Elyana Mireille Castella, seorang wanita berusia 24 tahun, menikah dengan Davin Alexander Griffith, CEO di perusahaan tempatnya bekerja. Namun, pernikahan mereka jauh dari kata bahagia. Sifat Davin yang dingin dan acuh tak acuh membuat Elyana merasa lelah dan kehilangan harapan, hingga akhirnya memutuskan untuk mengajukan perceraian.
Setelah berpisah, Elyana dikejutkan oleh kabar tragis tentang kematian Davin. Berita itu menghancurkan hatinya dan membuatnya dipenuhi penyesalan.
Namun, suatu hari, Elyana terbangun dan mendapati dirinya kembali ke masa lalu—ke saat sebelum perceraian terjadi. Kini, ia dihadapkan pada kesempatan kedua untuk memperbaiki hubungan mereka dan mengubah takdir.
Apakah ini hanya sebuah kebetulan, atau takdir yang memberi Elyana kesempatan untuk menebus kesalahannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Firaslfn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20: Peringatan Masa Depan
Pagi itu, Elyana duduk di ruang makan, menatap kosong secangkir teh yang hampir dingin di hadapannya. Pikiran tentang percakapan dengan wanita misterius di rumah sakit terus menghantui. Ia tahu bahwa kematian Davin bukan sekadar takdir yang harus diterima begitu saja—ada sesuatu yang lebih besar di baliknya, sesuatu yang mungkin bisa ia ubah.
Ketika Davin bergabung dengannya di meja makan, Elyana memaksakan senyum. "Hari ini sibuk?" tanyanya ringan, mencoba mengalihkan pikirannya.
Davin mengangguk sambil membaca beberapa dokumen di tablet. "Ada rapat dengan klien penting sore ini. Kenapa? Ada yang kamu ingin bicarakan?"
Elyana menggeleng cepat. "Tidak, hanya penasaran saja."
Namun, pikirannya sudah memutuskan. Ia tidak bisa membiarkan misteri ini tetap tersembunyi.
Setelah memastikan Davin sibuk dengan pekerjaannya, Elyana kembali menemui Pak Henry. Ia merasa bahwa pria itu mungkin tahu lebih banyak daripada yang ia ungkapkan sebelumnya.
"Pak Henry," panggil Elyana, suaranya serius. "Saya butuh bantuan Anda. Tentang jam saku itu—dan tentang Davin."
Pak Henry menatap Elyana sejenak sebelum menghela napas berat. "Apa yang ingin Anda ketahui, Nona Elyana?"
"Ada sesuatu yang aneh dengan jam itu. Saya tidak tahu bagaimana menjelaskannya, tapi saya merasa jam itu terhubung dengan sesuatu... sesuatu yang penting. Anda pasti tahu sesuatu, bukan?"
Pak Henry mengangguk pelan. "Jam itu memang istimewa. Ibu Tuan Davin sering berkata bahwa jam itu akan menunjukkan jalan di saat-saat tergelap. Tapi beliau juga pernah memperingatkan, setiap keajaiban memiliki konsekuensinya sendiri."
Elyana terdiam. Peringatan itu membuatnya semakin yakin bahwa jam itu adalah kunci untuk memahami kematian Davin.
"Apa Anda tahu apa yang terjadi pada ibunya? Bagaimana ia meninggal?" tanya Elyana, mencoba mencari hubungan lebih jauh.
Pak Henry ragu sejenak sebelum menjawab. "Ibu Tuan Davin meninggal dalam kecelakaan yang sangat aneh. Mobilnya tiba-tiba kehilangan kendali, meskipun tidak ada masalah teknis yang ditemukan. Ada yang bilang itu takdir, tapi saya selalu merasa ada sesuatu yang lebih dari itu."
Kata-kata itu membuat bulu kuduk Elyana meremang. Apakah kematian ibu Davin terkait dengan jam saku? Dan jika ya, apakah takdir yang sama juga mengincar Davin?
Kilasan Masa Depan
Malam itu, Elyana kembali memegang jam saku di kamarnya. Kali ini, ia mencoba lebih berani, membiarkan dirinya terhubung dengan energi aneh yang ada pada jam itu.
Begitu ia menyentuh permukaannya, dunia di sekitarnya berubah. Ia kembali melihat kilasan masa depan—kali ini lebih jelas dan lebih menakutkan.
Ia melihat Davin di jalan raya, sedang mengemudikan mobil dengan kecepatan tinggi. Wajahnya terlihat tegang, seperti sedang dikejar waktu. Tiba-tiba, sebuah truk besar muncul dari arah berlawanan, meluncur ke jalur Davin.
"Davin, berhenti!" Elyana berteriak, meskipun ia tahu itu hanya ilusi.
Kilasan itu berakhir dengan suara tabrakan keras, diikuti oleh suara ambulans yang memekakkan telinga. Elyana terbangun dengan napas terengah-engah, tubuhnya gemetar.
"Aku harus mencegahnya," gumamnya dengan suara gemetar. "Aku tidak akan membiarkan itu terjadi."
Keesokan harinya, Elyana mencoba menggali lebih banyak informasi dari Davin. Ia memilih pendekatan hati-hati, tidak ingin membuatnya curiga.
"Davin, pernahkah kamu merasa seperti... sesuatu yang buruk akan terjadi?" tanyanya tiba-tiba saat mereka sedang makan malam.
Davin mengernyitkan dahi. "Apa maksudmu?"
"Entahlah, hanya perasaan. Seperti ada hal-hal yang tidak bisa kita kendalikan, tapi sebenarnya kita diberi kesempatan untuk mengubahnya," jawab Elyana dengan hati-hati.
Davin terdiam sejenak sebelum menjawab, "Aku tidak percaya pada takdir, Elyana. Hidup ini adalah hasil dari pilihan kita. Tapi, jika aku diberi kesempatan untuk mengubah sesuatu, aku akan memastikan tidak menyakiti orang-orang yang aku sayangi."
Jawaban itu menghantam Elyana tepat di hatinya. Ia tahu bahwa keputusan yang akan ia buat mungkin akan menyakiti Davin, tetapi ia juga tahu bahwa itu adalah satu-satunya cara untuk menyelamatkannya.
Elyana kini dihadapkan pada dilema besar: apakah ia harus mengungkapkan kebenaran tentang perjalanannya dan risikonya kepada Davin, atau menyimpan semuanya untuk dirinya sendiri demi melindungi lelaki itu?
Dengan setiap petunjuk baru yang ia temukan, Elyana semakin menyadari bahwa kematian Davin bukan hanya akibat dari satu kejadian, melainkan serangkaian keputusan yang harus ia ubah. Tapi apakah ia benar-benar sanggup melakukannya tanpa menghancurkan hubungan mereka?
Elyana berjalan mondar-mandir di kamar tiduran malam itu, pikirannya penuh dengan kekhawatiran. Meskipun semangatnya berkobar untuk mengubah takdir, ia tahu bahwa langkah yang akan diambilnya tidak akan mudah. Ia harus memutuskan apakah akan menceritakan segala hal kepada Davin atau mempertahankan rahasia ini demi melindunginya.
Pikirannya tertuju pada peringatan Pak Henry tentang ibu Davin. Kematian yang terjadi secara misterius itu seolah menjadi petunjuk bahwa ada kekuatan yang lebih besar bekerja di balik layar. Seiring dengan ingatan akan kecelakaan masa depan yang melibatkan Davin, Elyana merasa bahwa jam saku itu adalah kunci untuk menemukan jawaban—tetapi bagaimana caranya?
Keesokan harinya, Elyana memutuskan untuk pergi ke perpustakaan pribadi Davin. Ia tahu bahwa di sana terdapat catatan-catatan pribadi dan arsip-arsip yang mungkin memberikan petunjuk lebih jauh. Dengan hati-hati, ia membuka rak-rak besar dan memeriksa dokumen-dokumen yang ada. Di antara tumpukan surat-surat bisnis dan laporan keuangan, ia menemukan sebuah jurnal tua yang tergeletak di pojok rak. Jurnal itu milik ibu Davin.
Membuka halaman demi halaman, Elyana menemukan tulisan-tulisan yang menceritakan tentang harapan dan kekhawatiran ibu Davin tentang masa depan anaknya. Ia membaca dengan seksama hingga ia menemukan sebuah bagian yang menarik perhatian:
"Davin, jika kamu membaca ini, ketahuilah bahwa hidup ini penuh dengan pilihan, dan setiap pilihan membawa konsekuensinya. Jam itu akan membimbingmu, tetapi hati-hatilah dengan apa yang kamu pilih. Ada bahaya yang lebih besar daripada yang bisa kamu bayangkan, dan hanya kamu yang bisa menghadapinya."
Elyana merasakan gemetar di tubuhnya. Kata-kata itu seolah-olah berbicara langsung padanya. Jam saku itu bukan hanya benda berharga, tetapi mungkin juga alat untuk membuka rahasia yang dapat menyelamatkan atau menghancurkan. Jika ia ingin melindungi Davin, ia harus memahami apa yang dimaksud dengan "bahaya yang lebih besar."
Elyana tahu ia harus mencari tahu lebih banyak, tetapi ia tidak bisa melakukannya sendirian. Ia memutuskan untuk menemui Pak Henry lagi. Dengan hati-hati, ia menceritakan tentang penemuannya di jurnal dan peringatan ibu Davin. Pak Henry terlihat semakin gelisah, matanya memandang Elyana dengan serius.
"Sebenarnya, jam itu adalah alat untuk menghubungkan masa depan dan masa lalu, Nona Elyana. Tapi tidak hanya menghubungkan masa lalu dan masa depan. Ia juga memperlihatkan pilihan-pilihan yang bisa diambil, tetapi kadang-kadang, memilih untuk mengubah sesuatu berarti mengorbankan yang lain. Ibu Tuan Davin memperingatkan tentang bahaya itu, tetapi saya tidak tahu pasti apa yang dimaksud," kata Pak Henry, suaranya rendah dan penuh kekhawatiran.
Elyana menghela napas dalam-dalam. "Apa yang harus saya lakukan, Pak Henry? Saya harus mencegah kecelakaan itu, tetapi bagaimana saya tahu jika langkah yang saya ambil tidak akan membawa bencana lain?"
Pak Henry mengerutkan kening, lalu mengangguk pelan. "Kadang-kadang, untuk mengubah takdir, kita harus siap menghadapi konsekuensinya. Jika Anda ingin mencoba, percayalah pada insting Anda. Tapi ingat, ada harga yang harus dibayar."
Di malam hari, Elyana duduk bersama Davin di ruang keluarga. Mereka berbicara tentang hal-hal kecil, mencoba menikmati momen yang sederhana. Namun, di dalam hati Elyana, ada pertarungan besar yang sedang berlangsung.
"Davin, jika aku memberi tahu kamu sesuatu yang besar, apakah kamu akan percaya padaku?" tanyanya, suaranya bergetar.
Davin menatapnya dengan penuh perhatian. "Kamu tahu aku selalu mempercayaimu, Elyana. Apa yang ingin kamu katakan?"
Elyana menahan napasnya. Ini adalah saatnya. "Aku tahu ini mungkin terdengar gila, tapi ada sesuatu yang akan terjadi di masa depan, dan aku harus mencegahnya."
Davin tertawa kecil, tetapi melihat tatapan serius Elyana, tawa itu meredup. "Katakan padaku apa yang kamu maksud."
Elyana menggigit bibirnya, mempertimbangkan kata-katanya. "Aku tahu ada kecelakaan besar yang akan terjadi, dan aku takut itu akan melibatkan kamu. Aku tidak tahu bagaimana atau mengapa, tapi aku tidak bisa membiarkan itu terjadi."
Davin terdiam, matanya mencari-cari ekspresi Elyana. Ia ingin percaya, tetapi semua ini terdengar sangat tidak masuk akal. Namun, melihat betapa cemasnya Elyana, hatinya merasa berat.
"Apakah kamu yakin ini bukan hanya perasaanmu? Mungkin kita hanya khawatir berlebihan," katanya pelan, meskipun ia tidak bisa menyembunyikan kecemasan di matanya.
Elyana meraih tangan Davin. "Aku tidak bisa menjelaskannya semua, Davin, tetapi aku tidak bisa membiarkanmu terluka. Tolong, percayalah padaku."
Davin menatap tangan Elyana yang gemetar, dan meskipun ragu, ia merasakan kehangatan dan ketulusan dalam sentuhannya. "Jika ini benar-benar penting bagi kamu, aku akan mendengarkan. Tapi kita harus menghadapi apa pun itu bersama-sama."
Elyana menatapnya dengan penuh haru, tetapi di dalam hatinya, ia tahu bahwa langkah yang harus diambilnya akan membawa konsekuensi yang besar. Ia hanya berharap ia cukup kuat untuk menghadapi semuanya.
...****************...