Sinopsis
Seorang antagonis dalam sebuah cerita atau kehidupan seseorang pasti akan selalu ada. Sama halnya dengan kisah percintaan antara Elvis dan Loretta. Quella menjadi seorang antagonis bercerita itu atau bisa dikatakan selalu menjadi pengganggu di hubungan mereka.
Di satu sisi yang lain Quella ternyata sudah memiliki seorang suami yang dikenal sebagai CEO dari Parvez Company.
Tentu sangatlah terkesan aneh mengingat status Quella yang ternyata sudah memiliki seorang suami tapi masih mengejar laki-laki lain.
•••••
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lightfury799, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 19
Dalam keheningan ruang kerja yang dipenuhi aroma bunga yang khas, Quella duduk dengan dahi berkerut, menatap Oma dengan tatapan yang membara marah. "Oma, apa maksud dari Xaver akan mengambil alih Queez Hotel?"
Quella mempertanyakan ucapan yang omanya katakan saat makan siang mereka bersama kedua orang tua Xaver. Setelah kedua orang tua Xaver pulang, Quella langsung mengajak omanya untuk menjelaskan semuanya.
Ketegangan terjadi di antara mereka. Quella menatap omanya tajam, tentu hal itu bila terjadi dan benar akan membuatnya tidak terima, bahkan napas Quella sudah memburu menahan gejolak amarahnya.
"Itu tidak mungkinkan. Oma jawab, aku bertanya!!?!!" ucap Quella dengan nada tinggi, hampir menjerit, rasa kecewa dan marah bercampur menjadi satu. Apalagi saat melihat omanya yang santai saja, tidak menganggap serius ucapannya.
Owira dengan tenangnya memandang Quella, dan dengan suara lembut namun tegas berkata, "Xaver bukan seperti yang kamu bayangkan, Quella. Dia memiliki rencana untuk bisa mengembalikan masa jasa hotel ini. Bahkan mungkin Queez Hotel bisa jauh lebih besar dari yang kamu lihat saat ini."
Quella menghela napas dengan berat, matanya terlihat sayu beserta kecewa. "Tapi, Oma...," Quella hampir saja menjerit frustasi.
"Xaver itu penjahat, dia itu yang telah menjebakku dalam pernikahan yang mengerikan ini," mata Quella memerah menandakan kemarahannya yang sudah melambung tinggi.
"Dan lagi apa Oma tidak takut Queez Hotel akan direbut oleh orang licik itu?" suara Quella bergetar, penuh dengan kekhawatiran dan rasa tidak percaya pada apa yang sudah omanya lakukan.
Oma mengambil tangan Quella, memandangnya dengan tatapan yang penuh kasih. "Quella, buka matamu dan lihatlah lebih jauh. Xaver memiliki keahlian yang tidak bisa kamu lakukan. Lagi pula ia tidak seburuk yang kamu pikirkan," ujarnya, mencoba menenangkan cucunya itu.
"Oma....," Quella menatap omanya dengan mata yang tidak percaya. "Bisa-bisanya Oma berkata seperti itu, dan lagi oma tidak mendiskusikan hal ini terlebih dahulu dengan ku. Apa keputusan ku tidak penting?" Quella menahan air matanya yang siap untuk jatuh.
"Setidak berharganya kah aku, Queez Hotel milik ku bukan Parvez sialan itu. Aku tidak akan pernah setuju," Quella masih dengan keras kepala menolak keputusan omannya, yang sangat jelas sepihak.
Menghembuskan napasnya pelan, Owira sama sekali tidak terpancing emosi akan Quella yang sudah emosi tinggi. Ia tetap tenang, dan menjawab pertanyaan Quella. "Cukup Quella, semuanya sudah matang, percayalah pada oma. Hanya dalam waktu satu tahun, Xaver mengelolanya. Setelah itu Queez Hotel kembali padamu," ucap Owira setelah memutuskan.
"Merupakan sebuah keberuntungan besar Xaver dapat mengelola Queez Hotel, dengan kemampuan dan koneksinya membuat Queez Hotel dapat bangkit dengan cepat. Bahkan mungkin saja, nama Queez Hotel dapat melambung lebih tinggi. Lagi pula apa yang bisa kamu rencanakan? Ayo katakan pada oma, akan oma batalkan semuanya, jika kamu berhasil merencanakan sesuatu yang memukau untuk Queez Hotel," Owira melanjutkan kata-katanya, dan itu semua berhasil membuat Quella menjadi bungkam seketika.
"Cih...," decak kesal Quella, ia menundukkan kepala, mencoba mencerna kata-kata Omanya yang begitu menusuk hatinya. Semua perkataan omanya sangatlah masuk akal, tidak ada yang salah.
Hanya saja dalam hatinya, konflik dan keraguan bergolak, mencoba memahami situasi yang tak hanya membingungkan tapi juga menyakitkan. Ketegangan di ruang itu terasa semakin besar, seolah-olah setiap kata yang terucap bisa menentukan nasib hubungan keduanya dan masa depan Queez Hotel.
°°°°°
Dalam kesunyian ruang kerja utama Queez Hotel, Xaver duduk lelah di belakang meja besar yang penuh dengan tumpukan dokumen. Matanya yang sembab menunjukkan kelelahan yang mendalam.
Di sampingnya, Jad, asisten pribadinya, sibuk mengolah data dari laptop yang terbuka. Dokumen-dokumen berserakan di atas meja besar, dan lampu sorot menerangi mereka saat mereka mencari petunjuk.
"Menurut laporan ini, banyak dari kalangan para pekerja lama yang tidak menyukai nona Quella," Jad menjelaskan, seraya menunjukkan grafik pada layar laptopnya.
Xaver menghembuskan nafas pelan, berusaha menenangkan diri. Dia memijat pelipisnya, berusaha mengusir sakit kepala yang mulai mengintai. Kebenaran yang baru saja terungkap itu seperti tamparan keras yang membuatnya sadar, mengapa Queez Hotel bisa mengalami penurunan kinerja.
"Mengapa masalah ini sangat merepotkan?" Xaver bertanya-tanya mengenai permasalahan yang telah terjadi.
Dia mencoba memproses informasi tersebut, bertanya-tanya bagaimana mungkin. Xaver mengira Quella dapet memimpin dengan baik, namun dugaannya salah besar ternyata lebih buruk dalam dari seorang karyawan yang baru magang. Sifatnya yang sombong dan angkuh ternyata bisa membuat kegaduhan besar dengan para pekerja.
"Apa yang sebenarnya telah terjadi? Queez Hotel yang mereka banggakan selama ini seperti omong kosong belaka!?!?" Xaver rasa-rasanya ingin marah besar, melihat semua laporan yang amburadul. Bahkan Quella tidak menyadari bahwa orang yang membuat laporan keuangan, sangatlah jelas-jelas melakukan penggelapan dana, yang terbilang bukan nominal yang kecil.
"Apakah ada detail lebih lanjut mengenai insiden-insiden yang melibatkan Ella?" tanya Xaver, suaranya serak. Kehabisan kesabaran, Xaver yang terbiasa melakukan pekerjaan dengan sempurna. Tentu merasa ingin marah, saat mengetahui seburuk apa kinerja yang dilakukan Quella saat memimpin.
Jad mengangguk dan mulai membuka beberapa file lain. "Ternyata ada beberapa keluhan yang direkam secara rahasia oleh beberapa pekerja. Mereka mengeluhkan sikap nona Quella yang terkadang arogan dan tidak menghargai kerja keras mereka."
Xaver diam mendengarkan semuanya, mengendus kesal. "Cukup sudah. Aku tidak ingin mengetahui hal itu lebih lanjut," Xaver mengehentikan Jad yang akan menjelaskan lagi.
"Aku ingin tau apa yang Owira pikirkan? Bisa-bisanya orang yang tidak mempunyai pengalaman seperti Ella, langsung memimpin!?!" Xaver tentu dibuat keheranan, sikap yang Quella tunjukkan, bukanlah hal yang baik untuk pertama kali menjabat sebagai pemimpin.
Jad menganggukkan kepalanya setuju dengan perkataan tuannya, bahkan Jad saja sampai geleng-geleng kepala saat mencari informasi. "Menurut laporan, saat masa itu nyonya owira mengalami sakit-sakitan. Merasa tidak bisa memimpin lagi, nyonya langsung meminta nona Quella untuk memimpin. Nona Quella saat itu cukup baik dalam memimpin, namun karena banyak pekerja yang tidak menyukai nona hal itu menjadi boomerang. Semasa kerja juga Nona mudah sekali tertipu, jika bukan karena adanya Yuren. Mungkin saja hotel ini sudah lama gulung tikar," Jad menjelaskan secara singkat, laporan yang telah dirinya dapatkan.
"Bodoh," gerutu Xaver setelah mendengar cerita itu.
"Semua kacau, ini memerlukan biaya yang besar untuk memperbaiki kinerja Hotel ini," ucap Xaver tegas, memikirkan cara untuk bisa mendapatkan modal lebih banyak lagi.
Jad tetap diam saat Tuannya jelas-jelas tengah meledak karena emosi yang tinggi. Xaver mengerutkan keningnya saat baru mengingat satu hal. "Apa Owira tidak memiliki orang yang dipercaya? Selain Yuren tentu nya," Xaver bertanya lagi, biasanya setiap usaha pasti memiliki satu orang yang sangat diandalkan.
Jad berpikir sejenak, setelah mengingatnya ia segera mencari kertas untuk ditunjukkan. "Ada tuan, seorang laki-laki bernama Kin," Jad menunjukkan selebar kertas yang berisikan data orang tersebut. "Pak Kin sudah sangatlah lama bekerja bersama nyonya Owira. Terhitung hampir dua puluh tahun, pak Kin bekerja di Queez Hotel sebagai menejer terpercaya. Bahkan paling lama bekerja, bisa dikatakan beliau sudah tau semua sudut mengenai Queez Hotel ini," jelas Jad kembali.
Menerima selembar kertas itu, Xaver mengerutkan keningnya. "Aku sama sekali tidak melihatnya sedari awal aku ke tempat ini. Jadi dimanakah dia?" Xaver menaikan alisnya bingung.
"Sayangnya sekali tuan. Nona Quella memecatnya secara tidak terhormat," Jad berasa tercekik saat mengatakan hal ini.
Xaver langsung menggebrak meja dengan keras. BRAK....
"APA?!? JELASKAN CEPAT?!?" Xaver mentap tajam kearah Jad, lagi dan lagi masalah diberbuat dan biangnya Quella.
Tidak ingin membuat Tuannya lebih marah, Jad dengan cepat menjelaskan kembali. "Nona Quella terpengaruh terhasut oleh seseorang, orang itu menuduh pak Kin menyeludupkan dana Hotel. Saat kejadian itu sangat disayangkan Yuren sedang pulang kampung, dan nona tanpa menggunakan kepala dinginnya....."
"Memecat Kin tanpa mencari bukti terlebih dahulu," Xaver memotong ucapan Jad, karena tahu apa yang pastinya dilakukan oleh Quella.
Jad menganggukkan kepalanya. "Benar tuan, dan orang yang menjebak nona. Itulah pelaku utama dari semua kejadian yang terjadi, dikabarkan orang itu telah melarikan diri, sampai sekarang juga jejeknya belum ditemukan," jelas Jad setelah menerima laporan yang dikumpulkan olehnya.
Xaver menutup matanya sejenak, mencoba meredam emosinya. Queez Hotel memang sangatlah disayangkan bila hancur, pantas saja Owira menyerahkannya untuk padanya untuk mengurusnya. Dia harus bertindak secepatnya, masalahnya ternyata bukan saja pada Quella namun kinerja para pekerja yang penipu. Xaver harus segera mencari solusi terbaik untuk semua pihak.
"Hubungi Kin, katakan padanya aku menawarkan jabatan baru untuknya di Queez Hotel. Jika Kin menolak, katakan saja Queez Hotel berada dalam ambang kehancuran," ucap Xaver tegas, langkah pertamanya adalah menarik orang terpercaya agar memudahkannya.
"Baik tuan," Jad segera menuruti perintah.
Memejamkan matanya sesaat, sebelum mengatakan perintah selanjutnya. "Data barang-barang berharga yang di miliki keluarga Grizelle. Kirimkan datanya padaku, dan cari kolektor yang berniat membeli barang-barang berharga itu."
"Baik tuan, akan saya lakukan dengan segera," ucap Jad patuh terhadap perintah tuannya.
°°°°°
Hari ini, Quella merasakan amarah yang memuncak. Bagaikan sebuah mimpi buruk yang dialaminya sekarang, baru saja bangun dari tidur nyenyaknya sudah disambut dengan kejadian yang tidak pernah dirinya perkiraan.
Matanya memerah, jantungnya berdegup kencang, tangan gemetar saat dia melihat Xaver yang berdiri santai di tengah ruangan, menonton para pekerja mengangkut barang-barang berharga keluarga Grizelle.
"Apa maksudnya ini?" teriak Quella, suaranya penuh dengan kekecewaan dan kebingungan. Suaranya juga berhasil membuat semua orang menatap kearahnya.
Xaver, yang tampak tenang, menatapnya sejenak sebelum menjawab dengan tegas. "Barang-barang ini akan dijual."
"Kenapa berhenti? Lanjutkan perkejaan kalian," Xaver menatap malas, pada orang-orang yang malah terpengaruh akan teriakan Quella.
"Baik Tuan," ucap serentak, dan melanjutkannya kembali, mengangkut barang-barang keluar untuk di pickup.
Quella mengerutkan keningnya akan jawaban yang diberikan. Mata Quella semakin memanas, dirinya langsung berlari ke arah orang-orang yang berniat mengambil sebuah lukisan yang terpajang. "Tidak jangan sentuh ini," Quella merentangkan tangannya, menjaga agar lukisan itu tidak di angkut.
Xaver melihat pemandangan itu, menghembuskan napasnya kasar. "Ella jangan menghalangi," ucap Xaver sambil mendekat ke arah kerumunan yang dilakukan oleh Quella.
"TIDAK, AKU TIDAK AKAN PERNAH SUDI BARANG INI DIJUAL," Quella menentang keras ucapan Xaver. Lukisan ini bearti untuk hidupnya, sangatlah berarti. Jadi dirinya tidak akan pernah mau melepaskannya.
Xaver memberikan isyarat agar orang tadi pergi, dan membantu yang lain terlebih dahulu. "Ella kita memerlukan uang untuk mengelola Queez Hotel. Jadi jangan menghalangi," tekan Xaver dengan auranya yang tidak ingin dibantah.
Menggelengkan kepalanya, Quella tetap mempertahankan keinginannya. "Tapi seharusnya kamu memberikan penjelasan terlebih dahulu padaku," kata-kata itu keluar dari mulut Quella dengan nada yang hampir terdengar seperti suara orang yang terluka. Dia tidak mengerti mengapa semua orang selalu bertindak tanpa berbicara dengannya terlebih dahulu. Sepertinya omanya sekarang orang di depannya.
Xaver berjalan mendekat, mencoba menenangkan istrinya dengan menyentuh bahunya, tapi Quella langsung menepisnya. "Kamu tidak bisa hanya memutuskannya sendiri! Ini rumahku, barang-barang ini milik keluarga Grizelle!" ucap Quella walaupun dengan suara gemetar, tapi dirinya tidak ingin kalah ataupun tunduk.
Xaver menaikan alisnya, memandang rendah akan keras kepala yang dimiliki Quella. "Oke jika kamu tidak mau barang-barang Grizelle dijual. Cepat berikan aku uang seharga barang-barang itu. Bagiamana? Adil bukan," Xaver sebenarnya ingin berkerja secara lancar dan cepat, namun ternyata Quella menjadi penghalang.
Quella bungkam, dirinya sama sekali tidak memiliki uang sebanyak harga-harga barang di rumahnya ini. Mendongakan kepalanya menatap mata biru shappire milik Xaver dengan pandangan memohon.
"Aku merelakan barang yang lain. Tapi aku mohon... Jangan lukisan ini...," Quella menyentuh tangan Xaver dengan ragu. Air mata mulai mengalir dari sudut mata Quella, menandakan betapa dalamnya rasa sakit. Quella hanya ingin mempertahankan lukisan yang penuh dengan kenangan indah didalamnya.
Xaver hanya bisa menatap Quella dengan diam, dirinya tidak memperkirakan Quella akan memohon sampai seperti ini. Memandangi tangan kecil itu yang sedang memegang ujung jasnya.
Tubuh kecil Quella terguncang oleh isak tangis, sementara matanya yang sembab terus menatap Xaver dengan pandangan yang menyiratkan kekecewaan mendalam. "Tidak, Xaver... ini sangat penting bagiku," ucap Quella dengan suara yang serak, berusaha meyakinkan Xaver untuk berubah pikiran.
Namun, Xaver tetap pada pendiriannya. Tangannya yang besar perlahan melepas genggaman tangan Quella dari ujung jasnya. "Aku tahu, Ella, tapi ini bukan untuk kebaikanku, ini untuk kebaikan kita berdua dan yang lainnya juga," sahut Xaver, suaranya terdengar lembut namun tegas. Quella memandangnya dengan tatapan yang semakin bercampur aduk, antara marah, kecewa, dan sedih.
Air mata Quella semakin deras mengalir membasahi pipinya yang pucat. "Semua orang selalu seperti ini. Selalu mengambil keputusan tanpa mempertimbangkan perasaanku, bahkan kamu juga, aku benci ini," ucap Quella sambil melangkah mundur, matanya yang merah memandang Xaver dengan rasa sakit yang mendalam.
Berbalik menjauh, tanpa mendengar apapun, Quella berlari dengan tangisan yang terus jatuh. Hatinya sangatlah sakit mendapati semuanya, kehidupan hancur. "Aku benci... Aku membencimu Parvez," Quella sudah sangat dalam membenci Xaver, bahkan dadanya terasa sangatlah sesak.
Xaver menghela napas berat, memegang dadanya yang merasakan perasaan terluka melihat Quella dalam keadaan tersebut, namun dia tahu keputusannya kali ini adalah yang terbaik. "Sekalipun kamu membenci ku, itu tidak apa-apa. Aku melakukan semua ini juga untuk mu," gumam Xaver memandangi punggung Quella yang mulai berlari menjauh.
•••••
TBC
JANGAN LUPA FOLLOW