~ hadirmu membuka luka lama yang susah payah kulupakan. _azzalea Smith.
~ berlarilah sejauh yang kau mau namun, ingat tidak ada tempatmu kembali selain kepelukanku. _Leonardo Alexander.
Bagaimana jadinya jika kenyamananmu terusik karena kehadiran seseorang dari masa lalu. Menghindar atau menyambut? Yuk ikuti kisah selengkapnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nilan sastia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
chapter 29
Kecewa sudah pasti, ia berusaha menguatkan hati. Sampai kapan Leon akan terus bermain di belakangnya. Ia memutuskan untuk mencari tahu sebelum semuanya terlambat. Ia tahu ini bukanlah akhir yang baik namun, ia tidak bisa untuk menunggu saja. Karena, belum tentu Leon memiliki kesadaran dan akan jujur. Bagaimana kalau tidak sama sekali yang rugi adalah Azalea.
Belum selesai dengan masalah masalalunya kini muncul masalah baru lagi. Azalea menghela nafasnya, hari ini begitu mengejutkan baginya. dengan hati yang was was ia memutuskan untuk keluar dari mobil dan ikut masuk. Siap gak siap ia harus hadapi apa pun itu yang akan ia lihat nanti.
Leon melangkahkan kaki dengan lebar memasuki ruangan. "bagaimana keadaannya?" tanya Leon pada paman bram.
"eh, Leon. Kamu sudah sampai" paman bram menoleh sebentar lalu ia kembali mengerjakan tugasnya. "dia hanya syok dengan berita yang didengarnya. Meski itu sudah berulang kali namun, baginya ini adalah pertama kalinya ia mendengarnya kembali. Karena kejadian kejadian lalu ia sudah melupakannya." jelas paman bram. Dokter yang bertanggung jawab atas ibu Leon.
"rasa trauma menjadi pemicu utamanya. Alam bawah sadarnya menolak untuk mengingat kejadian itu. lalu, ia berusaha melupakan bahkan menghapus memorinya sendiri. Dan ini adalah dampak terburuknya yaa.... seperti ini." terang lagi Dokter Bram. Lelaki paruh baya itu berjalan menghampiri Leon yang berdiri diambang pintu.
Tatapan mata Leon terus tertuju pada wanita paruh baya yang sedang terbaring tak sadarkan diri di atas ranjang. "Paman! Apakah sudah tidak ada jalan untuk ibuku sembuh? Ini sudah terlalu lama!" hati Leon begitu sakit melihat ibunya menderita seperti ini. tangannya mengepal dengan erat, emosinya menguar begitu saja. 'ini sudah kelewat batas' batin Leon.
"kita sudah berusaha, dan melakukan segala cara agar dia bisa merespon. Terapi, pengobatan dan semua alternatif lainnya sudah kita coba. Namun, pada akhirnya usaha kita sia sia disaat yang membuat traumanya kembali muncul di hadapannya." jawab Paman Bram. Memang benar ibu Leon mengalami trauma hingga merusak mentalnya. Dokter, Leon dan rumah sakit sudah berusaha untuk mengobatinya. Namun, selalu saja gagal karena kehadiran orang orang dari masa lalunya dan mengundang rasa trauma itu semakin dalam.
"argggggghhhhhhh, sialan!!" Leon meninju tembok kamar dan membuat punggung tangannya mengalami luka.
Dengan penuh amarah. "aku pastikan mereka akan membayarnya dengan mahal!" suara Leon terdengar gemetar karena menahan emosinya yang sudah mencapi ubun ubun.
"tenangkan dirimu nak, ibumu sangat membutuhkanmu. Jika kamu lemah, bagaimana kamu bisa mengurus ibumu." ucap Dokter Bram yang merupakan paman Leon.
"ibu membenciku karena mereka!" suara Leon penuh dengan tekanan. Bahkan urat urat lehernya muncul di permukaan karena emosinya yang sulit ia kendalikan. Leon melonggarkan dasi yang masih melekat dilehernya. Lelaki itu berjalan menuju meja dan menumpukkan kedua tangannya disana. Ia menekan dengan erat pinggiran meja untuk menyalurkan emosinya saat ini.
Dokter Bram menatap Leon dengan mata yang penuh simpati. "Leon, kamu sudah berjuang cukup lama untuk mengatasi masalah ini. Aku bangga dengan kekuatanmu itu. Jangan menyerah hanya karena masalah ini."
Leon menunduk, merasa sedih dan lelah. "Aku tidak tahu lagi, Paman. Aku merasa terjebak dalam kesakitan ini."
Dokter Bram mengangguk. "Kita akan melalui ini bersama, Leon. Kita akan menemukan cara untuk membantu ibumu dan membuat hidupmu lebih baik."
Leon berdiri, menatap Paman Bram dengan rasa terima kasih. "Terima kasih, Paman. Aku tidak tahu apa yang akan aku lakukan tanpamu."
Paman Bram tersenyum. "Kamu tidak sendirian, Leon. Kami akan mendukungmu."
Leon mengangguk, kemudian berpamitan untuk pulang. "Aku akan memperketat penjagaan untuk Ibu. Aku tidak ingin kejadian buruk terulang lagi."
Paman Bram mengangguk. "Itu keputusan yang tepat, Leon. Jaga ibumu dengan baik."
Leon kembali mengangguk, kemudian lelaki itu berbalik. Namun, langkahnya terhenti saat ia melihat sosok Azalea yang tengah berdiri diambang pintu. Terkejut? Jelas saja Leon sangat terkejut melihat kehadiran Azalea disana. "apa kamu... Bagaimana bisa kamu berada disini, sayang?." tanya Leon ia kemudian menghampiri Azalea.
"apakah boleh aku masuk?" tanya Azalea. Leon mengangguk. "tentu silahkan masuk" jawab Leon. Ia menyingkirkan badannya dan memberi ruang bagi Azalea untuk masuk kedalam kamar rawat ibunya. Lebih tepatnya ia membeli sebuah rumah dan merawat ibunya disana. Leon tidak ingin ibunya semakin sakit jika harus tinggal dirumah sakit jiwa. Dan itu akan membuat ibunya tidak nyaman berada dilingkungan yang asing.
"kamu belum menjawab pertanyaanku!" ucap Leon, lelaki itu terus mengekori Azalea dari belakang.
"ada berapa banyak rahasia yang kamu sembunyikan dariku Leon?" tanya Azalea tanpa menoleh, tatapannya fokus diatas ranjang. Disana tengah terbaring lemah seorang wanita paruh baya. Dengan alat medis yang terpasang ditubuhnya. Wajah pucat dan kurus tidak menutupi kecantikannya. Azalea kagum dengan wajah cantik wanita paruh baya di depannya itu. Meski sudah termakan usian namun, kecantikannya masih awet.
"maaf" mendengar kata maaf dari Leon. Azalea menoleh menatap lelaki yang menjadi tuangannya itu. "dia ibuku" jawab Leon, lelaki itu mengalihkan perhatiannya kearah ranjang. "dia mengalami gangguan mental" ada helaan nafas yang sangat berat keluar dari mulut Leon.
"maaf, aku minta maaf Leon. Bukan maksudku....
"tidak apa apa, sayang. Sudah seharusnya kamu tahu itu, namun aku belum menemukan waktu yang pas. Maaf." potong Leon.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
sedangkan ditempat lain, ayah Leon sedang ketar ketir diperusahaannya. Tiada angin tiada hujan tiba tiba saja perusahaannya mendapat guncangan yang serius.
"bagaimana bisa terjadi?!!!" bentak Ricard William pada asistennya.
"gudang pabrik yang kebakaran mengalami kerugian yang sangat serius tuan" jelas sang asisten. oh, jelas saja mereka mengalami kerugian besar. Seluruh produk yang siap di luncurkan semuanya terbakar habis tak tersisa di gudang pabrik.
"sial! Keluar kamu" bentak ricard ia membanting map yang ada diatas mejanya dan seketika berhamburan dilantai. Karena ketakutan sang asisten berlari keluar ruangan.
"arggggggg..... Bagaimana bisa terjadi kebakaran? Jika anak sial itu terlibat! Awas saja nanti" dengan wajah penuh amarah ia menatap jauh kedalam dinding perusahaan. Sungguh sangat tidak masuk akal gudang penyimpanan bisa ludes terbakar. Ia sudah mengetatkan penjagaannya disana. Apakah ada orang dalam yang berkhianat?.
Drtttt.... Drttttt... Drtttt...
Ponsel di saku jasnya bergetar dan itu panggilan dari istrinya. "ya halo ada apa ratih?" tanya Ricard.
"hallo sayang. Katanya mau transfer? Kok belum. Aku lagi di mall nih, saldo aku tidak cukup. Malu tau" ucap ratih manja.
"uang... Uang... Uang... Apa di otak kamu tidak ada lain selain uang? Hah? Aku lagi pusing disini jangan membuatku bertambah pusing!!!" bentak ricard setelah itu memutuskan panggilan teleponnya. Ia sudah tidak perduli dengan rengekan istri keduanya itu.