NovelToon NovelToon
5 Hari Sebelum Aku Koma

5 Hari Sebelum Aku Koma

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Romantis / Spiritual / Balas Dendam / Horror Thriller-Horror / Suami Hantu
Popularitas:7.6k
Nilai: 5
Nama Author: Maylani NR

5 hari sebelum aku koma, ada sesuatu yang janggal telah terjadi, aneh nya aku tidak ingat apa pun.
__________________

"Celine, kau baik-baik saja?"

"Dia hilang ingatan!"

"Kasian, dia sangat depresi."

"Dia sering berhalusinasi."
__________________

Aku mendengar mereka berbicara tentang ku, sebenarnya apa yang terjadi? Dan aneh nya setelah aku bangun dari koma ku, banyak kejadian aneh yang membuat ku bergidik ketakutan.

Makhluk tak kasat mata itu muncul di sekitar ku, apa yang ia inginkan dari ku?
Mengapa makhluk itu melindungi ku?
Apakah ini ada hubungan nya dengan pria bermantel coklat yang ada di foto ku?

Aku harus menguak misteri ini!
___________________

Genre : Horror/Misteri, Romance

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maylani NR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Harga sebuah kebenaran

Desa Zwaar diselimuti kegelapan malam yang pekat, hanya diterangi oleh remang-remang lampu jalanan yang sudah tua. Di sebuah rumah tua di ujung desa, Jems berdiri dengan angkuh di depan pintu bersama tiga bodyguard nya.

Tok, tok, tok!

Suara ketukan pintu bergema di keheningan malam.

Pintu itu terbuka perlahan, memperlihatkan sosok nenek Ema, seorang wanita tua dengan rambut keperakan yang tersisir rapi. Matanya yang tajam, meski dilapisi keriput di wajahnya, namun memancarkan aura yang tidak biasa. Senyuman kecil terukir di bibirnya, saat berhadapan dengan tamu di depannya.

"Wah, ada tamu rupanya," sapa nenek Ema dengan suara ramah.

"Selamat malam," Jems memulai dengan sopan namun tegas. "Apa benar anda adalah nenek Ema, dukun sakti di desa ini?"

Senyum nenek Ema semakin melebar. "Benar sekali. Dan kedatanganmu ke sini tentu karena ingin menanyakan tentang Celine, bukan?"

Jems terkejut, matanya melebar. "Ba-bagaimana bisa nenek—"

Nenek Ema memotongnya dengan tenang. "Aku bisa membacanya, bahkan sejak pertama kali melihat wajahmu. Wajahmu membawa pertanyaan yang jelas."

"Begitu ya..." Jems berusaha menguasai dirinya. "Tidak diragukan lagi, anda memang dukun yang hebat." Nada suaranya berubah menjadi penuh rasa hormat.

Nenek Ema tertawa kecil, lalu membuka pintunya lebar-lebar. "Masuklah, Tuan. Kita bicara di dalam, malam di luar terlalu dingin untuk nenek tua seperti ku."

"Terima kasih, Nek," kata Jems sambil melangkah masuk. Ia memberi isyarat pada bodyguard-nya untuk tetap berjaga di luar.

"Kalian tetap di sini!" seru Jems pada para bodyguard.

"Baik tuan Jems," jawab mereka.

.......

.......

.......

Di dalam rumah, aroma dupa bercampur dengan kayu tua memenuhi udara. Cahaya lilin yang redup memantulkan bayangan aneh di dinding, menciptakan suasana yang mistis. Nenek Ema berjalan perlahan ke ruang tengah, mengisyaratkan Jems untuk duduk di kursi kayu tua yang sudah mulai sedikit reyot.

"Duduklah! Tuan," ujar nenek Ema dengan nada ramah, namun tatapannya tajam, seolah sedang membaca isi hati Jems.

"Baik," jawab Jems singkat.

Jems duduk di kursi kayu tua itu, kayunya berderak pelan saat ia menggeser posisi duduknya.

Nenek Ema melangkah perlahan menuju lemari kecil di sudut ruangan, membuka pintunya, dan mengeluarkan sebuah kotak peralatan yang tampak kuno. "Mau minum sesuatu, Tuan?" tawarnya, sambil menaruh kotak itu di atas meja.

"Tidak perlu, Nek. Aku hanya sebentar saja," kata Jems. Saat nenek Ema sibuk dengan kotaknya, Jems mengambil kesempatan untuk mengeluarkan alat penyadap kecil dari sakunya. Dengan gerakan hati-hati, ia meletakkannya di bawah meja. Alat itu online, langsung terhubung ke laptop milik Devid yang menunggu di tempat lain.

Nenek Ema duduk di kursinya, menatap Jems dengan senyuman penuh makna. "Baiklah, kalau begitu, apa yang ingin kau tanyakan pada ku?" tanyanya, seraya meletakkan tangannya di atas kotak itu.

Jems merasakan udara di ruangan itu berubah, seolah lebih berat dari sebelumnya. Namun, ia menegakkan punggungnya dan menatap nenek Ema dengan penuh keyakinan. "Nona Celine tiga hari yang lalu pernah datang ke rumah nenek, bukan? Apa yang dia lakukan di sini?"

Jems mengeluarkan sebuah bungkusan kertas coklat berisi setumpuk uang dan meletakkannya di atas meja. Mata nenek Ema melirik sekilas ke arah bungkusan itu, namun senyumnya tetap sama.

"Beritahu aku nek!"

"Celine datang ke sini dengan hati yang berat. Ada rahasia besar yang ingin dia ungkap, sesuatu yang hilang dalam ingatan nya." kata nenek akhirnya. "Dan dia datang ke sini meminta bantuanku untuk mengingat masa lalunya."

Jems terperanjat. "Apa? Lalu, nenek membantu dia?"

Nenek Ema mengangguk ringan. "Aku membantu nya sedikit, sisanya aku membiarkan dia mencari tau sendiri. Sejujurnya, aku ingin melihatnya kembali berkomunikasi dengan... dia."

"Dia?" Jems memicingkan mata. "Siapa yang nenek maksud dia?"

Nenek membuka kotak peralatannya perlahan, bau dupa bercampur dengan rempah-rempah segera memenuhi udara. "Suaminya," jawab nenek Ema dengan tenang.

"Suaminya?" Jems mengulang dengan nada terkejut. "Nenek sedang tidak bercanda, kan?"

"Tidak, aku berkata yang sebenarnya," kata nenek, tatapannya lurus ke arah Jems.

"Tapi, Nek," kata Jems dengan suara rendah namun penuh rasa ingin tahu, "Suaminya sudah lama tewas. Bagaimana bisa dia berkomunikasi dengan orang yang sudah mati?"

Nenek Ema menutup kotaknya dengan hati-hati, lalu melipat tangannya di atas meja. "Suaminya memang sudah meninggal, tapi jiwa suaminya tidak sepenuhnya meninggalkan dunia ini. Dia terikat oleh dua dunia yang tidak bisa ku jelaskan pada mu."

"Dua dunia?"

Ruangan yang semula sunyi berubah tegang ketika Jems mengeluarkan setumpuk uang lagi, menaruhnya di atas meja di hadapan nenek Ema. Wajahnya penuh ambisi. "Beri tahu aku, Nek! Lebih banyak tentang suaminya!" desaknya, suaranya terdengar hampir memerintah.

Namun, nenek Ema hanya menatap uang itu dengan dingin, lalu menggeleng pelan. "Maaf, aku tidak bisa untuk yang ini."

"Kenapa, Nek?" Nada Jems berubah kecewa.

"Karena aku tidak ingin berurusan dengannya," jawab nenek Ema dengan nada tegas. "Dia bukan hantu biasa, dia memiliki kekuatan yang tidak bisa diukur dengan kemampuan sepertiku. Aku lebih takut pada dia, daripada siapa pun, bahkan kau."

Jems, yang tak menyerah begitu saja, kembali mengeluarkan setumpuk uang yang lebih banyak, kali ini dengan nada penuh tekanan. "Katakan, Nek! Aku akan memberikan berapa pun uang yang nenek minta!"

Nenek Ema menatap Jems dengan raut wajah yang kini berubah menjadi tidak ramah. "Nyawaku tidak bisa diukur dengan uang, Tuan Jems. Aku juga peringatkan padamu dan Boss mu—yang kalian hadapi bukanlah manusia. Kalian akan mendapatkan masalah besar jika terus menghancurkan kebahagiaan pasangan yang memiliki cinta abadi itu."

"Apa?" Jems tertegun.

Nenek Ema mendesah panjang sebelum menambahkan, "Aku membaca masa lalu mu, Tuan Jems. Kau sudah terlalu banyak melakukan dosa. Jika kau tidak berhenti sekarang, hidupmu akan berakhir tragis."

Ucapan itu membuat Jems berdiri dengan angkuh, menatap nenek Ema dengan penuh arogansi. "Baiklah, kalau nenek tidak bisa diajak bekerja sama, aku akan pergi," katanya dengan nada dingin.

Ia meraih ponselnya, menekan nomor Devid, dan berbicara dengan suara rendah. "Tuan ..." suara Devid terdengar samar-samar dari balik telpon milik Jems, seperti memerintahkan sesuatu pada Jems.

"Baiklah tuan," jawab Jems singkat sebelum mengakhiri panggilannya. Ia lalu memasukkan ponselnya ke dalam saku, dan mengambil sesuatu dari balik jas hitamnya. Sebuah pistol berkilau di tangannya.

Jems menoleh ke arah nenek Ema untuk terakhir kalinya. "Nek, aku tanya sekali lagi. Apakah nenek akan membantu kami? Kami akan memberikan berapa pun uang yang nenek butuhkan."

Namun, nenek Ema tetap teguh. "Tidak," jawabnya dengan tegas. "Aku lebih takut pada Briyon daripada pada kalian, dan kau sebaiknya juga begitu."

Wajah Jems berubah dingin. Ia mengangkat pistolnya, mengarahkan larasnya tepat ke arah nenek Ema. "Baiklah, kalau itu pilihan nenek."

Dooor!

Suara tembakan bergema di seluruh rumah. Nenek Ema terjatuh dari kursinya, tubuhnya tergeletak bersimbah darah di lantai. Wajahnya tetap tenang meskipun peluruh itu melesat memasuki bahu kirinya.

Jems menurunkan pistolnya, menghela napas panjang seolah tindakan itu hanyalah tugas biasa. Ia berjalan keluar ruangan dengan langkah percaya diri, diikuti oleh tiga bodyguard nya.

Tap tap tap!

Langkah-langkah berat mereka menjauh, meninggalkan nenek Ema yang kini tergeletak di lantai rumahnya yang remang-remang.

Namun, sesaat setelah pintu tertutup, lilin di sudut ruangan mendadak padam dengan sendirinya. Udara berubah dingin, dan aroma dupa yang semula samar kini menguar lebih kuat.

...Bersambung ......

1
Ulfa Ariani
good Briyon 👌🏻🔥
Ulfa Ariani
iri aja, Briyon juga udah profesional kelezzzz
Nanda Sari
maaf ya reina, briyon udah punya Celine:)
Syelina Putri
nah bagus briyon ajak istri mu makan bareng. 😤
ball
lanjutin aja Briyon biar dia kaget -______-
ball
maaf ya mba Reina dia suami orang. 😑
Gebi Simamora
jgn tarik tarik Briyon heh sana cewek lenjeh /Grimace/
Gebi Simamora
gak enak juga ya kalau harus nutupin, gak bisa bareng-bareng 🥺
Acil Supriadi
hadewwwwhhh kasian Celine
Acil Supriadi
belum apa-apa udah cemburu😒 situ siapa ya?
Acil Supriadi
wahhh Reina suka Briyon nih kaya nya 😔
Ellana_michelle
Noooo😭
Tania Laras
aku jadi Celine sakit hati/Cry/
Syelina Putri
tanda tanda tukang tikung
Sasa Bella
iya si devid kek nya posesif+ obsesi bgt sama Celine 😒
Sasa Bella
terus aja nyari alasan 🗿
Tania Laras
apaan si devid uler banget
AmSi
bermuka dua/Speechless/
ball
gak tau kenapa ya, kesel bgt sama si devid
Gebi Simamora
ngeles mulu kaya bajai si reina/Right Bah!/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!