Luna harus menerima kenyataan pahit saat mengetahui jika suaminya yang baru saja menikahinya memiliki hubungan rahasia dengan adiknya sendiri.
Semuanya bermula saat Luna yang memiliki firasat buruk di balik hubungan kakak beradik suaminya (Benny dan Ningrum) yang terlihat seperti bukan selayaknya saudara, melainkan seperti sepasang kekasih.
Terjebak dalam hubungan cinta segitiga membuat Luna pada akhirnya harus memilih pada dua pilihan, bertahan dengan rumahtangganya yang sudah ternodai atau memilih menyerah meski perasaannya enggan untuk melepas sang suami..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy2R, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
(Aduan Retno)
"Caranya dengan memberikan makanan laut kepada si korban, Bos. Dia kan alergi makanan laut. Meskipun dampaknya tidak sampai membuatnya m*ti, tapi setidaknya alerginya itu sudah cukup membuatnya tersiksa," ucap Agus.
Ningrum manggut-manggut sambil tersenyum mendengar apa yang dikatakan Agus barusan.
"Pintar juga kamu ya, Gus," puji Ningrum.
"Oh jelas dong saya pintar, Bos. Saya ini sudah sangat berpengalaman kalau untuk urusan menyakiti seseorang." Agus tertawa, begitupun dengan Ningrum.
"Tapi tak mungkin kalau saya memberinya makanan laut secara langsung ke Luna. Kalau dia tahu, sudah pasti dia tak akan mau memakannya," ucap Ningrum.
"Jadikan saja sebagai bahan tambahan yang dicampurkan ke dalam makanannya, Bos. Yaa pintar-pintar Bos lah bagaimana menyamarkannya," kata Agus.
Ningrum merasa lega, akhirnya ia mendapatkan ide untuk memuaskan rasa tak sukanya terhadap Luna.
"Saya senang bisa bekerjasama dengan orang yang banyak akalnya seperti kamu, Gus," puji Ningrum.
Agus tertawa mendengarnya, "Tapi ide yang saya bagikan padamu, itu ada nilainya lho, Bos," ucapnya sembari memberi isyarat kepada Ningrum dengan dua jarinya.
Ningrum pun langsung mengerti, "200juta cukup?" tanyanya, memastikan.
Agus bersorak senang, "Lebih dari cukup, Bos," jawabnya.
Hanya dengan sekali tekan, uang yang berada di rekening Ningrum berpindah ke rekening Agus.
"Sudah ya," ucap Ningrum sembari menunjukkan bukti transferannya yang terpampang di layar ponselnya kepada Agus.
"Siap, Bos. Terima kasih. Senang bekerjasama denganmu, Bos." ucap Agus.
Pertemuan keduanya diakhiri dengan Agus yang memberi hormat kepada Ningrum sambil ia menyunggingkan senyumnya. Setelahnya, Ningrum pun kembali masuk ke dalam mobilnya dan melaju pergi.
**
Pada saat yang sama di kantor, terlihat keluarga Hendra yang sedang berkumpul di ruang kerjanya. Hendra bersama anak serta istrinya duduk bersama di sofa panjang yang letaknya dekat jendela.
"Mama ngomong apaan sih? Aku tahu Mama saat ini sedang kecewa dengan perbuatan Ningrum yang menyebabkan Luna pergi dari rumah kita, tapi bukan berarti Mama bisa seenaknya memfitnah Ningrum seperti itu. Mau bagaimanapun juga Ningrum itu masih anggota keluarga kita, Ma," bela Benny usai ia mendengar cerita dari Retno mengenai rencana Ningrum yang hendak mencelakai Luna.
"Benny!" Retno tiba-tiba bangkit dari duduknya. "Tega sekali kamu berkata seperti itu pada Mamamu sendiri. Asal kamu tahu, selama ini Mama selalu memandang Ningrum baik, Benn, tapi setelah apa yang Mama dengar sendiri di rumah sakit beberapa waktu lalu, pandangan Mama ke Ningrum langsung berubah," ucapnya bernada tak suka.
"Mama salah dengar kali. Lagian Mama kan sedang tak sadarkan diri waktu itu, bisa saja kan Mama menghayal atau bermimpi tentang Ningrum yang sedang merencanakan kejahatan untuk Luna," sanggah Benny.
Retno menggelengkan kepalanya, "Mama sudah sadar waktu itu, Benn, tapi Mama memilih untuk berpura-pura masih tak sadarkan diri agar tak ketahuan oleh Ningrum," akunya.
Benny berdecak kesal, "Argh! Mama memanglah pendongeng handal sejak dulu," cibirnya.
"Bisa-bisanya kamu lebih mempercayai adik angkatmu itu dibandingkan Mama yang melahirkanmu, Benn," tunjuk Retno ke arah Benny. Air matanya tiba-tiba saja jatuh menetes di tengah perdebatannya dengan Benny.
Sebagai seorang ibu, Retno tentu saja merasa sakit hati atas ketidakpercayaan Benny terhadap fakta yang diungkapnya.
"Berikan aku bukti konkrit yang tak bisa ku bantah terkait cerita Mama tadi," ucap Benny.
Retno seketika membisu, ia membuang muka dan lalu kembali mendudukkan pantatnya di sofa.
"Kenapa diam, Ma? Tak bisa kan Mama memberikan bukti yang aku minta?" tanya Benny, menyudutkan.
Retno menatap tak suka pada putranya, "Mama memang tak memiliki bukti yang kamu minta, Benn, tapi ketahuilah setiap kalimat yang Mama ungkapkan barusan kepadamu dan papamu, tak ada sedikitpun kebohongan di dalamnya," ucapnya bersungguh-sungguh.
Dalam hati sebenarnya Benny pun tak berniat menganggap mamanya sebagai pembohong tetapi mendengar cerita mengenai Ningrum yang memiliki rencana jahat kepada Luna tak bisa diterima oleh hatinya.
"Kita semua mengenal Ningrum sejak dia masih kecil, Ma, kita juga tahu bagaimana sifat serta karakter Ningrum. Dia itu gadis yang lucu, polos, manja juga kekanak-kanakan, meskipun terkadang sikapnya menyebalkan, tapi aku yakin seratus persen kalau Ningrum tak mungkin sejahat seperti di cerita Mama," belanya.
"Astaga, Benn,-"
Tep.
Sebuah tepukan di bahu Retno membuatnya seketika terdiam. Ia menoleh ke sisi lainnya, di mana suaminya berada.
"Jangan dilanjutkan perdebatannya. Urusan Benny biar menjadi urusan Papa," ujar Hendra kepada sang istri.
Retno lantas menganggukkan kepala. Sekarang, ia memilih untuk diam saja dan beralih menjadi pendengar di antara anak dan suaminya.
"Papa tak menyangka jika ternyata selama ini kamu dan Ningrum memiliki hubungan rahasia di belakang Papa dan mama. Jika saja Papa tahu sedari awal, tak akan Papa membiarkan kalian untuk tinggal bersama," ucap Hendra.
"Maaf untuk hal itu, Pa. Tapi percayalah hubungan kami sudah berakhir lama. Jauh sebelum aku mengenal Luna, aku dan Ningrum sudah mengakhiri semuanya," kata Benny.
"Kamu yang mengakhirinya sendirian, Benny. Sedangkan Ningrum, dia masih terjebak pada hubungan di masa lalu kalian," ujar Hendra.
Benny tak membantahnya. Iya pun membenarkan ucapan papanya dengan nada lirih.
"Terlepas dari cerita mamamu, Papa minta kamu untuk menjauh sejauh-jauhnya dari Ningrum. Ajaklah Luna tinggal di tempat lain yang sekiranya Ningrum tak bisa menjangkau kalian," perintah Hendra.
"Niatku juga begitu, Pa,"
"Kamu tahu sendiri siapa Luna itu. Tanpa campur tangan keluarganya, sudah bisa dipastikan perusahaan kita akan mengalami kebangkrutan yang sangat besar," ujar Hendra. "Bahagiakan Luna dan jangan sekali-kali kamu menyakiti perasaannya. Hanya itulah satu-satunya jalan agar keluarga Luna tetap mau mempertahankan posisinya di perusahaan kita," tuturnya.
"Tanpa Papa perintahkan pun, aku pasti akan melakukannya, Pa," balas Benny.
"Dan satu lagi, Benny, apapun permasalahannya berikanlah sepenuhnya kepercayaanmu kepada Luna dibandingkan kepada Ningrum," ucap Hendra.
Benny menatap bingung pada papanya, ia penasaran apa yang sebenarnya membuat papanya tiba-tiba saja berubah penilaiannya terhadap Ningrum. Padahal dulu, seingat Benny, Ningrum adalah anak kesayangan papanya dan anak yang paling dipercayanya. Namun, akhir-akhir ini tiba-tiba saja semuanya menjadi terbalik.
"Baik, Pa." Benny lantas beranjak dari tempat duduknya, ia pamit kepada kedua orangtuanya dengan alasan ingin kembali ke ruang pribadinya untuk menyelesaikan pekerjaannya yang tertunda.
Seperginya Benny, Retno kembali mengungkit perihal rencana Ningrum yang tak sengaja didengarnya.
"Mama tak bohong, Pa, Mama benar-benar mendengarnya sendiri. Lagian untuk apa Mama berbohong? Apa untungnya untuk Mama?" ucap Retno di sela isak tangisnya.
"Meskipun Papa tak begitu menyukai anak itu, tapi untuk mempercayai ucapan Mama juga sulit untuk Papa," ujar Hendra.
Retno menghela nafas, ia sejenak terdiam sambil melayangkan pandangannya ke langit-langit ruangan.
"Kalau Mama tak mendengarnya sendiri, kemungkinan besar Mama juga tak akan percaya kalau Ningrum bisa berbuat seperti itu, Pa," timpal Retno.
"Jadi wajar kan jika Benny-"
"Pa.." Retno tiba-tiba memegang lengan Hendra sehingga membuat suaminya itu langsung diam, tak melanjutkan ucapannya. "Ponsel Papa mana? Ada yang ingin Mama cek di ponsel Papa," pintanya kemudian.
"Hah? Mengecek apaan sih, Ma?"
Retno berdecak, "Serahkan saja ponsel Papa pada Mama. Nanti Mama jelaskan." ucapnya sedikit memaksa.
Tanpa banyak bertanya lagi, Hendra lalu mengeluarkan ponselnya dari dalam saku jasnya dan memberikannya kepada Retno.
Beberapa saat setelahnya.
"Ternyata apa yang aku fikirkan tentang Ningrum benar adanya." gumam Retno usai berhasil menelusuri ponsel milik Hendra.
_