"Kak, ayo menikah?" Vivi yang masih memakai seragam putih merah itu tiba-tiba mengajak Reynan menikah. Reynan yang sudah SMA itu hanya tersenyum dan menganggapnya bercanda.
Tapi setelah hari itu, Reynan sibuk kuliah di luar negri hingga S2, membuatnya tidak pernah bertemu lagi dengan Vivi.
Hingga 10 tahun telah berlalu, Vivi masih saja mengejar Reynan, bahkan dia rela menjadi sekretaris di perusahaan Reynan. Akankah dia bisa menaklukkan hati Reynan di saat Reynan sudah memiliki calon istri?
~~~
"Suatu saat nanti, kamu pasti akan merindukan masa kecil kamu, saat kamu terluka karena cinta..."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 29
"Hem, menurut kamu bagaimana?" Reynan justru balik bertanya.
"Ih, malah balik tanya." Vivi menguap panjang lalu dia memejamkan matanya.
Reynan semakin mengeratkan pelukannya. Dia sudah sangat dewasa, jelas dia tahu apa yang dia rasakan saat ini. "Vivi, aku tahu semua wanita butuh kepastian secara lisan. Aku..." Reynan menghentikan perkataannya sesaat. "Aku sudah jatuh cinta sama kamu."
Tidak ada sahutan dari Vivi, bahkan napasnya terdengar sudah teratur.
Reynan setengah bangun untuk melihat wajah Vivi. "Ternyata sudah tidur." Reynan membuang napasnya lalu kembali merebahkan dirinya. Keberanian yang dia kumpulkan untuk bilang cinta terbuang sia-sia. "Ya sudah, met tidur." Reynan semakin mendekap tubuh Vivi dan memejamkan kedua matanya.
Hingga tengah malam Vivi selalu memutar tubuhnya dan memeluk Reynan. Sampai dia terbangun di pagi hari, posisi mereka masih tetap sama saling memeluk.
Saat pagi mulai datang, Vivi membuka kedua matanya dan menatap wajah Reynan yang masih memejamkan matanya. Perlahan dia melepas tangannya. Dia akan bangun tapi Reynan menahannya dengan cepat. "Kak Rey!"
"Mau kemana?"
"Mau bangun."
"Ini masih pagi sekali." Reynan menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Vivi. Menghirup aroma khas Vivi yang sekarang menjadi aroma favoritnya.
"Mau buat bekal, biar aku gak kelaparan di kantor," kata Vivi. Dia berusaha melepas tangan Reynan tapi sangat berat.
"Tinggal suruh bibi saja." Reynan semakin mengendus leher Vivi. Dia menyusuri leher itu dengan bibirnya lalu menghisapnya seperti vampir.
"Ah, Kak!" pekik Vivi. Rasanya memang geli tapi bercampur sedikit rasa sakit.
Reynan tak peduli dengan Vivi yang kini meronta, dia semakin menghisap leher itu hingga meninggalkan jejak berwarna merah. Akhirnya dia melepas bibirnya dan tersenyum melihat hasil karyanya yang pertama di leher Vivi.
"Kak Rey ini titisan vampir ya? Sakit tahu."
"Sakit? Tapi nikmat." Reynan mendorong tubuh Vivi lalu menindihnya.
"Kak Rey, aku mau bangun." Vivi berusaha mendorong tubuh Reynan tapi Reynan terlalu berat untuknya.
"Sebentar, aku mau main-main sama kamu. Semalam kenapa kamu tinggal tidur duluan? Aku masih mengajak kamu mengobrol."
"Aku ngantuk, ya tidur."
Reynan mendekatkan wajahnya dan mengecup bibir Vivi. "Kamu jadi gak dengar apa yang sudah aku bilang."
"Memang Kak Rey bilang apa?"
Reynan kembali mengecup bibir Vivi. Bibir itu benar-benar sudah menjadi candu untuknya dan selalu ingin dia rasakan di setiap harinya.
Vivi semakin mendorong Reynan karena ada panggilan alam yang tiba-tiba datang dan tidak bisa dia tahan. "Kak Rey, minggir! Aku sakit perut."
Reynan tak juga turun dari tubuh Vivi.
"Kak Rey!" Vivi tidak bisa menahannya lagi, akhirnya dia membuang angin dengan wangi natural dari perutnya.
Seketika Reynan tertawa dan melepas tubuh Vivi.
"Malu, ih!" Buru-buru Vivi turun dari ranjang lalu berlari masuk ke dalam kamar mandi.
Reynan masih saja tertawa melihat tingkah Vivi yang sangat menggemaskan itu. Dia juga turun dari ranjang lalu membereskan tempat tidur yang berantakan. Kemudian dia membuka tirai jendela dan melihat Aldi yang sedang berolahraga di taman. "Jangan sampai dia jadi pebinor," gumam Reynan.
Beberapa saat kemudian, Vivi keluar dari kamar mandi dan sudah segar setelah membasuh tubuhnya. Dia masih merasa malu setelah kejadian yang tak terduga barusan. Cepat-cepat Vivi menyisir rambutnya lalu menyepolnya ke atas.
"Vivi, itu..." Reynan menunjuk bekas hisapannya yang memerah di leher Vivi tapi Vivi tidak mengerti apa maksud Reynan.
"Apaan sih? Udah ah, nanti keburu siang." Lalu Vivi keluar dari kamarnya.
"Ya udahlah, biarin aja." Kemudian dia masuk ke dalam kamar mandi.
Sedangkan Vivi kini berjalan ke dapur lalu membuka kulkas dan menyiapkan apa yang akan dia masak untuk bekalnya hari itu.
"Vivi mau buat apa? Biar dibuatkan Bibi saja," kata Rani sambil mendekati Vivi.
"Tidak apa, Ma. Aku mau buat sendiri. Ini bekal untuk aku dan Kak Rey."
"Ya sudah, bekal yang dibuat dengan cinta memang terasa lebih enak," kata Rani sambil tersenyum kecil.
Vivi hanya mengangguk lalu mulai memotong sayur dan bahan lainnya.
Senyum Rani semakin mengembang melihat tanda merah di leher Vivi. "Semoga kalian berdua cepat dapat momongan ya, biar Mama cepat gendong cucu."
Vivi hanya tersenyum kecil. Seandainya mertuanya itu tahu bahwa dirinya belum berhubungan sama sekali dengan Reynan, apa masih mengharap kehadiran cucu. Tapi tidak biasanya Mama mertuanya tiba-tiba membahas momongan.
Beberapa saat kemudian Raina masuk ke dalam dapur dan mengambil nugget yang baru saja digoreng oleh Vivi. "Rajin sekali sejak jadi nyonya Rey."
"Iya dong." Vivi hanya tertawa dan melanjutkan memasaknya tak peduli dengan Raina yang sekarang masih berdiri di dekatnya.
"Ya ampun, Vivi! Cu pang Kak Rey merah banget di leher kamu," kata Raina dengan keras secara frontal.
Seketika Vivi meraba lehernya. Dia baru ingat dengan hisapan Reynan tadi pagi di lehernya. "Hah? Cu pang?"
Vivi mematikan kompornya lalu masuk ke dalam kamar mandi yang berada di dekat dapur. Dia melihat pantulan dirinya di cermin. "Ih, Kak Rey!" Dia mengusap tanda merah itu tapi tidak bisa menghilang. Bodohnya dia sejak bangun belum bercermin sama sekali. "Aduh, pasti ini juga dilihat Mama barusan." Vivi melepas ikatan rambutnya lalu menutupi tanda merah itu.
"Kak Rey, awas aja!" Vivi keluar dari kamar mandi. Dia sudah bad mood melanjutkan masakannya. Bahkan Raina dan mamanya masih saja menertawakannya.
Vivi berjalan jenjang menuju kamarnya, tapi Reynan tidak ada di dalam kamar itu. "Kak Rey, dimana?" Kemudian Vivi melihat Reynan sedang berbicara dengan Aldi di taman. "Itu dia, aku gak akan tenang sebelum balas dendam." Vivi keluar dari kamarnya dan berjalan jenjang menyusul Reynan.
💞💞💞
Like dan komen ya... 🤭
bersyukur dpt suami yg bucin
slah htor