"Hanya satu tahun?" tanya Sean.
"Ya. Kurasa itu sudah cukup," jawab Nadia tersenyum tipis.
"Tapi, walaupun ini cuma pernikahan kontrak aku pengen kamu bersikap selayaknya istri buat aku dan aku akan bersikap selayaknya suami buat kamu," kata Sean memberikan kesepakatan membuat Nadia mengerutkan keningnya bingung.
"Maksud kamu?"
"Maksud aku, sebelum kontrak pernikahan ini berakhir kita harus menjalankan peran masing-masing dengan baik karena setidaknya setelah bercerai kita jadi tau gimana rasanya punya istri atau suami sesungguhnya. Mengerti, sayang!"
Loh, kok jadi kayak gini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Araya Noona, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jangan Ada Kesalahan Lagi
Saat sampai di rumah, Nadia sudah menunggu Sean di teras. Sean tidak memberitahu Nadia jika kedatangannya ke rumah Pak Usman itu untuk meminta maaf karena sudah masuk ke dalam tempat terlarang itu. Sean hanya memberitahu Nadia jika dia ke rumah Pak Usman untuk pamit dan memberitahu jika mereka akan pulang hari ini.
Sean memang masih belum seterbuka itu pada Nadia. Dengan kata lain keduanya masih sangat tertutup satu sama lain jika terjadi masalah. Mereka masih enggan untuk berbagi dan berkata jujur.
"Yuk kita berkemas," kata Sean tersenyum tipis. Tepatnya terpaksa sih.
"Baiklah," jawab Nadia. Wanita itu membalas senyuman Sean dengan senyum tipis juga.
Keduanya pun masuk ke dalam rumah untuk membereskan barang-barang mereka.
"Kamu udah kembaliin batu itu ke tempatnya?" Sean mencoba memecah keheningan yang melanda ruangan tersebut.
"Sudah," jawab Nadia pelan.
"Syukurlah. Semoga setelah ini kita gak akan diganggu lagi," kata Sean yang dijawab anggukan kepala oleh Nadia.
"Semoga," lirih Nadia kecil.
Sean dan Nadia akui mereka memang salah dan ceroboh namun siapa yang akan menyangka jika akan terjadi seperti ini. Menyesal pun tidak berguna karena semuanya sudah terjadi. Mereka hanya perlu berhati-hati untuk ke depannya. Jangan sampai hal seperti ini terulang kembali.
Hari itu mereka langsung pulang. Beberapa warga tampak kaget dengan kepergian Sean dan Nadia yang tiba-tiba itu. Pasalnya mereka tahu jika seharusnya mereka tinggal selama seminggu di sana.
"Saya ada urusan pekerjaan mendadak yang gak bisa ditunda. Makanya saya dan istri saya harus pulang hari ini," kata Sean pada warga yang bertanya.
"Oh, begitu ya," Mereka juga tampak sedih akan berpisah dengan pasangan suami istri itu.
"Kalo begitu kami pamit ya Bapak-bapak, ibu-ibu," kata Nadia tersenyum lebar.
"Iya. Hati-hati di jalan ya Mas Sean, Mbak Nadia."
Mereka melambaikan tangan ketika Sean dan Nadia sudah berada di atas mobil yang akan membawa mereka ke pelabuhan.
Andai mereka tahu apa yang sudah pasangan itu sudah lakukan, mereka juga pasti akan kecewa dan tidak akan lagi memperlakukan Nadia dan Sean sebaik ini. Untung saja hanya pak Usman dan keluarga yang tahu. Tapi, entah setelah kepergian mereka dari sana. Mungkin Pak Usman akan menceritakan perbuatan Sean pada warga yang tentu saja akan menimbulkan kekecewaan bahkan kemarahan
Dan saat itu terjadi, maka seluruh rencana Sean untuk melakukan syuting di tempat itu hancur. Tempat indah itu tidak akan pernah menjadi latar belakang filmnya.
Mengingat hal itu membuat Sean menghela napas berat. Kepalanya pening luar biasa membuatnya menyandarkan kepala di bahu Nadia yang juga sejak tadi hanya terdiam, larut dalam pikirannya sendiri. Meski sedikit kaget namun Nadia tetap membiarkan Sean bersandar di bahunya sembari dirinya menatap ke arah luar jendela. Menikmati pemandangan desa yang mungkin tidak akan pernah Nadia datangi lagi.
***
Keesokan harinya.
Dominic dan para karyawan cukup kaget saat melihat Sean datang ke kantor tiba-tiba tanpa pemberitahuan apa-apa. Mereka semua bertanya-tanya apa yang sedang terjadi. Kok Sean kembali lebih awal dari jadwal sebelumnya.
Dan tidak butuh waktu lama, Dominic pun mendapatkan jawabannya.
"Jadi kita harus bagaimana sekarang, Pak?"
Meski tak begitu menampakkannya, Sean tahu jika Dominic kecewa padanya. Setelah mendengar semua cerita Sean, pria itu hanya menanyakan pertanyaan tadi.
"Kita harus cari tempat yang lain," jawab Sean dengan nada lesu. Memangnya apalagi solusinya selain mencari tempat baru.
Dominic memejamkan sebentar matanya sembari memijit pelan batang hidungnya. Pening tiba-tiba menghampirinya tanpa permisi. Jika jawaban sang bos seperti itu, maka itu artinya Dominic harus memulai segalanya dari nol lagi.
Untung saja Dominic dan tim sudah menyiapkan beberapa tempat untuk mengantisipasi jika terjadi hal seperti ini. Meski semua tempat itu tentu tidak seindah desa yang didatangi Sean dan Nadia kemarin.
"Kita terpaksa mengundurkan semua jadwalnya," kata Sean dengan nada yang begitu menyesal dan frustasi. Padahal modal yang mereka keluarkan selama ini tidaklah sedikit tapi mau bagaimana lagi.
Batalkan saja? Tidak mungkin. Perusahan justru akan mengalami banyak kerugian jika proyek itu dibatalkan. Belum lagi mereka akan mengecewakan banyak pihak yang sudah percaya pada mereka untuk menangani film ini.
Pokoknya bagaimana pun caranya proyek film itu akan tetap Sean jalankan. Meski ini akan menjadi proyek film Sean yang paling gagal.
"Baiklah. Saya akan mengusahakan semuanya, Pak," kata Dominic pada akhirnya. Sean merasa sangat beruntung memiliki Dominic di bisnisnya. Pria itu tidak banyak bicara namun banyak bertindak.
"Terima kasih dan saya juga minta maaf," timpal Sean membuat Dominic membulatkan matanya. Astaga! Bosnya sampai minta maaf seperti itu. "Padahal sejak awal sudah ada peringatan. Tapi, saya malah menghancurkan semuanya," lanjutnya terkekeh miris.
Dominic merasa tidak enak melihat sang atasan menyalahkan diri sendiri. Memang benar Sean yang salah. Tapi, bukankah semua ini bisa dikatakan musibah yang bisa datang kapan saja.
"Jangan bicara seperti itu, Pak. Mau gimana pun juga ini adalah musibah," kata Dominic.
Pria itu baru akan membuka suara lagi untuk menenangkan Sean namun suara dering telpon sudah mendahuluinya.
"Ya, halo," kata Sean menempelkan benda itu di telinganya.
"Apa benar ini dengan Mas Sean?" tanya sang penelpon membuat Sean mengernyit keningnya bingung. Baru kali ini ada yang mencarinya dengan menyebut dirinya 'Mas'.
"Iya benar," jawab Sean.
"Ini saya Pak Usman."
Mendengar nama Usman membuat Sean seketika bangun dari tempat duduknya. Dominic sendiri sampai dibuat kaget.
"Oh iya, Pak. Astaga! Saya tidak mengenali suara Bapak. Saya minta maaf," kata Sean sedikit kelabakan.
"Iya gak apa-apa, Mas," Pak Usman terkekeh kecil di seberang sana. "Oh iya, tujuan saya menelpon karena ingin memberitahu jika kami tetap mengizinkan Mas Sean dan tim melakukan syuting di desa kami," lanjutnya.
Mata dan mulut Sean terbuka lebar seakan tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.
"Beneran, Pak?" Dia ingin memastikan sekali lagi sembari menahan senyumnya.
"Iya, Mas. Tapi, saya mohon agar kejadian tempo hari jangan sampai terulang lagi ya." Bagi Sean itu bukan sebuah permohonan namun peringatan.
"Pasti, Pak. Saya janji," kata Sean cepat. "Sekali lagi terima kasih karna Bapak masih percaya sama saya," lanjutnya sedikit banyak merasa terharu.
"Iya sama-sama." Setelahnya Pak Usman pamit dan sambungan telpon itu pun berakhir. Sean berjingrak kegirangan membuat Dominic hanya bisa tertawa melihat tingkah sang bos.
Sungguh ini diluar prediksi Sean. Padahal tadinya dia sudah pesimis namun pada akhirnya dia menemukan jalan terbaik. Filmnya memang ditakdirkan untuk syuting di sana.
Baiklah kali ini dia tidak akan mengacau lagi.
***