Gadis suci harus ternoda karena suatu keadaan yang membuat dia rela melakukan hal tersebut. Dia butuh dukungan dan perhatian orang sekitarnya sehingga melakukan hal diluar batas.
Penasaran dengan ceritanya, simak dan baca novel Hani_Hany, dukung terus yaa jangan lupa like! ♡♡♡♤♤♤
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hani_Hany, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 30
Subuh Diana sudah bangun memasak buat keluarganya.
"Bu, aku rencana akan ke Morowali besok. Apakah ibu sudah bisa aku tinggal?" tanya Diana saat sedang sarapan.
"Kembali lah nak, pekerjaanmu pasti menunggu." ucap Ibu dengan lembut. Mereka menyantap makanan yang Diana masak. Meski sederhana tapi kebersamaan mereka yang membuat mereka saling menyayangi saat ini.
"Terima kasih atas pengertiannya ibu." ucap Diana bahagia, ibunya sudah sehat jadi dia bisa kembali bekerja dengan tenang.
"Susahnya kalau kerja jauh dari keluarga." celetuk Dina saat usai makan. Dina membereskan piring sang ibu dan juga kakaknya. Ayahnya selesai duluan makan dan membawa piringnya sendiri ke wastafel.
"Begitu lah nak. Kita tidak tahu rezeki kita ada dimana." jawab sang ibu bijak. "Kamu harus nurut sama kakak kamu Dina, dia itu kerja keras demi kita." imbuhnya.
Keseharian Diana disibukkan dengan mengemas pakaian, membawa oleh² untuk teman yang membantunya selama di Morowali.
"Ibu mau makan buah?" tanya Diana, karena memang kalau di kampung banyak buah apalagi musimnya. Ada buah pepaya, jeruk, kelapa, pisang, buah naga, dan lainnya.
"Ibu mau makan pepaya nak, kayaknya segar." ya memang pepaya adalah buah kesukaan ibu. Diana mengupasnya kemudian memberikan pada ibu.
"Ibu mau makan sendiri." ibu makan dengan lahap sore itu, biasanya ibu hanya makan sedikit selama sakit.
"Bu, kok kuku ibu pucat?" tanya Diana tanpa sengaja. Diana menganggak telapak tangan kanan dan kiri ibu serta memperhatikan dengan seksama. Baru beberapa menit, ibu menarik kembali telapak tangannya.
"Gak apa-apa nak. Ibu kan masih sakit nak." jawab ibu enteng. "Kok beda ya kuku ibu dengan kuku aku?" tanya Diana dalam hati.
Malam hari, usai sholat maghrib. Ibu mencari Diana!
"Mana Diana ayah?" tanya ibu Riana sambil berbaring di atas kasurnya.
"Itu di bawah." Diana berada di lantai dekat ranjang sang ibu. Diana sedang mengaji usai sholat maghrib.
"Aku disini bu." jawab Diana menutup al-Qur'an lalu mendekat pada ibunya. Ibu tersenyum melihat Diana sudah banyak perubahan. Diana juga menatap ibunya dengan perasaan sedih yang mendalam.
"Bu." ucap Diana dengan lelehan air mata yang tidak dapat dia tahan. Diana menghapus air matanya yang keluar tapi tetap terus mengalir dengan deras. Akhirnya Diana keluar dan membasuh wajahnya dengan air.
"Kakak kenapa?" tanya Dina, dia heran kenapa sang kakak menangis seperti itu. Dina masuk kamar ibunya dan duduk disamping ibunya.
"Ibu segera sembuh ya!" gumam Dina dan ibu hanya mengangguk sambil tersenyum. Diana hendak masuk tapi terhenti saat di depan pintu kamar. Tiba-tiba keluar lagi air matanya tanpa henti, setiap menatap sang ibu.
Malam hari tepat pukul 22.00 ayah meminta Diana memanggil Omnya.
"Baik yah." Diana pergi bersama Dina ke rumah om dan tantenya. Mereka akhirnya berkumpul di rumah orang tua Diana.
"Ayo dibimbing Mas." ucap Om pada ayah Diana.
"Ibu." panggil Diana lirih. Ayah Sidiq memandu sang ibu untuk mengucapkan lafal dan kalimat Allah.
Rumah Diana ramai dengan suara tetangga yang turut berduka, Diana pun menangis sesenggukan meski tidak meraung. Semua bersedih kehilangan ibu Riana, orang yang baik dan sabar di kampung mereka.
"Sabar Diana, kamu pasti kuat. Ada adik kamu yang harus kamu jaga. Masih ada ayah kamu yang harus kamu beri kekuatan." ucap tante Diana.
"Betul. Aku masih punya ayah dan adik." Batin Diana menghapus air matanya. Bukan Diana tidak sedih tapi dia harus kuat demi adik dan ayahnya.
Paginya Jenazah akan dimakam kan pada pukul 10.00 dipemakaman umum.
"Ibu, tenang lah disana. Aku akan jaga adik dan ayah." gumam Diana pelan ketika semua orang telah kembali pulang.
"Bangun Lah." ucap Agus, teman Diana saat SMK dulu. Diana bangkit kemudian menatap Agus heran ternyata dia belum pulang. Diana pikir dia sendiri di pemakaman.
"Sudah lah, Diana yang aku kenal kuat. Kenapa sekarang jadi lemah?" tanya Agus sambil memberikan sapu tangannya.
"Terima kasih Agus. Saya kira kamu kerja di Luar Kota." ucap Diana sambil berjalan keluar pemakaman. Mereka berjalan beriringan berdua karena semua telah pulang.