Namaku Delisa, tapi orang-orang menyebutku dengan sebutan pelakor hanya karena aku berpacaran dengan seseorang yang aku sama sekali tidak tahu bahwa orang itu telah mempunyai pacar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vina Melani Sekar Asih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25
Pagi itu, Delisa duduk di ruang makan bersama mamah dan papahnya. Ia terus menatap ponselnya, berharap ada pesan atau telepon dari Azka. Biasanya, Azka akan mengirimkan pesan "selamat pagi" atau menanyakan apakah dia sudah siap berangkat ke sekolah. Namun, kali ini tidak ada apa-apa. Bahkan, semalam pun Azka tidak memberikan kabar.
Papah yang memperhatikan Delisa sejak tadi akhirnya angkat bicara. "Kamu kenapa, Nak? Dari tadi kok kelihatan gelisah?"
Delisa menghela napas, meletakkan ponselnya di atas meja. "Azka nggak kasih kabar, Pah. Biasanya dia ngajak berangkat bareng, tapi kali ini nggak ada pesan sama sekali."
Mamah menatap Delisa dengan penuh perhatian. "Mungkin dia lagi sibuk, Sayang. Kamu jangan terlalu khawatir dulu."
Delisa hanya mengangguk pelan, meskipun rasa khawatirnya tidak berkurang. Akhirnya, papah menawarkan diri untuk mengantar Delisa ke sekolah.
"Daripada nungguin kabar nggak pasti, biar Papah antar aja. Kamu nggak mau terlambat kan?" ujar papah dengan senyum menenangkan.
Delisa mengangguk lagi. "Iya, Pah. Terima kasih, ya."
...****************...
Setelah tiba di sekolah, Delisa langsung menuju kelasnya. Caca yang sudah berada di sana segera menyapa.
"Eh, Del! Tumben nggak bareng Azka? Kalian berantem, ya?" goda Caca sambil meletakkan tasnya di meja.
Delisa menggeleng lemah. "Enggak, Ca. Aku juga nggak tahu kenapa dia nggak kasih kabar sama sekali."
Sebelum Caca sempat menjawab, sekelompok siswa di dekat mereka mulai berbisik-bisik. Salah satu dari mereka, Lila, terdengar berkata dengan nada khawatir, "Kamu denger nggak? Orang tua Azka kecelakaan tadi malam."
Delisa yang mendengar itu langsung merasa jantungnya berdegup kencang. Ia mendekati kelompok tersebut dengan wajah panik. "Lila, apa yang kamu bilang tadi? Orang tua Azka kecelakaan?"
Lila terlihat sedikit ragu, tapi akhirnya menjawab, "Iya, aku dengar dari anak kelas sebelah. Katanya mereka kecelakaan di jalan tol tadi malam. Aku nggak tahu pasti kondisinya gimana."
Mendengar itu, Delisa merasa tubuhnya melemah. Tanpa berpikir panjang, ia langsung berlari ke ruang guru untuk meminta izin menemui Azka.
...****************...
*Di Ruang Guru
Delisa mengetuk pintu ruang guru dengan tangan gemetar. Salah satu guru, Bu Rani, menyuruhnya masuk.
"Ada apa, Delisa? Kok kelihatan buru-buru?" tanya Bu Rani.
Delisa menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab. "Bu, saya dengar kabar kalau orang tua Azka kecelakaan. Saya mau izin keluar sebentar untuk menemui dia."
Bu Rani tampak terkejut mendengar penjelasan Delisa. Namun, ia segera menggeleng pelan. "Maaf, Delisa, tapi sekolah tidak bisa memberikan izin seperti itu. Kamu bukan keluarga Azka, jadi ini bukan urusan yang bisa kamu tangani. Jika ada informasi resmi, kami pasti akan memberitahu kalian."
"Tapi, Bu..." Delisa mencoba memohon, tapi Bu Rani tetap kukuh.
"Delisa, saya mengerti kamu khawatir. Tapi kamu juga harus paham bahwa ini adalah aturan sekolah. Jika Azka butuh bantuan atau ada hal penting, pihak keluarganya yang akan mengurus," kata Bu Rani dengan tegas namun lembut.
Delisa merasa kecewa. Ia keluar dari ruang guru dengan kepala tertunduk.
*Di Kelas
Caca yang menunggu di kelas segera menghampiri Delisa saat melihat sahabatnya kembali dengan wajah muram. "Gimana, Del? Kamu diizinin nggak?"
Delisa menggeleng pelan. "Enggak. Mereka bilang aku bukan keluarganya, jadi nggak boleh keluar sekolah."
Caca menghela napas panjang. "Ya ampun, Del. Aku ngerti kamu khawatir, tapi mungkin kita harus tunggu kabar lebih jelas dulu."
"Tapi aku nggak bisa, Ca. Aku nggak tenang kalau nggak tahu gimana kondisi Azka," jawab Delisa dengan suara serak.
Caca mencoba menenangkan Delisa, tapi gadis itu tetap gelisah sepanjang jam pelajaran. Pikirannya terus dipenuhi oleh bayangan Azka dan keluarganya.
...****************...
Saat jam istirahat tiba, Delisa kembali mencoba mencari informasi tentang Azka. Ia bertanya kepada teman-teman sekelas Azka, tapi tidak ada yang tahu pasti. Hingga akhirnya, salah satu siswa memberitahu bahwa Azka terlihat pergi dari sekolah pagi ini setelah dipanggil ke ruang guru.
Mendengar itu, Delisa semakin khawatir. Ia berjalan mondar-mandir di koridor, berharap menemukan solusi. Namun, Caca menarik lengannya.
"Del, kita harus sabar. Kalau kamu terus panik kayak gini, kamu malah nggak bisa mikir jernih," kata Caca dengan nada tegas.
Delisa akhirnya duduk di bangku koridor, mencoba menenangkan diri. Ia menatap ponselnya yang masih kosong dari pesan Azka. "Aku cuma pengen tahu dia baik-baik aja, Ca."
"Aku ngerti, Del. Tapi mungkin Azka lagi sibuk sama keluarganya. Kita doakan aja semuanya baik-baik, ya," jawab Caca sambil menggenggam tangan Delisa.
...****************...
Setelah pulang sekolah, Delisa langsung masuk ke kamarnya. Ia merasa lelah, baik secara fisik maupun emosional. Ia mencoba menghubungi Azka beberapa kali, tapi panggilannya tidak dijawab.
Mamah yang melihat Delisa murung akhirnya masuk ke kamarnya. "Kenapa, Sayang? Kamu kelihatan sedih sekali."
Delisa menceritakan semuanya kepada mamahnya, termasuk bagaimana ia dilarang menemui Azka. Mamah mendengarkan dengan penuh perhatian.
"Mungkin Azka butuh waktu, Nak. Kalau dia belum menjawab teleponmu, bukan berarti dia nggak peduli. Dia mungkin lagi sibuk mengurus keluarganya," kata mamah mencoba menenangkan.
Delisa mengangguk pelan, meskipun rasa khawatirnya belum hilang. Ia berbaring di tempat tidur, berharap ada kabar baik yang datang.
...****************...
Saat malam tiba, ponsel Delisa akhirnya bergetar. Ia langsung mengambilnya dan melihat pesan dari Azka.
Azka: "Maaf, Del. Aku nggak sempat kasih kabar. Orang tuaku kecelakaan tadi malam, tapi sekarang mereka sudah di rumah sakit. Kondisi mereka stabil. Aku minta maaf nggak bisa cerita langsung."
Delisa merasa lega sekaligus sedih membaca pesan itu. Ia langsung membalas:
Delisa: "Aku khawatir banget, Ka. Aku pengen ke sana, tapi sekolah nggak kasih izin."
Azka: "Nggak apa-apa, Del. Aku ngerti. Kamu doakan aja supaya mereka cepat sembuh, ya."
Delisa: "Pasti, Ka. Kalau ada apa-apa, kabarin aku, ya."
Azka hanya mengirimkan emoji hati sebagai balasan, tapi itu cukup untuk membuat Delisa merasa sedikit tenang.
Malam itu, Delisa berdoa dengan sungguh-sungguh untuk kesembuhan orang tua Azka. Ia tahu bahwa yang bisa ia lakukan saat ini hanyalah memberikan dukungan dari jauh, meskipun hatinya ingin sekali berada di sisi Azka.
Setelah membalas pesan Azka, Delisa terus memandangi ponselnya. Ia merasa ada yang hilang selama hari itu tanpa kehadiran Azka. Biasanya, mereka akan berbicara atau saling mengirim pesan sepanjang waktu. Namun, kali ini, situasi memaksa mereka untuk berjauhan.
Sebelum tidur, Delisa kembali membuka aplikasi pesan dan mengetik sesuatu.
Delisa: "Ka, kalau kamu butuh sesuatu atau cuma butuh teman cerita, aku selalu ada, ya. Jangan ragu buat bilang."
Pesannya langsung terkirim, tapi tak ada balasan. Delisa menatap layar beberapa saat, berharap Azka membalas, meski hanya sepatah kata. Akhirnya, ia meletakkan ponsel di samping bantalnya dan memejamkan mata. Dalam hatinya, ia berdoa semoga Azka menemukan kekuatan untuk melalui semua ini.
Dengan hati yang masih berat, Delisa mencoba tidur, meskipun pikirannya terus berputar pada Azka dan keluarganya. Hari esok mungkin akan membawa harapan baru.