Alexa Beverly sangat terkenal dengan julukan Aktris Figuran. Dia memerankan karakter tambahan hampir di setiap serial televisi, bahkan sudah tidak terhitung berapa kali Alexa hanya muncul di layar sebagai orang yang ditanyai arah jalan.
Peran figurannya membawa wanita itu bertemu aktor papan atas, Raymond Devano yang baru saja meraih gelar sebagai Pria Terseksi di Dunia menurut sebuah majalah terkenal. Alexa tidak menyukai aktor tampan yang terkenal dengan sikap ramah dan baik hati itu dengan alasan Raymond merebut gelar milik idolanya.
Sayangnya, Alexa tidak sengaja mengetahui rahasia paling gelap seorang pewaris perusahaan raksasa Apistle Group yang bersembunyi dibalik nama Raymond Devano sambil mengenakan topeng dan sayap malaikat. Lebih gilanya lagi, pemuda dengan tatapan kejam dan dingin itu mengklaim bahwa Alexa adalah miliknya.
Bagaimana Alexa bisa lepas dari kungkungan iblis berkedok malaikat yang terobsesi padanya?
Gambar cover : made by AI (Bing)
Desain : Canva Pro
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Agura Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pangeran Gila
"Jadi, kalian ingin main, tapi tidak bisa lewat karena terlalu ramai?"
Alexa segera mengangguk, bibirnya sedikit melengkung kecewa ketika mengingat kembali rencananya yang gagal.
"Kenapa tidak menghubungi sutradara dan menawarkan diri jadi salah satu figuran di taman bermain? Kalian kan, bisa berperan sebagai pengunjung biasa. Lalu, karena seluruh tempat memang sudah disewa, kalian bisa main sepuasnya tanpa membeli tiket lagi."
Terdengar menggiurkan, tapi jelas tidak akan dilakukan oleh Alena dan Alexa. Mereka tidak mungkin bisa bersikap apa adanya dan menikmati kebebasan saat ada banyak kamera serta ratusan pasang mata.
"Kami ke sini ingin menjernihkan otak, Paman. Kalau ikut syuting, meski hanya sebagai salah satu pengunjung taman bermain, tetap saja ada tekanan yang akan membuat stres semakin meningkat."
Edgar terkekeh pelan mendengar perkataan Alena. "Sepertinya Vincent memberimu banyak pekerjaan, ya?"
Alena mengangguk cepat. "Iya, aku jadi mengerti rasanya dijajah dan melakukan pekerjaan terus menerus tanpa istirahat."
Edgar kembali tertawa cukup keras melihat wajah merengut wanita di hadapannya. "Kalian benar-benar menggemaskan," ucapnya tanpa sadar.
"Eh, apa?"
"Menggemaskan? Maksudnya ... imut?"
Alena dan Alexa bertanya bersamaan, netra kedua wanita itu tampak berbinar. Edgar yang sebelumnya hampir meminta maaf karena mengatakan sesuatu yang mungkin membuat wanita-wanita di hadapannya tidak nyaman, tidak bisa menahan senyumnya melihat cahaya seperti kunang-kunang di tatapan Alexa dan Alena.
"Ya, kalian benar-benar manis dan menggemaskan. Aku tidak tahu rasanya punya anak perempuan, tapi Vincent beruntung sekali memiliki kalian."
Senyum kelewat lebar tercetak di bibir Alexa dan Alena. Dipuji oleh Edgar, tetangga baru yang sangat tampan, berwibawa dan seksi, sudah sangat cukup untuk membuat mereka lupa akan kekesalan terhadap taman bermain yang tidak bisa digunakan.
"Terima kasih," ucap Alexa malu-malu, pipinya merona. "Kalau Paman mau menganggapku sebagai putri juga tidak apa-apa, aku ikhlas, kebetulan aku juga belum punya Papa."
"Sepertinya kalau Alexa agak sulit untuk dijadikan anak angkat, Paman. Sudah jelas aku yang lebih cocok." Alena ikut bicara, tiba-tiba menawarkan dirinya untuk diadopsi.
"Astaga, kalian ini!" Edgar kembali tertawa melihat reaksi dua wanita di hadapannya. Mereka benar-benar tampak seperti wanita biasa yang tumbuh di tengah keluarga yang hangat dan penuh cinta. Sesuatu yang diam-diam membuat Edgar iri.
Alena dan Alexa ikut tersenyum melihat wajah tampan yang sedang tertawa, benar-benar tidak menyembunyikan kekaguman di binar mereka.
"Paman juga sangat tampan, apalagi ketika tertawa seperti itu." Alexa berterus terang, menatap penuh minat pada Edgar yang sedang menghapus air mata di sudut matanya akibat terlalu keras tertawa.
"Haah ... benar-benar deh! Sudah lama aku tidak tertawa lepas seperti ini. Terima kasih untuk kalian berdua." Edgar kembali memasang senyum tampan, membuat dua wanita di hadapannya menahan napas.
"Kami juga senang bertemu Paman di sini, benar-benar menyegarkan otak." Alena berucap sembari menautkan dua tangannya di depan dada dengan tatapan penuh kekaguman.
"Kupikir ada masalah serius hingga tempat pertemuan kita berubah, tapi ternyata kau sibuk menggoda para wanita."
Alena dan Alexa cukup terkejut saat seorang pria tiba-tiba sudah berdiri di dekat meja dan menarik salah satu kursi, duduk di samping Edgar dengan wajah tidak bersalah.
'Kenapa orang gila ini ada di sini? Ugh, lagi-lagi aku lupa hubungan mereka.' Alexa membatin, kesal dengan kehadiran Raymond.
Sejak bertemu dengan Edgar di depan taman bermain, mereka memutuskan untuk mengobrol di salah satu kafe kecil tidak jauh dari sana sambil menikmati semangkuk es krim. Alena dan Alexa tidak sempat berpikir bahwa kedatangan Edgar ke tempat yang dekat dengan lokasi syuting adalah untuk menemui putranya.
Dua wanita itu hanya sibuk mengagumi ketampanan Edgar tanpa memikirkan hal lain.
'Haah ... benar-benar wajah yang sangat berbahaya!' Alena dan Alexa membatin bersamaan.
"Bagaimana kalian bisa bertemu?" Entah Raymond menanyakan itu pada siapa, tapi tatapannya terkunci pada Alexa.
"Aku melihat mereka hampir menangis di depan taman bermain karena tidak bisa memasuki tempat yang sedang dijadikan lokasi syuting." Edgar menjawab seraya tersenyum simpul.
Pria bersurai gelap itu menautkan alis. "Kenapa tidak masuk saja? Aku yakin sutradara akan membiarkan kalian menjadi ekstra yang berperan sebagai pengunjung biasa."
Saran yang sama persis! Entah Alexa harus kagum atau tidak, meski cara mengatakannya berbeda, tapi Raymond melontarkan hal yang sama seperti Edgar. Sepertinya mereka memang memiliki hubungan darah.
"Kami tidak nyaman kalau harus bermain di tengah suasana syuting. Bukannya liburan, yang ada malah tambah depresi nanti." Alena menjawab sopan saat wanita di sisinya terlihat tidak punya niat mengatakan apa-apa.
"Hmm ... coba lihat cermin, pasti tidak akan depresi." Raymond tersenyum, menatap terang-terangan pada Alexa. "Aku juga biasanya melihat sesuatu yang indah saat pikiran sedang kusut," katanya sembari meletakkan tangan di bawah dagu, tidak mengalihkan pandangannya dari wajah cantik Alexa.
'Apa, sih, yang sedang dikatakan orang sok tampan ini?!' Alexa membatin jengkel, berusaha mengabaikan tatapan Raymond dan fokus pada es krim di mangkuknya yang masih tersisa setengah.
"Maksudnya Anda juga bercermin untuk menghilangkan stres, dengan menatap wajah sendiri? Itu cara yang tidak pernah terpikir oleh saya." Alena berucap antusias, heran kenapa ide seperti itu tidak pernah muncul di kepalanya. Padahal ia hanya perlu bercermin dan melihat wajah cantiknya untuk menghilangkan stres!
"Kau percaya itu? Bercermin dan menatap wajah sendiri akan membuat sakit kepalamu hilang? Kalau kau begadang berhari-hari, ada lingkaran hitam di bawah mata, lelah secara fisik dan mental, saat bercermin, memangnya akan membuat perasaan membaik? Yang ada malah tambah stres melihat penampilan sendiri!" Alexa tidak tahan, gemas dengan cara berpikir Alena.
Tiba-tiba Alena menjadi bodoh, itu pasti akibat terlalu banyak angka memasuki kepalanya.
Raymond terkekeh pelan, terhibur melihat tingkah dua wanita di hadapannya. Pantas saja tadi ayahnya juga tertawa sangat lebar ketika mengobrol dengan mereka.
Padahal tadi Raymond berniat menggoda sang aktris figuran dengan menyuruhnya bercermin untuk menghilangkan stres, bahkan terang-terangan menatapnya sambil mengatakan bahwa Raymond juga suka melihat sesuatu yang indah. Pemuda itu mengatakan bahwa wajah Alexa sangat cantik secara tidak langsung, tapi malah menerima komentar polos dan tidak terduga dari Alena.
"Mengobrol dengan kalian sepertinya sangat menyenangkan. Kenapa kita tidak bertukar nomor ponsel?"
Serangan mendadak Raymond membuat Alexa terhenyak, apalagi setelah melihat benda persegi panjang yang disodorkan di hadapannya.
"Siapa tahu setelah saling bertukar pesan, kita bisa lanjut bertukar cincin." Raymond memasang senyum lebar, mengedipkan sebelah mata pada Alexa yang wajahnya terlihat pucat.
'Dia benar-benar gila! Bagaimana orang gila ini lolos casting dan diterima sebagai aktor utama?'