Berawal dari jebakan berujung menikah paksa. Sesuatu yang tak pernah terbayangkan sebelumnya. Satria guru Matematika yang datang setelah mendapatkan ancaman dan secarik kertas dengan bertuliskan alamat. Tak mengira jika kedatangannya ke rumah salah muridnya akan merubah status menjadi menikah. Terlebih murid yang ia nikahi terkenal cantik namun banyak tingkah.
"Ayu!"
"Nama aku Mashayu Rengganis, panggil aku Shayu bukan Ayu! Dasar guru Gamon! Gagal move On!"
Mampukah Satria menghadapi tingkah istrinya?
Dapatkah keduanya melewati masa pengenalan yang terbungkus rapi dalam ikatan pernikahan? Atau menyerah di saat cinta saja enggan hadir di hati keduanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon weni3, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Itu Apa?
Satria hanya bisa menghela nafas berat saat melihat mobil Mashayu melewatinya dengan perlahan dan tidak berhenti untuk sekedar basa basi. Padahal dia mendorong motornya karena uang sisa beli kopi yang akan dia buat membeli bensin terpaksa tidak kembali karena harus membayarkan makanan sang istri.
Sebenarnya bisa saja Satria meminta bantuan anak buahnya di bengkel, tetapi tadi dia mendapat kabar jika anak buahnya sedang repot karena banyak pelanggan yang datang, di tambah lagi cuaca tak mendukung membuat Satria enggan merepotkan. Satria terus mendorong motor ke mesin ATM terdekat untuk mengambil uang tunai.
Keadaan Satria saat ini sudah basah kuyup, tanggung jika ia harus berteduh lebih dulu. Satria berjalan sampai di salah satu bank yang masih buka. Dengan mengusap wajahnya yang basah Satria perlahan masuk ke sana dengan banyak pasang mata menatap iba.
Kini Satria bisa bernafas lega, akhirnya dia bisa membeli bensin setelah dua kilo berjalan menuntun motor. Beruntung tidak jauh dari sana ada penjual bensin, langsung saja Satria memenuhi tangki bensin motornya dan bergegas untuk pulang.
...****************...
"Astagfirullah Le, kenapa tidak berteduh dulu to? Sampe basah kuyup begini," seru Ibu yang terkejut melihat Satria sampai di rumah dengan keadaan basah.
Mashayu yang sudah sampai di rumah sejak tadi dan ikut nimbrung dengan Ibu di dapur, segera menoleh setelah mendengar suara Ibu mertuanya begitu kencang. Dia melihat wajah Satria yang memucat, mungkin karena terlalu lama kehujanan dan kini pria itu kedinginan.
"Nanggung Bu, kadung basah. Ya sudah aku ke kamar dulu Bu mau mandi. Jika Ibu tidak repot tolong buatkan aku wedang jahe! Dingin sekali," keluh Satria. Satria pun tidak sadar jika ada Mashayu yang sedang memperhatikannya dari dapur.
"Iya nanti Ibu buatkan, cepat mandi dan jangan lupa di balur minyak kayu putih biar tidak masuk angin! Jika perlu minta tolong istrimu membalurkannya di punggung," titah Ibu kemudian beliau menoleh ke arah dapur ," tolong ya cah ayu!"
Mashayu nampak gelagapan, bagaimana mungkin dia melakukan itu. Bersentuhan saja bisa di hitung berapa kali dan tidak pernah karena sengaja. Terus ini harus melihat Pak Satria bertelanjang dada dan membiarkan tangan mulusnya itu mengusap punggung Mr Gamon. Rasanya impossible banget itu akan dia lakukan.
"Bagaimana aku menolaknya, tidak enak juga sama Ibu."
"Shayu," panggil Ibu lagi, Satria pun nampak risih hingga dia menggelengkan kepala pada Ibunya.
"Oh... I... I.. Ya Bu.Nanti Mashayu ke kamar urus Pak Satria sekalian membawakan wedang jahenya."
Ibu nampak tersenyum melihat Mashayu mau mengurus putranya. Ibu tau keduanya masih sama-sama canggung, tetapi mungkin dengan perantara hujan yang membasahi tubuh anaknya, bisa menyatukan keduanya dalam satu rasa.
"Aku ke kamar Bu," pamit Satria.
Satria segera ke kamar untuk mandi, tubuhnya sudah kelewat kedinginan dan sudah tidak sabar menikmati minuman hangat buatan Ibu. Satria pun tidak menggubris jawaban dari Mashayu, dia tau betul jika Mashayu terpaksa mengatakan seperti itu.
Di dapur Mashayu memperhatikan Ibu, cara membuat wedang jahe. Sebelum Satria pulang pun dia begitu antusias saat Ibu mengajarkannya memasak. Mungkin karena sejak kecil sudah ditinggal Mamahnya, hingga ia tidak pernah melakukan pekerjaan rumah bersama sang Mamah. Kehilangan sosok Mamah memang membuatnya tidak bisa mengerjakan apapun urusan rumah tangga, karena semua sudah ada yang mengurus. Siapa lagi jika bukan si Mbok yang merawat dan mengurus rumah sejak ia masih kecil.
Mashayu juga diberi banyak wejangan tentang cara mengurus suami serta peran istri dalam rumah tangga. Awalnya dia malas mengungkit masalah itu, karena masih ada rasa kesal pada Satria. Namun, melihat wajah bahagia Ibu yang penuh harap rasanya tidak tega untuk mengabaikan. Terlebih Ibu begitu sabar dan lembut padanya. Akan sangat disayangkan jika suatu saat dia tidak lagi menjadi bagian dari keluarga ini.
"Sudah jadi, cepat kasih ke suamimu! Pasti dia sudah selesai mandi dan butuh yang hangat-hangat!" Ibu memberikan secangkir wedang jahe pada Mashayu.
"Dikelonin Bu biar hangat!" sahut Cakra yang baru pulang, karena menunggu hujan reda.
"Hushhh kamu ini masih kecil ngomongnya kelon-kelon! Belajar dulu biar pintar dan lulus sekolah!" ucap Ibu sedikit sewot. Sedangkan Shayu menerima cangkir itu dengan mengulum senyum mendengar ocehan Ibu pada Cakra.
"Lah apa kabarnya dengan Shayu Bu, kita sepantaran berarti aku pun sudah boleh menikah." Cakra mencoba membela diri, apa lagi sedikit kesal melihat wajah Shayu yang meledeknya.
"Beda, Shayu perempuan kamu pria. Perempuan itu dibawa suaminya, lah kamu gimana mau bawa istri, pacar saja belum punya. Lagian mau dikasih makan apa kalau kamu belum punya gaji? Makan rumput?"
"Memangnya istri aku kambing!" celetuk Cakra dengan iseng menoyor kepala Mashayu saat gadis itu ingin melewatinya.
"Cakra!" Kesal Shayu yang tidak dapat menghindar karena sedang berjalan dengan membawa secangkir wedang jahe.
Cakra tidak menggubris, pemuda itu segera masuk kedalam kamar untuk membersihkan diri.
Mashayu kembali melangkah menuju kamar, ia masuk bertepatan dengan Satria yang keluar dari kamar mandi. Tak lama, bola mata gadis itu melebar saat ia melihat Satria keluar dengan bertelanjang dada.
"Aaaaggghhhhh... mmmmm..."
"Kamu kenapa berteriak sich? Nanti dikira yang lain aku apa-apain kamu!" sewot Satria dengan gemas yang saat ini menutup mulut Shayu dengan sebelah tangannya.
Mashayu melepaskan tangan Satria dari mulutnya lalu menyodorkan cangkir tanpa menatap Satria yang kini berdiri di sampingnya.
"Kenapa?"
"Pakai baju dulu Pak! Anda ini merusak mata saya yang suci ini! Pede banget lagian mentang-mentang punya perut macam roti sobek. Nanti aku sobek-sobek sekalian baru tau rasa!" sewot Mashayu dengan kesal.
Satria tidak sadar jika tadi dia keluar tanpa memakai pakaian. Dia hanya memijit pelipisnya setelah mengetahui alasan Mashayu menjerit, kemudian menyeruput wedang jahe tanpa beralih dari tempatnya berdiri.
"Hangat sekali..."
Satria melirik Mashayu yang masih diam memunggungi. Dia tersenyum tipis lalu meletakkan cangkir di atas meja rias.
"Tadi di suruh apa sama Ibu? Cepat lakukan!" Sebenarnya Satria pun risih karena dia tidak pernah bertelanjang dada di depan wanita. Apa lagi kini ia hanya mengenakan handuk saja tetapi mengerjai Mashayu sepertinya perlu, hingga ia menanggalkan rasa risihnya dan mengikis jarak pada Shayu.
"Ayo!"
Mashayu yang sejak tadi memainkan jemarinya kini semakin mengeratkan kedua telapak tangan. Wajah Shayu merona membayangkan tangannya bersentuhan dengan kulit Satria. Dia memejamkan mata dengan jantung berdebar.
"Cepat!"
"Ta..Ta...Tapi Pak, saya ...mmmm...nPak tolonglah pakai sendiri kan bisa, tangan saya ini masih perawan loh Pak. Belum pernah menyentuh tubuh pria manapun, masih orisinil. Jadi, Bapak pakai sendiri saja ya! Kan sudah tua, pasti berpengalaman."
Ucapan nyelenah Shayu membuat Satria menggelengkan kepala, kata tua yang terlontar dari bibir Mashayu membuat Satria sakit kepala. Padahal dia baru berumur 24 tahun dan itu masih sangat muda, hanya beda lima tahun dengan Mashayu.
"Ambil minyak kayu putihnya!" titah Satria.
Dengan cepat Mashayu membuka mata dan mengambil minyak kayu putih yang berada di atas meja rias. Dia segera memberikannya pada Satria dengan terus membuang muka. Namun Satria yang kembali menyeruput wedang jahe, tidak kunjung menerima membuat Shayu kesal sendiri.
"Pak!"
"Apa?" jawabnya santai.
"Ikh..." Dengan cepat Shayu berbalik dan meraih sebelah tangan Satria untuk memberikan minyak kayu putih itu, tetapi karena pergerakannya terlalu cepat dan sedikit kasar membuatnya tanpa sengaja menarik lilitan handuk yang melingkar di pinggang Satria.
"Aaakkkkhhh...Itu apa?"