NovelToon NovelToon
Dosa Dibalik Kebangkitan

Dosa Dibalik Kebangkitan

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Beda Usia / Cinta pada Pandangan Pertama / Kutukan / Fantasi Wanita / Kriminal dan Bidadari
Popularitas:974
Nilai: 5
Nama Author: Wati Atmaja

Di sebuah negeri yang dilupakan waktu, seorang jenderal perang legendaris bernama Kaelan dikutuk untuk tidur abadi di bawah reruntuhan kerajaannya. Kutukan itu adalah hukuman atas dosa-dosa yang dilakukannya selama perang berdarah yang menghancurkan negeri tersebut. Hanya seorang gadis dengan hati yang murni dan jiwa yang tak ternoda yang dapat membangkitkannya, tetapi kebangkitannya membawa konsekuensi yang belum pernah terbayangkan.
Rhea, seorang gadis desa yang sederhana, hidup tenang di pinggiran hutan hingga ia menemukan sebuah gua misterius saat mencari obat-obatan herbal. Tanpa sengaja, ia membangunkan roh Kaelan dengan darahnya yang murni.
Di antara mereka terjalin hubungan kompleks—antara rasa takut, rasa bersalah, dan ketertarikan yang tak bisa dijelaskan. Rhea harus memutuskan apakah ia akan membantu atau tidak.
"Dalam perjuangan antara dosa dan penebusan, mungkinkah cinta menjadi penyelamat atau justru penghancur segalanya?"

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wati Atmaja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ramalan Palsu

Kereta kuda melaju perlahan di jalan berbatu yang bergelombang. Malam yang gelap diselimuti angin dingin, membawa suara gemerisik dedaunan yang menyeramkan. Roda-roda kereta berderak di atas bebatuan, menghasilkan irama yang monoton namun menggema dalam kesunyian malam.

Di dalam kereta, seorang bayi kecil terbungkus kain hitam. Tubuhnya mungil, dan wajahnya memerah karena tangisan yang tiada henti. Setiap guncangan membuat tubuhnya terhuyung-huyung, seolah dunia di sekitarnya mengolok-olok kesedihannya. Tangisan bayi itu tak hanya meluapkan ketidaknyamanan fisiknya, tetapi juga menggambarkan rasa kehilangan yang dalam, meskipun ia belum mampu mengartikulasikan apa yang ia rasakan.

Angin malam menyelinap melalui celah-celah kereta, menusuk kulit bayi yang lembut. Bayi itu menggigil, matanya yang kecil memandang liar seolah mencari sesuatu yang tak ada di sekitarnya. Ia merasakan sebuah kekosongan yang asing, seolah dipaksa meninggalkan sesuatu yang telah menjadi bagian dari dirinya—keluarganya.

Kereta terus bergerak menuju istana. Jalan berbatu berubah menjadi tanah yang licin setelah hujan deras sebelumnya. Suara gemuruh guntur di kejauhan menambah suasana mencekam. Kota yang ditinggalkan kereta itu kini sunyi. Hanya bangunan-bangunan yang runtuh dan sisa-sisa perlawanan yang menjadi saksi bisu peristiwa malam itu—bayi tak berdosa telah diambil paksa oleh pihak kerajaan.

Di aula besar yang dingin dan megah, Raja Alden duduk di atas singgasananya yang terbuat dari emas dan berlian. Matanya tajam menatap para bawahannya yang berlutut di hadapannya.

"Apakah bayi itu sudah dijemput dengan baik?" tanya Raja dengan nada rendah namun tegas.

"Sudah, Yang Mulia," jawab salah satu pelayan dengan hormat. "Ia sedang dalam perjalanan menuju istana."

Raja mengangguk perlahan. "Bagus. Pastikan ia tiba dengan selamat. Tidak boleh ada kesalahan."

Ia kemudian berbalik kepada penasihat utamanya, seorang pria tua dengan janggut putih yang panjang. "Siapkan ritualnya. Aku ingin semua berjalan sesuai rencana. Bayi ini adalah tanda dari ramalan, dan aku tidak akan membiarkan takdir ini tergelincir."

"Ya, Yang Mulia," jawab penasihat itu dengan suara bergetar, antara takut dan hormat. "Namun, apakah Yang Mulia yakin ini keputusan yang tepat? Jika ramalan ini salah..."

Raja menatapnya tajam, membuat penasihat itu terdiam. "Ramalan itu adalah alat, dan aku adalah penguasa. Tidak ada yang salah jika aku yang menentukannya."

Suasana ruangan menjadi berat, penuh ketegangan yang tak terucapkan. Para pelayan segera bergerak untuk mempersiapkan ritual, sementara Raja tersenyum tipis, matanya memancarkan ambisi yang tak terukur.

Setelah sampai, bayi itu dibawa langsung ke kamar bayi yang telah di siapkan. Di dalam ruangan istana, sang raja mengamati bayi itu dengan tatapan penuh keraguan. Walau dia ingin sekali mempercayakan takdir kerajaan pada bayi malang itu. Raja Alistair juga dihantui oleh ketakutan. Raja Alistair bertanya dalam hatinya, bagaimana jika bayi ini, setelah mengetahui kenyataan, memilih berpihak pada Kaelan? Bayi yang dianggap sebagai reinkarnasi itu mungkin tidak akan begitu mudah menerima takdir yang dipaksakan padanya. Raja itu tak bisa menahan rasa cemasnya, mempertanyakan apakah pengorbanan ini akan berbuah manis atau malah berbalik menjadi bumerang bagi kerajaan.

Di tengah halaman istana yang megah, suara tabuhan genderang dan nyanyian para pendeta menggema, memenuhi udara malam yang disinari cahaya bulan biru. Di atas altar yang dikelilingi oleh lilin-lilin raksasa, seorang bayi kecil dibaringkan, tubuh mungilnya terbungkus kain putih berhiaskan simbol-simbol kuno.

Para pendeta melingkari bayi itu, melantunkan mantra dalam bahasa kuno yang hanya dimengerti oleh segelintir orang. Setiap suku kata yang mereka ucapkan terdengar berat, seolah membawa dunia pada titik balik yang besar. Raja dan Perdana Menteri berdiri di belakang mereka, wajah mereka penuh kepuasan seolah kemenangan sudah dalam genggaman.

"Bayi ini adalah reinkarnasi Raja Kaelan," seru salah satu pendeta dengan suara lantang. "Dia adalah pemimpin yang telah dijanjikan oleh ramalan kuno. Mulai malam ini, dia adalah titisan agung yang akan membawa kedamaian dan kemakmuran!"

Tiba-tiba, seorang pengawal menyerahkan sebuah pedang kuno kepada pendeta utama. Pedang itu berkilauan di bawah cahaya bulan, gagangnya dihiasi batu safir biru. Pendeta itu mengangkat pedang tinggi-tinggi, lalu dengan hati-hati menyentuhkan ujungnya ke dahi bayi, seperti memberikan restu ilahi.

"Ayo kita persembahkan darahnya kepada para leluhur," ucap pendeta itu, lalu dengan pisau kecil, ia melukai ujung jari bayi untuk meneteskan darah ke dalam mangkuk perak. Darah itu bercampur dengan cairan hitam yang diaduk perlahan.

Perdana Menteri melangkah maju, mengambil mangkuk itu, dan mengangkatnya ke udara. "Mulai sekarang, rakyat akan tahu bahwa raja sejati telah lahir kembali. Malam ini adalah awal dari kejayaan kita!"

Rakyat yang berkumpul di luar istana bersorak, memuja nama Kaelan yang seharusnya milik orang lain.

Kaelan duduk di sudut ruangan, matanya terpaku pada selembar koran yang baru saja ia temukan di meja kayu. Judul besar di halaman depan langsung menarik perhatiannya: "Ramalan Kuno Terpenuhi: Reinkarnasi Raja Kaelan Telah Lahir!"

Tangannya gemetar saat membaca paragraf berikutnya:

"Setelah berabad-abad penantian, akhirnya ramalan besar telah terwujud. Seorang bayi laki-laki lahir di bawah cahaya bulan biru, tanda ilahi bahwa Raja Kaelan yang agung telah kembali dalam wujud baru. Bayi tersebut kini berada dalam perlindungan istana dan telah dinobatkan sebagai pewaris takhta untuk memimpin kerajaan menuju masa depan yang gemilang."

Kaelan mengerutkan kening. "Reinkarnasi? Aku masih hidup," gumamnya, nada suaranya penuh kemarahan bercampur kebingungan.

Berita itu melanjutkan dengan rincian yang membuat dadanya semakin sesak:

"Menurut tradisi kuno, kelahiran bayi ini disambut dengan upacara suci yang dihadiri oleh Raja dan Perdana Menteri. Rakyat dari seluruh penjuru negeri percaya bahwa ini adalah jawaban atas penderitaan mereka selama bertahun-tahun. Bayi tersebut telah menunjukkan tanda-tanda kebesaran Kaelan—mata biru seperti samudra dan tanda lahir berbentuk bulan di lengannya."

Kaelan memukul meja dengan keras. "Mereka menggunakan namaku untuk menipu rakyat. Aku, Kaelan yang asli, justru dilupakan!"

Rea, yang baru saja masuk ke ruangan, menatap Kaelan dengan tatapan prihatin. "Apa yang terjadi?"

Kaelan menyerahkan koran itu padanya tanpa sepatah kata. Rea membaca dengan cepat, ekspresinya berubah dari penasaran menjadi geram. "Mereka benar-benar memutarbalikkan kebenaran. Bayi ini bagaimana bisa mereka mengklaim dia sebagai dirimu?"

Kaelan menggeleng. "Itulah yang ingin aku ketahui. Mereka tahu aku masih hidup, tapi mereka memilih menciptakan 'Kaelan baru' untuk memperkuat kekuasaan mereka. Ini bukan sekadar kebohongan; ini pengkhianatan terhadap sejarah."

Rea mengepalkan tangannya. "Mereka tidak akan bisa menyembunyikan kebenaran selamanya. Kita akan membuktikan bahwa Kaelan yang asli masih di sini dan tidak akan membiarkan mereka merampas takdirmu."

"Rea, kita harus tahu bayi siapa yang di jadikan menjadi diriku. Aku takut bahwa ini adalah korban dari kerajaan." kata Kaelan dengan penuh emosi.

Reapun menenangkan Kaelan dengan membelai bahunya. Kemudian Rea tersenyum.

"Kalau begitu, kita harus berdiskusi dengan kelompok orde bulan biru. Kalau benar bayi itu bayi tidak bersalah, kita harus mengambil tindakan."

''Benar kamu Rea. Terima kasih kamu hadir dalam hidupku." kata Kaelan dengan senyuman yang manis.

Kaelanpun keluar dari ruangan. Dia memanggil kelompok orde bulan biru untuk berkumpul.

1
seftiningseh@gmail.com
menurut aku episode satu di novel ini sangat bagus aku tarik baru baca sedikit menurut aku pribadi novel ini memiliki sedikit nuansa fantasi
semangat terus yaa berkarya
oh iya jangan lupa dukung karya aku di novel istri kecil tuan mafia yaa makasih
Wati Atmaja: terima kasih ya komentarnya.Aku makin semangat.
total 1 replies
Subaru Sumeragi
Begitu terobsesi sama cerita ini, sampai lahap ngelusin buku dari layar!
Wati Atmaja: makasih kaka. tambah semangat nulis cerita ya
total 1 replies
naruto🍓
Penulis berhasil menghadirkan dunia yang hidup dan nyata.
Wati Atmaja: terima kasih atas komentarnya /Heart/
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!