Kelahiran Gara menjadi pertanda karena bertepatan dengan kematian Hybrid yang telah membawa malapetaka besar untuk daratan barat selama berabad-abad. Pertanda itu semakin mengkhawatirkan pihak kerajaan ketika ia belum mendapatkan jati dirinya diusia 7 tahun. Mendengar kabar itu, pemerintah INTI langsung turun tangan dan mengirimkan Pasukan 13 untuk membawanya ke Negeri Nitmedden. Namun Raja Charles menitahkan untuk tidak membawa Gara dan menjamin akan keselamatan bangsa Supernatural. Gara mengasingkan diri ke Akademi Negeri Danveurn di wilayah Astbourne untuk memulai pencarian jati dirinya.
Akankah Gara mendapatkan jati dirinya? Bagaimana kehidupan asramanya di Akademi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cutdiann, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHAPTER O5: TO SHARED OUR BOND.
Aku tidak tau apa yang mereka para mantan Hunter itu bicarakan di sana. Tapi, seakan mereka bersenang-senang. Setelah berkenalan dan memastikan seluruh bawaan kami telah siap, tiba-tiba saja ada kereta kuda dari kerajaan lain yang datang terlambat. Kereta kuda itu bercorak ungu dengan emas-emas yang sama halnya dengan kereta kuda kerajaan lain.
Keluarlah seorang pria besar yang menjadi bagian dari mantan Hunter itu. Dia menuntun seseorang keluar dari dalam sana. Anak laki-laki berambut kuning keriting itu keluar dengan kopernya yang melayang.
"Wah wah, pertemuan apa ini" ucapnya lalu ikut berdiri bersama kami.
"Aku Luca Okeanos, dari Kerajaan Terpsychore di Negeri Chazterfield. Salam kenal" ia memperkenalkan diri. Begitu pula kami menyambutnya.
"Ini kali pertama aku melihat Bangsa Wizard" kata Cassandra.
Dia tertawa, "Ini juga kali pertama aku melihat sesuatu yang tidak terkendali seperti itu."
Ia menatapiku sampai yang lain ikut memandangku. Aku tidak mengerti apa yang diucapkan anak ini.
"Anak-anak, ayo kita masuk. Bawa barang-barang kalian dan ikuti Mr. Hector" ucap Chairoz lalu pergi dan berbicara bersama kawanan Hunternya. Kurasa dia tidak ikut masuk dengan kami.
Pria tua dengan tatapan senang itu pun mengajak kami untuk melangkahi celah yang menjadi pintu masuk Akademi. Ternyata celah ini cukup besar bahkan untuk sebuah kereta kuda. Saat melangkah di celah yang menjadi pintu masuk itu, aku merasa tidak enak.
Seakan sesuatu menahan seluruh tubuhku sampai aku tidak bisa melangkahkan kakiku. Perasaan itu sangat mengganggu kepalaku, tapi aku memaksakan diri untuk bisa melangkah.
Lalu ketika aku berhasil melewatinya, tiba-tiba saja kawanan burung di hutan ini berterbangan. Seperti telah terjadi sesuatu yang menakutkan mereka.
"Kau kenapa? Kau kelelahan seperti itu" Tanya Dylan menghampiriku.
"Tidak apa."
Ketika aku mengangkat kepalaku, aku melihat sebuah kereta terbuka yang di tarik oleh dua kuda, kereta itu memiliki 2 bagian yang disatukan dengan penariknya.
"Ayo, naiklah!" Seru Mr. Hector.
Semuanya langsung bersemangat meletakkan koper-koper ke bagian belakang kereta itu, lalu naik di bagian depan secara bergantian.
"Akademi ini tidak seperti Akademi di Negeri Urcmoonth" ucap Dylan sambil meletakkan barang-barangnya.
"Kau terus saja membandingkannya."
"Kau hanya tidak mengerti, Gara."
"Baiklah."
Aku langsung meletakkan bawaanku dan sesudah Dylan, aku naik ke atasnya bersama yang lain.
Kereta mulai berjalan, di tengah hutan dengan pepohonan tinggi menjulang ke atas. Bahkan cahaya matahari nyaris tidak tembus oleh dedaunannya yang bergesekan di sana. Aku menoleh ke belakang, melihat Chairoz yang masih dengan kawanannya.
Terakhirku lihat hanya dia menatapiku dan mengangguk sekali, seakan mengatakan kalau aku akan baik-baik saja. Sebenarnya aku tidak begitu khawatir, lagipula ada orang-orang yang baru ku kenal di sini.
"Apa perjalanannya panjang? Aku tidak melihat tanda-tanda hutan ini akan berakhir" kata Piers si Bangsa Fairy.
"Nak, kita baru saja berjalan. Kita akan sampai ke Akademi sekitar sejam lebih" jawab Mr. Hector.
"Ohh begitu. Sepertinya Akademi ini sangat kuno?" Protes Xavier.
"Kalau begitu kenapa kau mau masuk Akademi ini?" Tanyaku terang-tetarangan.
"Aku masuk Akademi ini, karna aku dihukum" ucap Xavier.
"Mengapa?"
"Aku punya saudara kembar, namanya Lucier. Aku dan dia sangat bertolak belakang. Dia seperti orang-orang pada umumnya, dia baik dan lemah lembut. Tapi semakin aku tumbuh, aku mulai muak dengan apa yang ia lakukan, sampai aku melakukan sesuatu yang buruk padanya."
Cassandra menatapi Xavier, "Melakukan apa?"
"Aku mengasari Lucier, karena dia tidak mau berbagi sebuah buku pemberian kakek kami. Keningnya tergores, sebab aku melempar hiasan yang terbuat dari tanah liat. Tidak ada yang membuat dia menangis sekencang itu selain aku, bahkan ketika dia harus terjatuh dari ketinggianpun tidak sebanding. Sejak itu aku tidak bisa mengendalikan diriku untuk berbuat semena-mena pada siapa saja. Itu seperti sebuah kesenangan ketika kau mendengar seseorang menangis karena ulahmu. Aku terus melakukan hal-hal semacam itu, kepada anak-anak pelayanku, anak-anak dari kerajaan lain, atau anak-anak di kota. Sampai hukuman ayahku tidak lagi berjemur diri di atas terik matahari tanpa makanan. Hukuman terakhir ayahku, adalah aku di sini" katanya.
Xavier bersandar dan menatapi langit yang tanpa dari celah-celah pepohonan, "Satu hal yang kusadari adalah, sejak saat aku melukai Lucier, dia tidak pernah berbicara panjang denganku seperti sebelumnya. Kadang, hal itu membuatku menyesal. Setiap kali melihatnya melewatiku, bekas goresan luka di keningnya menjadi pusat perhatian untukku."
"Kenapa kau melakukannya?" Tanya Dylan.
"Aku tidak mengerti. Orang-orang berpikir Bangsa Demon adalah monster kejam yang tidak punya hati. Tapi bahkan ayahku bisa mengasihani seorang pengemis jalanan. Aku tidak mengerti atas diriku sendiri. Aku tidak pernah berniat untuk menyakiti Lucier, tapi dengan begitu saja aku melakukannya."
"Jadi kau tidak punya alasan pribadi?" Tanya Iris. Namun, Xavier hanya mengangguk.
"Kau di sini karna hukuman, aku di sini karna dipaksa untuk menjadi kuat" Iris tersenyum.
"Ayahmu memaksamu?" Tanya Luca.
"Ayahku sudah pergi puluhan tahun sebelum aku ada, ini semua karna ibuku. Di Kerajaan Narmadia, aku adalah anak laki-laki yang paling tua, dari tujuh bersaudara. Ibuku memberikanku sebuah pelatihan pribadi, yang diajarkan oleh Kesatria Kerajaan. Aku tidak sanggup mengikuti aturan yang ia buat, memang aku dituntut untuk menjadi kuat, tapi mungkin dia lupa, aku adalah anak kecil berumur delapan tahun yang baginya tidak wajar untuk menyerah saat berlatih pedang hampir dua belas jam setiap hari, atau berenang dengan jarak yang mustahil, atau juga mengendalikan air seperti yang ia lakukan."
Piers menganga, "Itu gila..."
"Aku berhenti mendengar ucapannya, karena aku sangat lelah. Ibuku marah, sampai perlu menamparku karna aku melawannya. Daging dalam mulutku koyak, hingga kasurku dipenuhi darah dan air mata yang sia-sia. Dia tidak mengunjungi kamarku beberapa hari, dan aku juga mengurung diri. Hanya nenek dari pihak ayahku yang mengetuk pintu, pelayan yang memberikanku makanan, serta Healer Kerajaan yang mengobati lukaku. Setelahnya, dia berdiri di depan kamarku, menatapku seakan aku adalah makhluk air paling menjijikkan. Dan tanpa bertanya kondisiku, dia memerintahku untuk pergi ke Akademi Negeri Danveurn. Aku juga tidak menolak. Aku juga muak berada di tempat itu. Dan aku juga sudah tidak peduli" sambungnya.
Iris memegang pipi kanannya dengan mata berkaca-kacanya, "Sungguh, aku sangat membencinya."
Aku menepuk-nepuk punggung belakangnya, berharap dia lega sebentar.
"Kondisiku sangat berbeda," ucap Luca setelah ia menyamankan posisi duduknya, "Aku di sini bukan karena hukuman, atau dipaksa. Aku di sini karena keinginan konyolku, ingin menemukan batu permata dengan tanganku sendiri, dan beberapa benda lain dari alam Negeri Danveurn."
"Baru permata?" Tanya Cassandra.
Luca tertawa sebentar, "Kami para Wizard hidup berdampingan dengan kekuatan sihir. Batu permata atau yang kami sebut Gemstone, adalah benda yang membantu kami menggunakan sihir, tapi hanya digunakan untuk membantu aktifitas sehari-hari. Pada tingkat usia dan kemampuan tertentu, Bangsa Wizard bisa menggunakan sihir yang berguna sebagai kekuatan, perlindungan dan penyembuhan. Itu kenapa Healer Bangsa Wizard dikenal sebagai kelompok Healer yang sangat luar biasa, tidak heran mereka bisa meracik berbagai ramuan sendiri dengan bahan alam."
Dia mengeluarkan sebuah Gemstone berwarna coklat kemerahan dari sakunya," Seperti ini contohnya."
"Gemstone apa itu?" Tanyaku.
"Ini adalah Gemstone api. Karena aku masih kecil dan kemampuanku tidak seperti orang dewasa, aku tidak bisa menciptakan api dengan kekuatanku. Maka dari itu aku perlu Gemstone ini untuk membantuku" jelas Luca sambil memetikkan jarinya dan seketika Gemstone itu terbakar.
Semua orang kagum dengan sihir yang baru saja Luca lakukan. Dia juga membuat batu itu melayang di antara kedua tangannya.
"Oh begitu, aku mengerti" kata Xavier yang tampak antusias. Luca langsung menghentikan aksinya dan meletakkan kembali batu itu ke tempatnya.
"Ngomong-ngomong tentang tujuan, aku di sini bahkan untuk sebuah tugas pribadi. Bangsa Angel juga bisa membunuh sesuatu. Kami, setiap Angel memiliki satu tugas, yaitu mengambil jiwa-jiwa makhluk hidup, dan menyatakannya dalam sebuah catatan kehidupan. Jiwa-jiwa itu akan dikumpulkan, sampai memenuhi sebuah Imortal Kristal , yang bisa membuat Angel atau makhluk hidup lain dihidupkan kembali ketika menemui ajal. Tapi, hanya untuk sekali saja. Tentu, kami harus kembali mengumpulkan jiwa-jiwa makhluk hidup lagi untuk mendapatkan sebuah Imortal Kristal kembali" Castiel berbicara.
Iris memasang wajah ngeri, "Jadi kau di sini untuk mengambil jiwa seseorang?"
"Haha, semua orang bisa saja membunuh. Tapi Bangsa Angel tidak sekejam itu untuk mendapatkan keuntungan sendiri. Jika ada orang sakit, atau sekarat hidupnya, kami bisa tau di mana keberadaannya dan mendatangi mereka dengan menyamar menjadi orang-orang terdekatnya. Kami akan menunggu sampai jiwanya berada di ujung tubuhnya, lalu kami akan mengambilnya" tambah Castiel.
"Orang-orang yang kejam bukannya tidak ada di dunia, mereka hanya sedang beradaptasi, menunggu momentum yang tepat untuk melakukan aksi. Aku di sini untuk menyelamatkan diri sendiri. Satu minggu yang lalu, ayahku meninggal dunia, sebab ada yang menyabotase pengobatannya. Karena aku masih kecil, tahta belumlah turun padaku, saat ini kerajaan Uva dikendalikan pamanku. Awalnya kukira hidupku akan berjalan seperti biasa, namun hari-hari berganti, pamanku menjadi kasar padaku. Sampai akhirnya," Piers yang bercerita tiba-tiba berhenti.
Ia membelakangi kami, membuka bajunya yang saat itu tidak ada satupun yang sempat untuk menutup mata Cassa. Tubuh Piers berubah warna, menjadi hijau kebiruan. Telinganya memanjang, seperti ciri khas seorang Fairy. Lalu perlahan keluarlah sebuah sayap dari dua titik di punggung Piers, "Dia merusak sayapku."
Benar, salah satu dari kedua sayapnya memiliki sebuah sayatan panjang, sampai keujung, hampir membelah sayap kirinya. Sayap itu bukan seperti sayap milik Bangsa Angel dan Demon yang berbulu, tebal, dan besar. Sayap Piers seperti sebuah kaca yang lembut bagaikan kain sutra jika disentuh. Memiliki garis-garis seperti tulang daun. Tidak lah besar, jika dikepakkan mungkin saja sekarang sebesar rentangan tangan Piers. Cassa yang melihatnya bahkan terkagum karna keindahannya.
"Apa kau masih bisa menggunakannya?" Tanyaku.
Piers kembali memakai pakaiannya, "Aku tidak tau. Setiap kali aku mencoba untuk terbang, tapi tidak berhasil."
"Aku akan mencoba membantumu, setauku, ada sihir yang bisa membantu memperbaiki anggota tubuh yang rusak" Luca memberikan senyum terbaiknya.
"Dylan?" Cassa menunggu Dylan untuk bercerita, sama seperti yang lain.
"Aku dan Gara, bersaudara. Gara adalah anak dari adik ibuku. Aku jarang sekali ada di kerajaan. Setiap hari berdiam diri di kediaman keluargaku, di mansion peribadi kami. Ayahku, tentu ia sibuk mengurusi pekerjaannya, dan menyiapkan kebutuhan untuk kenaikannya. Ibuku mengajariku segala hal, kecuali tentang senjata. Banyak orang bisa saja mengajariku, tapi aku tau mereka juga sibuk, sampai ke para Prajurit pun, atau Kesatria Kerajaan. Aku hanya bisa mengangkat pedang, membawanya kemana-mana, dan mengayun-ayunkannya sesekali ke udara. Tapi aku ingin lebih dari itu. Jadi, saat mendengar Chairoz akan bertemu dengan ayahnya Gara, ayahku langsung mengirimkannya surat terlebih dahulu soal keikutsertaanku dalam Akademi. Dan di sinilah aku, untuk bisa menggunakan senjata" Dylan selesai.
"Wow, jadi kalian bersaudara!? Aku kira kalian orang asing, tidak ada kemiripan" Xavier terkejut.
"Haha, dan kau Gara?" Giliran aku yang ditanya oleh Castiel.
"Aku... mengasingkan diri."
Dylan melihatku penuh arti, tentu, dia tau dengan detail permasalahan yang ada.
"Untuk apa?" Tambah Cassa.
"Agar..."
Aku tidak ingin mengatakan soal diriku pada mereka. Bisa saja, mereka akan menjauhiku. Bukannya aku bermasalah akan itu, hanya saja ini sebuah Akademi, dan tidak akan bekerja jika satu sama lain berpecah belah. Aku tidak ingin merusak suasana ini.
"Gara?" Iris membubarkan lamunanku.
"Sepertinya, untuk saat ini Gara tidak bisa mengatakannya. Pemasalahan cukup rumit" Dylan membantuku.
"Oh begitu, baiklah. Bagaimana denganmu, Cassandra?" Iris melanjutkan.
"Ayahku menyuruhku agar menjadi Srikandi Kerajaan Isambard, dalam kemiliterannya" kata Cassa.
"Dengan begitu, aku bisa selalu melihatmu" Castiel menambah.
"Kau pandai menggoda" Xavier tertawa.
Aku hanya diam melihat mereka yang akhirnya saling tawa.
Alasanku memang untuk mengasingkan diri, lebih tepatnya karena aku ingin menjauhkan bahaya dari keluargaku. Aku tidak tau jati dkriku, seakan aku hanya makhluk yang hidup tanpa tujuan yang nyata. Namun hal itulah yang membuatku menjadi sebuah ancaman besar untuk negeri ini.
Aku hanya tidak mau melukai keluargaku sendiri.
......To Be Continue......