Sekretaris Meresahkan
Sekretaris Meresahkan
Deskripsi
POV Devan
Mimpi apa aku semalam, mendapatkan sekretaris yang kelakuannya di luar prediksi BMKG.
"MAS DEVAAAAAAANNN!!!" Teriakan kencang Freya berhasil menarik perhatian semua orang yang ada di sekitarnya.
"Teganya Mas meninggalkanku begitu saja setelah apa yang Mas perbuat. Mas pikir hanya dengan uang ini, bisa membayar kesalahanmu?"
Freya menunjukkan lembaran uang di tangannya. Devan memijat pelipisnya yang tiba-tiba terasa pening. Dengan langkah lebar, Devan menghampiri Freya.
"Apa yang kamu lakukan?" geram Devan dengan suara tertahan.
"Kabulkan keinginan ku, maka aku akan menghentikan ini," jawab Freya dengan senyum smirk-nya.
"Jangan macam-macam denganku, atau...."
"AKU HAMIL ANAKMU, MAS!!! DIA DARAH DAGINGMU!!"
"Oh My God! Dasar cewek gila! Ikut aku sekarang!"
Dengan kasar Devan menarik tangan Freya, memaksa gadis itu mengikuti langkah panjangnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ichageul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gombalan Ega
"Ayo duduk dulu, kita ngobrol dulu. Ke depannya kita akan berkerja bersama, tentu saja harus saling kenal. Tak kenal maka tak sayang. Jadi harus saling mengenal dulu baru bisa sayang-sayangan."
Ganjar memutar bola matanya mendengar gombalan receh Ega. Devan melemparkan bantal sofa dan tepat mengenai kepala sang asisten. Namun Ega tak mempedulikannya. Dia terus saja mengajak Freya berbincang agar bisa lebih dekat.
"Kalau Pak Ganjar kerja di bagian apa?"
"Humas, tepatnya di bagian Media Corporate. Umur kamu berapa sih?"
"22 jalan 23."
"Wah kalau begitu lebih tua kamu setahun ya. Jangan panggil Bapak lah, panggil nama aja. Kan kita seumuran ini."
"Oke deh. Kalau Pak Ega asistennya Pak Devan ya?"
"Iya. Jangan panggil aku Bapak, ngga enak ah dengarnya."
"Panggil apa atuh? Abang, Akang atau Mas?"
"Samain aja kaya Ganjar, panggil nama aja langsung, Ega."
"Ngga sopan atuh. Kalau Pak Ega kan udah tua. Ngga sopan kalau saya panggil nama aja."
"Hahaha.."
Tawa Devan langsung meledak mendengar ucapan polos Freya. Setali tiga uang, Ganjar pun tidak bisa menahan tawanya. Hanya Ega saja yang nampak shock mendengar ucapan gadis di dekatnya ini.
"Ya ampun, aku masih mudah loh. Masih 30 tahun. Yang tua tuh Bos Devan, udah 32 tahun masih jomblo."
"Eh sesama jomblo jangan saling menjatuhkan," timpal Ganjar.
"Kalau aku kan bentar lagi masa jomblonya bakal berakhir. Nih calonnya udah ada di dekatku," Ega melirik Freya ketika mengatakan itu.
"Maaf Pak Ega, saya belum mau memikirkan pernikahan."
"Aku ngga memaksa sekarang. Aku akan menunggumu."
"Jangan Pak. Rencana saya menikah mungkin lima tahunan lagi. Kalau Bapak nunggu saya, takutnya malah ketuaan nantinya."
"Hahaha.."
Kembali suara tawa Devan dan Ganjar terdengar. Entah mengapa Devan puas sekali melihat kedongkolan di wajah Ega. Karena masih ada pekerjaan yang harus diselesaikan, Freya pun berpamitan. Gadis itu segera keluar dari ruangan Devan.
"Astaga, mulut tuh sekretaris doll banget ngga ada remnya."
"Hahaha.. aku bilang juga apa. Jangan dilihat penampilan luarnya aja. Aslinya bikin bengek ngobrol sama dia."
"Abang nemu sekretaris antik itu di mana?" tanya Ganjar.
Devan pun menceritakan awal pertemuannya dengan Freya. Tidak disangka, sekretaris yang disiapkan Mamanya ternyata adalah gadis yang sudah membuatnya malu. Di luar kinerjanya yang baik, Devan seting dibuat kesal dengan perkataan dan tingkah tengil sekretarisnya. Tawa Ganjar dan Ega langsung terdengar begitu Devan selesai dengan ceritanya.
"Kalau begitu si Freya cocok buat Abang. Mending Bang Ega ngalah aja. Kasihkan aja Freya buat Bang Devan."
"Aku nyerah, Jar. Dengar omongannya tadi buat aku pikir ulang buat ngejar dia. Emang cocoknya buat si Bos aja, biar hidupnya lebih berwarna."
"Ck..."
Setelah cukup berbincang dengan Devan, Ega dan Ganjar segera kembali ke ruangan masing-masing. Sebelum pergi, Devan meminta Ega mempelajari beberapa berkas tentang kerja sama dengan PT. Samudra. Besok proyek kerja sama dengan tersebut sudah dimulai. Sebelum menuju ruangannya, Ega meminta berkas yang dimaksud pada Freya.
***
Freya sudah siap dengan pakaian kerjanya. Seperti biasa setiap pagi dia harus ke rumah Devan dan berangkat bersama pria itu menuju kantor. Freya mengambil helm yang sudah dibelikan oleh Devan. Tidak tanggung-tanggung, Devan membelikannya helm full face. Tentu saja hal itu diprotes oleh Freya. Helm yang dibelikan Devan tidak cocok dengan motor yang dipinjamkan Devan untuknya.
Ega baru sampai di kediaman Devan ketika motor yang dikendarai Freya berhenti di depan rumah atasannya. Setelah memarkirkan motornya, gadis itu membuka helm yang dikenakannya. Ega terpingkal melihat Freya yang datang menggunakan motor RONDA BIT mengenakan helm full face.
"Hahaha.. kirain pembalap dari mana?" ujar Ega sambil terpingkal.
"Tau tuh kelakuan Pak Devan."
"Kamu harusnya bersyukur saya belikan helm full face, daripada saya kasih helm proyek."
"Suka-suka Bapak ajalah. Uang juga uang Bapak bukan punya saya."
"Ayo berangkat."
Devan melemparkan kunci mobil pada Ega. Bergegas pria itu masuk ke dalam mobil dan duduk di belakang kemudi. Devan membuka pintu bagian belakang, sementara Freya duduk di samping Ega. Selama dalam perjalanan, Freya membacakan jadwal Devan yang ternyata cukup padat hari ini.
***
Mina dan Banu sampai di Jakarta. Keduanya langsung menuju kedai kopi, tempat di mana mereka menemukan keberadaan Freya. Ketika mereka sampai, kedai kopi tersebut sudah ramai didatangi pengunjung. Mina segera menuju meja kasir untuk memesan minuman. Tak lupa dia membawa ponselnya. Tentu saja dia hendak menanyakan keberadaan Freya. Cukup lama gadis itu menunggu gilirannya tiba.
"Pesan iced cappucinonya dua," ujar Mina.
"Minum di sini atau bawa pulang?"
"Minum di sini."
Sang kasir segera memproses transaksi. Mina mengeluarkan uang untuk membayar pesanannya. Sambil menunggu uang kembalian, gadis itu mencari foto Freya di ponselnya lalu memperlihatkannya pada sang kasir.
"Maaf Mbak, saya mau tanya. Pernah lihat orang ini ngga?"
Sang kasir melihat wajah Freya dengan seksama. Tentu saja dia langsung mengenali Freya karena gadis itu sering datang untuk membeli kopi dan camilan.
"Iya, pernah."
"Mbak tahu ngga, dia kerja di mana?"
"Aduh saya ngga tahu."
"Dia sering ke sini?"
"Iya."
"Kalau datang suka jam berapa?"
"Ngga tentu, kadang pagi, kadang siang."
"Oh gitu. Tiap hari dia ke sini?"
"Ngga juga."
"Oke makasih, Mbak."
Mina mengakhiri interogasinya. Dia kembali ke meja di mana ayahnya berada dengan membawa dua minuman di tangannya.
"Gimana?" tanya Banu tak sabar.
"Freya memang sering ke sini. Tapi waktunya ngga tentu juga. Kadang pagi, kadang siang dan ngga tiap hari juga."
"Waduh. Terus gimana?"
"Ya mau ngga mau kita harus stand by di sini, Pa."
"Bisa jebol dompet kalau ke sini terus. Mana waktunya ngga tentu juga. Teman Papa ngga bisa nampung, rumahnya kecil. Papa udah cari informasi. Di sini ada home stay, biayanya tiga ratus ribu semalam. Ngga akan cukup uang yang dikasih Pak Santo."
"Bapak minta lagi aja ke Pak Santo."
"Kalau dia ngga mau ngasih gimana?"
"Pasti mau. Kan dia ngebet banget sama Freya."
Kepala Banu mengangguk. Mau tidak mau dia memang harus meminta uang lagi pada Santo. Tidak mungkin mereka tinggal dan menunggu Freya sampai muncul jika tidak ada uang. Sambil meminum pesanannya, pria itu berusaha merangkai kalimat agar Santo mau memberikan uang lagi padanya.
***
"Freya.. tolong belikan kopi dan makan siang," ujar Devan.
"Siap, Pak."
"Beli empat porsi untuk Ega dan Ganjar juga. Kalau kopinya tanya aja mau apa."
"Siap, Pak."
Freya segera keluar dari ruangan Devan. Sebelum pergi, dia menghubungi dulu Ega dan Ganjar melalui telepon ekstensi untuk mengetahui pesanan mereka. Setelah mengetahui pesanan keduanya, Freya bergegas keluar dari kantor. Lebih dulu dia menuju cafe yang ada di sebelah kedai kopi untuk membeli makan siang.
Sementara di kedai kopi, nampak Mina dan Banu sudah berada di sana. Sudah seminggu lamanya mereka berada di Jakarta. Santo berbaik hati mau mengirimkan uang lagi pada mereka karena pria itu sangat ingin menikahi Freya dan Banu meyakinkan pria itu kalau bisa membawa Freya pulang. Mereka duduk di bagian luar kedai agar lebih mudah melihat siapa saja yang keluar masuk.
Setelah membeli makan siang, Freya segera menuju kedai kopi. Sebelah tangannya membawa bungkusan yang berisi makan siang mereka. Ketika Freya mendekati kedai kopi, mata Mina menangkap kedatangan gadis itu. Dia menepuk lengan sang ayah.
"Pa.. itu Freya kan?"
Pandangan Banu langsung tertuju pada seorang gadis yang mengenakan pakaian kerja rapih. Walau penampilan Freya sedikit berbeda, namun dia yakin sekali kalau itu adalah keponakannya. Yakin kalau gadis yang baru akan masuk ke dalam kedai adalah orang yang ditunggunya, pria itu segera mendekat lalu menghalangi jalan Freya.
"Freya.."
***
Waduh🙀
susulin mas Devan...