"Berhenti deket-deket gue! Tinggalin gue sendiri, kehadiran lo cuma buat gue lebih repot!" ~ Lengkara
"Aku gak akan berhenti buat janji yang aku miliki, sekuat apapun kamu ngehindar dan ngusir aku, aku tau kalo itu cara kamu buat lindungi aku!"
###
Alexandria Shada Jazlyn ditarik kerumah Brawijaya dan bertemu dengan sosok pmuda introvert bernama Lengkara Kafka Brawijaya.
Kehadiran Alexandria yang memiliki sikap riang pada akhirnya membuat hidup Lengkara dipenuhi warna.
Kendati Lengkara kerap menampik kehadiran Alexandria, namun pada kenyataanya Lengkara membutuhkan sosok Alexandria.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon story_Mawarmerah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
20. Lengkara Romantis?
“Lengkara tunggu…”
Teriak Shada kala Lengkara lebih dulu beranjak dari area parkiran, pemuda itu berjalan untuk menuju bangunan kampus.
“Lengkaraaa…” ulang Shada terus berteriak, Di dalam mobil Shada merapikan bukunya yang terjatuh akibat ritsleting tasnya terbuka.
Lengkara sendiri terus berjalan tanpa menghiraukan pekikan Shada, mungkin karena sudah terlalu biasa dengan teriakan gadis itu.
“Lengka tungguin aku,, aduuhh… ini ribet nya!”
Di detik ini Lengkara menoleh pada Shada, hal pertama yang bisa Lengkara lihat dan selalu ia lihat yakni senyuman Shada yang merekah padanya. Sebuah senyuman tanpa cacat dan memperlihatkan bagaimana tulusnya gadis itu.
Lengkara diam diposisinya menatapi Shada, sementara Shada mengenakan tasnya dan berlari mendekati Lengkara.
“Huh.. makasih udah nungguin aku!” Lengkara berdehem kecil mendengar itu, melihat sisi kikuknya Lengkara membuat kedua sudut bibir Shada semakin tertartik.
“Lengkara romantis banget kan jatohnya!”
“Apaan Shad, lagian siapa yang nungguin lo?”
“Aih,, masi ngelak juga!” Shada memicing disela perjalanan mereka. Hal sukses membuat Lengkara berhenti melangkah.
“Gue gak ngelak, tapi gue emang berhenti buat diemin mulut lo yang berisik tau!”
“Ishh.. jahaadd sekali bicaranya” Shada menggeleng kecil pada Lengkara, di detik setelahnya ia kembali tersenyum dan mencolek Lengkara “Tapi suka kan?, seneng kan denger suara aku?”
“Apaan? Berisik yang ada!”
“Uhh… bohong!”
“Maksud lo?”
“Itu pipinya merah gitu!” Shada terus mengolok Lengkara, pemuda itu benar-benar dibuat mati kutu oleh tingkah Shada.
“Lengkara bohooong, ketahuan maluuuu!”
“Nggak!”
“Iya…”
Kening Lengkara mengkerut, ia menatap Shada dan gadis itu masih dengan senyumannya, mereka terlibat sirobok sebentar
“Terserah lo!”
Pada akhirnya Lengkara kembali beranjak setelah ucapan itu. Ia sedikit mempercepat langkah kakinya sementra Shada masih tersenyum.
“Ehh… tungguin napa?!”
Shada berlari lagi menyusul Lengkara, berjingkrak kecil dipinggir pemuda itu benar-benar seolah tak ada beban dan tak perduli bagaimana tatapan orang-orang terhadapnya. Ia pun tak tau juga jika tak jauh dari parkiran seseorang tengah memperhatikan dirinya bersama Lengkara.
Itu Elangga Adisatya!
********
Seperti bisa meja kantin menjadi perhentian Shada dan Lengkara ketika mereka menyelesaikan kelas dan pembelajaran-pembelajaran mereka.
“Jadi kamu udah bicara sama Nenek soal agenda kita?” Shada mendudukan tubuhnya setelah memesan makanan yang akan diantarkan pelayan kantin. Lengkara mengangguk menjawab pertanyaan barusan.
“Tapi respon nenek gimana tau kita bakalan perjalanan jauh buat ketemu sama bibi Cecil?” Shada menatap dengan pendar penuh penasaran, pasalnya ia dan Lengkara akan pergi ke tempat Cecil dan itu tentu membutuhkan waktu cukup lama dan hanya berdua saja atas keinginn Lengkara.
Belum ada jawaban untuk pertanyaan ini membuat kening Shada mengkerut. Melihat gelagat dan gerak-gerik Lengkara ckup heran Shada pun bertanya.
“Lengka apa kamu gak bicara jujur kalo kita bakal ke tempat bibi Cecil?”
Diam, Lengkara masih diam untuk pertanyaan ini. “Kenapa? Lengka kenapa kamu masih belum mau terbuka sama nenek?”
“Gue punya alasan!”
“Maksud kamu?”
Lengkara kembali mengatupkan bibirnya, sebenarnya Shada sendiri cukup mengetahui alasan Lengkara dan Merian begitu asing, ini karena kekecewaan Lengkara pada Merian yang sempat menentang hubungan ayah dan ibunya hingga terjadi konflik yang membuat Lieus merantau jauh diperasingan dan membuat hidup Lengkara kesulitan kala itu.
Belum lagi semua asumsi-asumsi miring yang sempat Cecil utarakan pada Lengkara saat Lengkara berada dalam pengasuhan Cecil. Lebih tepatnya terjadi miss komunikasi antara mereka.
Lengkara menghela nafasnya dan menatap Shada yang masih memperlihatkan raut penasaran. “Shad gue percaya sama lo, gue harap lo gak banyak cerita juga sama nenek soal apa yang mau kita lakuin!”
DEG!!
Jantung Shada seolah dikejutkan oleh ucapan Lengkara, padahal Shada sendiri dititah Merian untuk menjadi kaki tangannya dalam urusan Lengkara, tapi secara bersamaan Lengkara pun meminta dirinya untuk setia dan mengunci semua rahasia mereka.
“Lo bersedia kan?”
“Itu, aku”
“Pesanan meja delapan!” Teriak pelayan kantin menginstruksi.
“Oh.. sebentar Lengka aku ambil dulu pesanan dulu”
Shada bangkit dari kursinya, tapi di detik yang sama Shada berhenti ketika melihat Elangga berdiri di depan dan meraih nampan dengan tanda meja delapan.
“Ka Elang?” cicit Shada membuat Lengkara menoleh ke belakang.
Benar jika Elang tengah berdiri sembari melambaikan tangannya pada Shada agar tetap diam di tempat. Elang tersenyum lalu bersirobok iris dengan Lengkara.
“Di bawain ka Elang.”
Shada mendudukan tubuhnya lagi manakala Elang berjalan kearah meja Shada dengan dua nampan di tangannya.
“Pesanan kamu!” Elang menyodorkan nampn pada meja Shada.
“Makasih ka, padahal gak perlu repot-repot!"
Elang tersenyum “nggak repot kok, saya kan cowok jadi bisa handel perkara bawain makanan doang!”
Seketika Lengkara menatap Elang dengan tatapan tajamnya, mungkin cukup tersinggung dengan ucapan Elang yang terkesan memojokan dirinya karena di posisi ini Shada yang lebih sering aksi untuk sekadar memesan dan mengambil makanan.
Padahal Lengkara seorang pria.
Shada meringis samar dan menatap Lengkara di hadapannya.
“Ahh… lagian kebetulan juga saya nyari tempat duduk” Elang seolah mengoreksi dan Lengkara menggeleng kecil mendengar itu.
“O.. kalo gitu ka Elang bisa duduk disini saja, bareng sama kita!”
“Maksud lo?” Lengkara nampak protes. Elang yang tengah tersenyum mengatupkan bibirnya dan berakhir menatapi Lengkara bersama Shada.
“Kamu!” tekan Shada sembari menatap penuh peringatan pada Lengkara. Lalu Shada mendongak pada Elang.
“Iya ka.. gak papa disini saja” Shada menarik makanan Lengkara ke sisi tembok, memudahkan Elang untuk menyimpan nampan dan mau tak mau Lengkara pun menggeser tubuhnya.
Pada Akhirnya Lengkara mengalah juga yang membuat Elang tersenyum sembari menaikan sebilah alisnya. Elang jadi menangkap sebuah hal dalam interaksi antara Shada dan Lengkara.
Kendati Shada terlihat begitu effort pada Lengkara, nyatanya pemuda itu pun tidak bisa tidak untuk Shada. Bahkan dalam beberapa kesempatan Lengkara menunjukan sisi efortnya yang tersembunyi atau entah sengaja disamarkan pemuda itu pada Shada.
Seolah Lengkara memang sengaja tidak ingin orang tau, tau Shada tau jika dirinya seperduli itu pada Shada.
Elang menarik seringai kecil dengan fakta ini!
“Makasih yah, maaf jadi ganggu kalian”
“Udah tau masih aja duduk!” ucap Lengkara dalam bisiknya.
“Ah.. enggak kok ka, santai aja sama kita!”
“Beneran yah?” Elang tersenyum lagi, “makasih!”
Shada mengangguk sembari melirik Lengkara yang diam mengaduk-aduk makanan dimeja. Lalu kembali pada Elang yang berada di hadapannya, mereka terlibat beberapa percakapan kecil basa-basi.
Sementara Lengkara sendiri mulai menatap Shada, melihat bagaimana senyuman gadis itu tertarik lebar tapi kali ini senyuman itu tidak di tujukan untuk dirinya, melainkan untuk pria lain.
Lengkara malah terdiam, larut dalam tatapannya lagi pada Shada. Jika di fikir-fikir gadis yang selalu membersamainya ini penuh energic dan begitu mudah memiliki kenalan bahkan tak menampik bisa mudah juga untuk menjalin hubungan.
Tapi Shada memilih bersamanya yang cenderung tidak suka di usik dan menyukai keheningan.
“Jadi kalo kamu mau saya bisa masukin kamu buat jadi relawan atau sekalian ikut organisasi juga ayo!”
“Beneran ka?” tanya Shada dengan binar tak percaya. “Pasti ramai yah!”
“Iya, bakal semakin ramai kalo ada kamu, saya yakin anak-anak pasti bakal welcome juga sama kamu, ah… atau kalo mau coba ikut dulu even nanti dan anggap itu simulasi kerja organisasi kami gimana di dalamnya, dengan senang hati saya tunggu kamu disana!”
Shada diam untuk ajakan Elang terkait masuk dalam organisasi yang Elang ketuai. Lalu Shada menatap Lengkara yang ternyata pemuda itu masih diam memperhatikan dirinya sedari tadi.
Hanya saja Lengkara sontak menunduk ketika Shada menatapnya, ia fokus lagi pada makanan yang hanya ia aduk sedari tadi. Itu membuat Elang menatap Lengkara juga di sisinya.
“Um,,, makasih banyak buat tawarannya ka, tapi maaf kayaknya aku gak bisa ikut__”
“Ikut aja!” sela Lengkara mendongak menatap Shada lagi, “kalo lo mau yah ikut aja, jangan terbebani dan jangan fikirin banyak hal disekitar lo!”
Elang kembali menarik seringainya, ia cukup mengerti ucapan Lengkara pada Shada yang artinya jangan merasa terhambat karena dirinya.
“Lengkara kalo kamu mau ikut juga ayo, lebih banyak lebih bagus, lagipula disana banyak orang dan kita bisa__”
“Nggak!” Lengkara menyela lagi “Gue gak akan ikut dan gue gak tertarik buat ikutan hal-hal itu, sampai kapan pun!”