Seorang pengangguran yang hobi memancing, Kevin Zeivin, menemukan cincin besi di dalam perut ikan yang tengah ia bersihkan.
"Apa ini?", gumam Kevin merasa aneh, karena bisa mendengar suara hewan, tumbuhan, dan angin, seolah mampu memahami cara mereka berbicara.
"Apakah aku halusinasi atau kelainan jiwa?", gumam Kevin. Namun perlahan ia bisa berbincang dengan mereka dan menerima manfaat dari dunia hewan, tumbuhan, dan angin, bahkan bisa menyuruh mereka.
Akankah ini berkah atau musibah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mardi Raharjo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Barito, Sang Panglima
Kevin pun meniru sifat getah pinus ke ujung ibu jari. Keringatnya berubah menjadi resin.
"Ctek"
Kevin menjentikkan jari dan matanya melebar saat merasakan panas di sana.
"Ctek ctek"
Kevin berulang kali mencoba dan melihat percikan api sekarang.
"Wah, ini ternyata rahasianya", kagum dan bangga muncul di hati Kevin sekarang. Ia mencoba menggunakan sendawanya, membakar kandungan metana dan hidrogen sulfida di sana.
"Keren!", kini Kevin punya senjata baru. Beberapa kali berlatih, ia bisa membakar rerumputan basah meski hanya membuatnya layu di saat percobaan awal.
Sembari menunggu sinar mentari sekira waktu dhuha, Kevin telah puluhan kali mencoba dan bahkan bisa menghanguskan rerumputan seluas 1 meter persegi hanya dengan gas sendawa dan konsentrasi oksigen.
"Aku perlu mencari bahan bakar yang mudah kutemukan selain sendawaku sendiri. Hahaha, senjata yang menjijikkan tapi keren!", monolog Kevin .
"Hufh, sekarang cukup lah. Aku harus menemui Tino", gumam Kevin lantas melangkah santai memasuki kota Dorman melalui gerbangnya. Setelah menunjukkan kartu akses khusus pemberian Tino, Kevin bisa memasuki area terlarang tanpa kesulitan. Di dalam ruang terlarang, ia melihat Tino menatap tajam dirinya.
"Wah, tamu agungku telah tiba", sambut Tino terdengar bahagia namun tak ada senyum di wajahnya. Kevin bisa menebak, bahwa ini terkait ulahnya kepada Aldo, saudara Tino.
"Apa kamu berubah pikiran sekarang?", dari awal Kevin tidak terlalu tertarik pada ajakan Tino. Namun tentu saja ia ingin hidup damai. Itu sebabnya ia meluluhlantakkan Bibcock kemarin. Jika pun Tino ingin berduel, ia takkan lari.
"Tentu tidak. Aku ini raja, pantang bagiku berubah sikap tanpa sebab yang sangat kuat. Hanya saja kamu telah merusak salah satu industri yang kulindungi dan bahkan mencabut dua jari adikku. Tentu aku harus meminta balasan atas hal ini bukan?", ujar Tino. Kevin tahu mereka tetap lah penjahat, tidak akan bertanya apa alasan penyerangannya ke kasino Bibcock.
"Apa maumu? Tak usah berbelit!", sahut Kevin.
"Jadi lah bawahanku dan kuanggap semua ini tidak pernah terjadi atau kau bertarung dengan panglimaku. Jika kau menang, tawaranku kemarin masih berlaku. Jika kau kalah, maka bakat sepertimu tidak layak disebut di hadapanku", ucap Tino. Nampak di sebelahnya ada Aldo yang tersenyum sinis.
Di sini, istana ini, Tino lah penguasanya. Lagi pula Kevin hanya sendirian di sini. Tentu saja Aldo sangat percaya diri melawan pendatang baru yang masih ingusan menggunakan kekuasaan Tino.
"Mana panglimamu? Aku sudah bosan berada di sini", tantang Kevin tanpa basa basi. Penjelasan hanya diperlukan untuk orang yang mau mendengarkan. Sia-sia saja mulut berbusa di depan telinga yang ditulikan secara sengaja. Tentu saja, kepentingan selalu berada di atas segalanya.
"Kevin , aku suka gayamu. Namun kenaifanmu ini sudah berlebihan. Jadi, bersiap lah dan tunjukkan padaku semua kemampuan terbaikmu. Berbangga lah, aku takkan membiarkan kamu tewas sebelum mengekstrak semua kekuatanmu untuk kusalin ke dalam genetik pasukanku", ujar Tino lantas menjentikkan jari.
Segera, seorang pria bertampang polos, cukup tampan, namun tatapan matanya sangat dingin, melangkah santai ke hadapan Kevin dengan kedua tangan berada di saku celana.
Saat mereka berdua berhadapan, muncul lah jeruji besi mengelilingi mereka.
"Grak!"
Jeruji besi dengan luas dalam 10 meter persegi pun kokoh berdiri, semua mata tertuju pada Kevin dan sosok misterius ini. Tanpa aba-aba atau kata pembuka, lelaki itu melesat seperti bayangan, menyasar kepala Kevin.
"Brak! Brak!"
Dua serangan menghantam zirah angin Kevin. Satu pukulan awal menghancurkan tangan lawan, satu serangan lagi telak mengenai dahi Kevin hingga nampak luka lebam menghitam. Namun daya tahan Kevin sukses membuat keduanya mundur karena gaya tolak.
"Sial! Nampaknya yang ini bisu", umpat Kevin dalam hati seraya memegangi dahinya yang ngilu dan jelas membuatnya pening sekarang. Lawan telah mempelajari kelemahan zirah angin Kevin, yakni serangan di titik yang sama di waktu hampir bersamaan.
Dengan cepat, kepalan tangan mutan itu beregenerasi dan segera utuh kembali. Begitu pun dengan Kevin, dahinya sudah sembuh dan menyisakan sedikit rasa nyeri.
"Hebat! Aku Barito, senang melawanmu!", lelaki misterius itu mengucapkan namanya sesuai tone suaranya yang rendah. Kevin hanya mengangguk, enggan menanggapi panjang lebar dan bersiap menyerang dengan kecepatan sesuai rencananya kemarin.
Lesatan berikutnya, Barito jauh lebih cepat dari serangan pembuka, membuat Kevin takjub. Namun ia segera berpindah dari tempatnya berdiri.
"Bam! Bam! Bam!"
Tiga serangan membuat kerusakan sangat parah di lantai pertarungan. Meski Barito sangat cepat, Kevin yang sebelumnya sangat cepat, mampu menghindari serangan lawan dengan kecepatan gerak didukung energi dari cincin keramat.
"Ayo lah, aku tahu kau cepat dan kuat. Ayo beradu serangan, jangan main kekar-kejaran seperti ini", keluh Barito. Kevin sendiri masih menganalisa kemampuan lawan yang begitu ekstrim baik kekuatan maupun kecepatan, hingga mengabaikan keluhan lawan.
Tanpa aba-aba, Kevin melesat sangat cepat, menyerang Barito dengan kuku tajamnya ditambah zirah angin hingga memunculkan energi samar membentuk cakar elang sepanjang 20cm.
"Brat brat brat"
Dua lengan Barito pun lepas dari bahu dan tergeletak di tanah. Lebih dari itu, isi perutnya juga terburai karena serangan ganas Kevin.
"Wah wah wah. Cepat sekali. Coba lihat kemampuanku!", ujar Barito tanpa ekspresi rasa sakit atau pun gentar. Kedua bahu dan robekan perutnya menjulurkan akson saraf perifer, menarik lengan dan usus agar kembali menyatu ke tubuh. Hanya lima detik saja, tersisa bekas goresan pisau tipis di ketiga bagian tubuh Barito.
Kevin yang tertarik dengan pertunjukan itu pun ingin melihat sampai di mana tingkat kehebatan panglima Tino ini.
Seperti enggan menyudahi permainan dengan cepat, Kevin menyerang Barito dengan beberapa serangan sejenis. Namun semua serangannya seolah dimentahkan oleh Barito.
"Apa kamu hanya bisa cepat dan kuat, dengan kemampuan puncak seperti ini saja? Aku tinggal menunggumu lengah dan lemah. Maka bersiap lah menerima ajalmu saat itu", ujar Barito, nampak pongah.
Nampak Barito menyuntikkan satu formula ke jalur venanya. Segera, tubuhnya semakin tebal dan menguarkan energi samar spektrum merah.
"Brat brat brat"
Kevin kembali menyerang Barito, namun dagingnya menjadi sangat tebal di bawah leher hingga kaki. Lukanya hanya menunjukkan goresan dalam yang segera sembuh dua kali lebih cepat.
"Hahaha, sudah kubilang kan, kecepatan dan kekuatanmu itu tidak bisa menyakitiku", ujar Barito, sengaja tidak menghindar untuk menunjukkan dominansinya di atas Kevin.
"Begitu ya, lantas bagaimana kalau begini?", ujar Kevin yang melesat cepat kembali menyerang dengan kecepatan kuku tajamnya.
"Srak!"
"Ctek"
"Bull"
Kevin menebas leher belakang Barito, karena lawannya menyilangkan tangan untuk pertahanan diri dan bergerak menghindar. Sayangnya, itu belum sepadan dengan kecepatan Kevin.
Entah kenapa, di saat terakhir Barito merasakan bahaya. Tulang leher Barito pun terpotong. Kevin pun segera menjentikkan jari dan meniupkan sendawa terbakar, menghanguskan tubuh Barito dengan panas api 2000°C.
Tak ada suara kesakitan. Namun nampak jelas, kepala dan badan Barito telah terpisah dan semua terbakar. Hanya leher ke bawah yang bergerak-gerak mencoba memadamkan api yang mulai melelehkan daging dan tulang cyborgnya.
"Brugh! Bum!"
Semua mata menatap ngeri ke arah Kevin. Barito, sang panglima Tino telah tumbang hanya dengan jurus cakar elang Kevin yang ditambah teknik api sendawa yang bahkan belum sempurna.
"Dia, monster!", ucap Aldo tanpa sadar. Itu pun yang ada dalam benak semua orang yang menonton kecuali Tino. Nampak matanya berbinar, seolah menemukan subyek penelitian baru yang sangat luar biasa.
Setelah jasad Barito menjadi abu dan lelehan, jeruji pembatas itu pun terbuka atas perintah Tino.
"Hebat! Kamu memang sangat hebat!", puji Tino.