Tak perlu menjelaskan pada siapapun tentang dirimu. Karena yang menyukaimu tak butuh itu, dan yang membencimu tak akan mempercayainya.
Dalam hidup aku sudah merasakan begitu banyak kepedihan dan kecewa, namun berharap pada manusia adalah kekecewaan terbesar dan menyakitkan di hidup ini.
Persekongkolan antara mantan suami dan sahabatku, telah menghancurkan hidupku sehancur hancurnya. Batin dan mentalku terbunuh secara berlahan.
Tuhan... salahkah jika aku mendendam?
Yuk, ikuti kisah cerita seorang wanita terdzalimi dengan judul Dendam Terpendam Seorang Istri. Jangan lupa tinggalkan jejak untuk author ya, kasih like, love, vote dan komentarnya.
Semoga kita semua senantiasa diberikan kemudahan dalam setiap ujian.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hawa zaza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DTSI 23
"Ningsih pasti tidak akan mau, Bu. Karena semua surat suratnya dia yang bawa. Tapi nanti coba Wandi telpon ke Ningsih, biar dia ganti dengan uang saja. Lagian motor itu belinya pakai uangku." Sahut Wandi yang memang punya rencana untuk meminta motor itu untuk Ningsih ganti dengan uang. Wandi benar benar sudah mati hati nuraninya, padahal motor itu ada dan bisa kebeli lantaran berkat kelapangan hati ningsih yang rela tidak menerima nafkah dari Wandi, karena gaji Wandi waktu itu hanya cukup untuk setoran kredit motor. Ningsih harus berjuang sendirian untuk memenuhi kebutuhan hari harinya, apalagi Salwa waktu itu masih kecil dan butuh susu.
***************************************
Pagi pagi sekali Ningsih sudah dibuat panik dengan keadaan Salwa yang demam tinggi, wajahnya pucat dan bibirnya juga terlihat kering. Bahkan Salwa mutah mutah terus sejak semalam, tapi suhu tubuhnya tidak sepanas pagi ini.
"Nak minum obatnya dulu ya, habis ini mama bawa ke klinik." Ningsih sudah sangat cemas dengan keadaan sang anak, karena sejak kecil Salwa memang sudah sering sakit sakitan. Salwa hanya mengangguk lemah dan meminum obat yang disodorkan Ningsih dengan tubuh yang sudah lemah.
"Nduk, keadaan Salwa gimana?" Bu Yati berjalan pelan untuk melihat keadaan cucunya, wajahnya ikut panik dan juga sangat cemas melihat keadaan Salwa yang terkulai lemah.
"Masih panas, Bu. Habis ini mau Ningsih bawa ke klinik, Ningsih mau mandi sebentar dan minta pak Sugeng untuk antar dengan becaknya." Sahut Ningsih dengan suara bergetar.
"Telpon adikmu, nduk. Biar dia bantuin kamu kalau memang Salwa harus di rawat." Sambung Bu Yati yang tak tega melihat anak sulungnya pontang panting sendirian.
"Insyaallah Ningsih bisa, Bu. Kasihan Rina, perutnya sudah besar begitu. Takutnya dia kenapa kenapa karena kecapean. Ibu gak papakan kalau di rumah sendirian?" Sahut Ningsih yang memang tak tega terlalu melibatkan adiknya yang tengah hamil.
"Ya gak papa to, wong ibu juga sudah bisa jalan. Kamu gak usah mencemaskan ibu, insyaallah ibu akan baik baik saja. Lebih baik kamu cepetan mandi dan bawa Salwa ke klinik, kasihan dia sudah lemes begitu." Sahut Bu Yati, lalu memilih duduk di tepi ranjang untuk menemani sang cucu.
Ningsih dengan tergesa gesa membersihkan dirinya dan berganti pakaian seadanya, lalu memanggil tetangganya yang tukang becak untuk meminta antarkan ke klinik yang memang tidak jauh dari rumah, kira kira hanya sekitar tiga atau empat ratus meteran saja.
Bu Yati menatap iba pada anak perempuannya, Ningsih sejak kecil sudah hidup serba kekurangan dan mandiri. Dia sudah terbiasa hidup sengsara dan melakukan semua sendirian. Ningsih terlalu mandiri dan bermental baja.
"Semoga penderitaanmu segera berakhir, nduk. Suatu saat kamu akan menemukan seseorang yang tepat, yang bisa memperlakukan kamu layaknya wanita terhormat. Maafkan ibu yang sampai saat ini belum bisa memberikan kebahagiaan yang layak untukmu." Gumam Bu Yati setelah kepergian Ningsih dengan air mata yang sudah membasahi pipi keriputnya.
***********************************
"Panasnya sudah sejak kapan Bu, dedeknya?
Gak mau makan dan minum ya, kok sudah lemes begini?" Suara dokter membuyarkan kekalutan pikiran Ningsih.
"Sejak tadi malam, dok. Bagaimana keadaan anak saya?" Balas Ningsih dengan mata yang sudah berkaca kaca, tak tega melihat Salwa yang lagi lagi harus terkulai lemah di ranjang perawatan.
"Adiknya harus rawat inap ya, Bu. Dehidrasi ini, sudah lemes begini." Sahut dokter ramah, Salwa sudah menjadi pasien langganan tetap di klinik tersebut. Sehingga dokter dan para perawat sudah sangat hafal dengan gadis kecil itu.
"Iya, dok. Lakukan yang terbaik untuk kesembuhan anak saya." Sahut Ningsih pasrah, pikirannya mulai bercabang. Bingung dan sedih akan nasib pekerjaannya setelah ini. Mandor dimana dia bekerja sangat galak dan tak punya empati. Ningsih sudah diancam akan dikeluarkan jika dirinya meminta ijin untuk tidak masuk lagi. Namun sekuat tenaga, Ningsih berusaha iklas dan memasrahkan segalanya pada sang pemilik kehidupan.
"Mbak, bagaimana keadaan Salwa?" Tiba-tiba Rina dan Supri sudah ada di hadapan Ningsih dengan wajah cemas.
"Salwa harus dirawat, Rin. Kamu kok tau Salwa ada disini, siapa yang kasih tau?" Balas Ningsih menatap dalam adiknya dengan wajah lelahnya.
"Tadi mas Supri mau beli tembakau, terus aku ikut dan berniat mau jemput Salwa buat aku ajak nginep di rumahku. Tapi ibu bilang kalian ada di klinik, kami langsung kesini." Sahut Rina menjelaskan pada kakak satu satunya itu.
"Semalam badannya panas, pagi mutah mutah terus sampai dia lemes. Akhirnya harus rawat inap lagi disini." Sahut Ningsih yang menghembuskan nafasnya dalam, tatapannya kosong dengan pikiran yang semrawut.
"Yang sabar, mbak. Semoga Salwa cepat sehat dan baik baik saja. Mbak Ningsih ijin gak masuk lagi, kerjanya?" Balas Rina yang menatap iba pada Ningsih yang terlihat kusut. Sedangkan Supri sudah keluar untuk membeli cemilan dan air putih di mini market yang tak jauh dari klinik.
"Bagaimana lagi, Rin. Gak mungkin aku tinggalin Salwa dengan keadaan dia yang seperti ini. Kasihan kalau tidak ada aku, apalagi kamu juga sedang hamil besar dan ibu belum pulih benar. Bismillah saja, insyaallah ada hikmah dibalik semuanya." Sahut Ningsih sambil tersenyum kecil, matanya menatap sayu ke arah Salwa yang tengah tertidur karena efek obat yang diberikan oleh dokter.
"Coba hubungi bapaknya, mbak. Dia sekali kali juga harus ikut andil dengan keadaan anaknya. Biar tidak keenakan terus. Mas Wandi biar mikir kalau merawat anak sekaligus mencari nafkah itu tidak mudah. Aah maaf, aku kok jadi gregetan kalau ngomongin mantan suami kamu itu, mbak. Bawaannya pengin ngomel aja." Sahut Rina yang nampak kesal dan membuat Ningsih terkekeh kecil melihat adiknya yang emosi karena ulah Wandi.
☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️
jangan lupa mampir juga di karya aku yang lain.
Novel baru :
#Hati Yang Kau Sakiti
#Dendam terpendam seorang istri
Novel Tamat
#Anak yang tak dianggap
#Tentang luka istri kedua
#Tekanan Dari Mantan Suami (Tamat)
#Cinta dalam ikatan Takdir (Tamat)
#Coretan pena Hawa (Tamat)
#Cinta suamiku untuk wanita lain (Tamat)
#Sekar Arumi (Tamat)
#Wanita kedua (Tamat)
#Kasih sayang yang salah (Tamat)
#Cinta berbalut Nafsu ( Tamat )
#Karena warisan Anakku mati di tanganku (Tamat)
#Ayahku lebih memilih wanita Lain (Tamat)
#Saat Cinta Harus Memilih ( Tamat)
#Menjadi Gundik Suami Sendiri [ tamat ]
#Bidadari Salju [ tamat ]
#Ganti istri [Tamat]
#Wanita sebatang kara [Tamat]
#Ternyata aku yang kedua [Tamat]
Peluk sayang dari jauh, semoga kita senantiasa diberikan kesehatan dan keberkahan dalam setiap langkah yang kita jalani.
Haturnuhun sudah baca karya karya Hawa dan jangan lupa tinggalkan jejak dengan like, komentar dan love nya ya say ❤️
sekedar saran utk karya2 selanjutnya, kurangi typo, dan di setiap ahir bab jgn terlalu banyak yg terkesan menggantung.
semoga smakin banyak penggemar karyamu dan sukses. terus semangat.. 💪😊🙏
mksh ka/Kiss/sumpah ceritanya bagus buat candu
entah apa hukumnya wandi mentalak irma tanpa saksi juga ..syahkan cerainya. ktnya hrs dpn saksi jatuhin talak