecil yang berlarian ke sarangnya. Ingatkah kau? Kau bahkan… mencium pipiku!" Kata-kata terakhirnya keluar seperti bisikan, namun menusuk tajam ke telinga RiRi.

RiRi terkesiap, wajahnya memerah. Bayangan masa kecil mereka muncul kembali, sejelas kristal. "Itu kau yang duluan!" bantahnya, suaranya masih gemetar.

"Kau juga mencium pipiku!" Rangga terkekeh, suara tawanya bergema di antara rimbun pepohonan. Namun, tawanya terdengar hampa, seperti angin sepoi-sepoi yang menerpa daun kering.

"Iya… karena saat itu…" suaranya terhenti, menciptakan jeda yang menegangkan.

RiRi, dengan keberanian yang baru tumbuh, menceritakan kembali kejadian masa lalu itu.

"Kata Mamamu, kalau kamu nakal, cium saja! Jadi aku cium, eh… kamu malah menangis! Aku juga, kamu cium balik! Dan… hal bodoh yang kukatakan… aku akan hamil! Hahaha…" tawanya pecah, mencoba menutupi rasa canggung dan malu.

Namun, di balik tawanya, tersirat kerinduan akan masa lalu yang penuh keceriaan.

...✧༺♥༻✧...

Mentari mulai tenggelam di ufuk barat, menciptakan langit jingga yang dramatis. Tiba-tiba, suara Ibu Fifi memecah kesunyian, "Rangga… pulang! Sudah sore!" Suaranya terdengar lembut, namun tegas. Langit, yang masih larut dalam kenangan masa lalu,

menjawab dengan malas, "Mama… nanti saja…" Namun, RiRi, yang merasakan getaran emosi yang tak terkatakan, memotong pembicaraan mereka. "Pulanglah, Rangga! Nanti dicariin juga. Aku juga akan pulang." Suaranya datar, namun ada sedikit keraguan yang tersembunyi di baliknya.

Rangga melirik RiRi sekilas, tatapannya sulit diartikan. Ada keraguan, ada kerinduan, dan mungkin juga… penyesalan. Ia menghela napas panjang, udara di antara mereka seakan membeku. Mentari telah benar-benar tenggelam, gelap mulai menyelimuti mereka.

Bayangan panjang mereka terbentang di atas tanah yang mulai dingin. "Baiklah," ujar Rangga akhirnya, suaranya berat,

"Aku pulang." Ia bangkit, tubuhnya tegak, namun langkahnya terlihat gontai. RiRi hanya mengangguk, tak mampu mengucapkan sepatah kata pun. Begitu Rangga berbalik, RiRi merasakan sesuatu yang hilang, sesuatu yang tak terkatakan. Keheningan menyelimuti mereka, hanya suara jangkrik yang bercicit memecah kesunyian.

RiRi melangkah gontai menuju kamarnya, bayangan Langit masih terpatri jelas di benaknya. Pintu kamarnya tertutup, namun suara gumamnya masih terdengar samar,

"Sebenarnya… aku tidak tahu… perasaanku terhadap dia… Hmmm… berteman dengan Rangga memang seru… tapi sayang… ibunya… ratu gosip! Pasti Ibu Fifi sering bikin gosip aneh tentang keluargaku… aku tidak suka tukang fitnah!" Kata-katanya terhenti, namun kecemasan dan keraguan masih tergambar jelas dalam suaranya.

Waktu berlalu bagai air mengalir. RiRi kini duduk di bangku kelas 2 SMP. Suasana kelas terasa sunyi, hanya derap langkah kaki guru yang memecah kesunyian. RiRi duduk sendirian, kursi di sampingnya kosong,

mencerminkan kesepian yang menyelimuti hatinya. Jam pelajaran akan segera dimulai, namun RiRi tak mampu memusatkan perhatian. Pandangannya tersangkut pada Ara dan teman-temannya yang sedang bercanda ria. Gelak tawa mereka menghantui RiRi, mengingatkannya pada kesendirian yang terus menjeratnya.

Hanya RiRi yang terisolasi, terjebak dalam dunia sendiriannya. Sebuah gumam lemah tersembunyi di balik bibirnya, "Hmmm… lihat mereka… aku jadi iri… seandainya aku cantik dan pintar… pasti banyak teman…"

Suasana kelas yang tadinya sunyi tiba-tiba pecah oleh tangisan Tia. Jay, seorang anak laki-laki yang terkenal nakal, telah menarik kerudung Tia. Air mata Tia bercucuran, mencerminkan ketidakadilan yang dialaminya.

RiRi, yang menyaksikan kejadian tersebut, merasakan sebuah api kemarahan membakar dadanya. Tanpa menunggu lama, RiRi mendekati Jay dan memarahinya dengan keras. Namun, Jay, yang terbiasa berbuat sesuka hatinya, tidak menunjukkan penyesalan sedikitpun.

Bahkan, ia justru mendekati RiRi dengan sikap iseng. Dengan santai, ia membuka gesper sabuknya, lalu mengayun-ayunkannya dengan sembrono. Gesper tersebut tidak sengaja mengenai paha RiRi. RiRi menjerit kesakitan, sebuah memar muncul di pahanya. Air matanya bercucuran, namun kali ini bukan karena kesedihan, melainkan karena kemarahan dan ketidakadilan.

RiRi mengadukan kejadian tersebut kepada guru, namun guru tersebut justru bereaksi dengan cuek dan masa bodoh. 'Gitu doang lebay!' ujarnya dengan sinis. Perlakuan guru tersebut membuat RiRi semakin marah dan kecewa.

RiRi menahan tangisnya, luka di pahanya berdenyut nyeri, namun rasa sakit itu tak sebanding dengan rasa kecewa yang menghantam hatinya.

Gumaman lemah keluar dari bibirnya, "Padahal… ini sakit… tapi dibilang lebay… sedangkan Tia… hanya ditarik kerudungnya… dibela-belain… Sebenarnya… tugas guru itu membela yang benar atau yang salah, sih?" Air matanya mengalir deras, mencerminkan kekecewaan yang mendalam. Tatapannya kosong, menatap ke hampa, seperti mencari jawaban dari pertanyaan yang menghantuinya.

...✧༺♥༻✧...

Sejak kejadian di sekolah, RiRi berubah. Ia menjadi pendiam dan menutup diri, menghindari interaksi dengan orang lain. Hanya kertas dan pensil yang menjadi teman sejatinya. RiRi mencurahkan semua perasaannya ke dalam gambar-gambar yang ia buat, mencoba melarikan diri dari kenyataan pahit yang terus menghantuinya.

Hari-hari berlalu dengan cepat, dan tiba lah hari praktek Pramuka. Pak Ali, guru Pramuka yang selalu memojokkan RiRi, kembali memperlihatkan sikap tidak menyenangkannya. Dengan santai, ia melemparkan sindiran tajam tentang pekerjaan ayah dan keluarga RiRi, membuat anak-anak lain tertawa terbahak-bahak. RiRi merasa sakit hati, namun ia mencoba untuk tetap kuat.

Jam istirahat tiba, RiRi seperti biasa mengunci diri di kelas, menghibur diri dengan pulpen dan buku yang dibawanya.

Namun, keheningan itu pecah ketika Ian, teman sekelasnya yang suka menjahili RiRi, mendekati meja RiRi. "Eh… Inces… mau ke mana, sih? Haha…" ujar Ian dengan nada mengejek.

Kali ini, RiRi tidak diam. Ia menatap Ian dengan tatapan tajam. "Lebih baik kau diam saja," jawab RiRi dengan suara yang tegas. Ian terkejut dengan reaksi RiRi,

"Wah… serem… bisa marah rupanya…" ujarnya dengan nada yang sedikit takut. RiRi kembali ke kelasnya, namun ia melihat tasnya sedang dilempar-lempar oleh beberapa teman laki-lakinya.

Anak perempuan lainnya hanya memandang dengan cuek. "Bodoh! Itu tasku!" teriak RiRi kesal. Tasnya jatuh ke lantai tiga, isi tasnya berhamburan.

...✧༺♥༻✧...

...Bersambung......

1
Ytta
kejam banget
Little Fox🦊_wdyrskwt: iyaa karna ini bukan hanya sekedar cerita tapi kisah nyata autor sendiri
total 1 replies
putribulan
aku mampir kak
Dhiyaandina
ayoo semangat lanjut update kak✨
Little Fox🦊_wdyrskwt: iyooo tunggu selanjutnya iya😍😍
total 1 replies
⚖️Teͥ🆁eͣsͫa🦐♚⃝҉𓆊
semangat berkarya
Little Fox🦊_wdyrskwt: terima kasih
total 1 replies
Little Fox🦊_wdyrskwt
ku sudah mampir juga
yanah~
Mampir kak 🤗 semangat untuk bab selanjutnya 💪
Little Fox🦊_wdyrskwt: okeey arigatoo/Scream/
total 1 replies
Tuan Ketiga 塔塔
selamat tahun Baru 🎉🥳🎉🥳🎉🥳
Little Fox🦊_wdyrskwt: selamat tahun baru juga🎉🎉🎉🎇
total 1 replies
Luka Menjadi Cerita
Aku komentar pertama ☝
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!