Bagaimana jadinya jika seorang CEO arogan yang paling berpengaruh se-Asia namun keadaan berbalik setelah ia kecelakaan menyebabkan dirinya lumpuh permanen. Keadaan tersebut membuatnya mengurungkan diri di tempat yang begitu jauh dari kota. Dan belum lagi kesendiriannya terusik oleh Bella, kakak iparnya yang menumpang hidup dengannya. Lantas bagaimana cara Bella menaklukkan adik ipar yang dilansir sebagai Tuan Muda arogan itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cemaraseribu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kesalnya Bella
Lauren, gadis kecil berumur hampir tiga tahun itu, terkejut saat Tuan Muda yang secara tiba-tiba melepaskan pelukannya dengan sedikit mendorong.
"Huaaaa, Om jahat banget, Lolen didoyong!" tangis Lauren pecah, air mata mengalir deras di pipinya yang tembam. Bella, ibu Lauren yang sejak tadi memperhatikan kejadian itu dari dekat, ia segera menenangkan putrinya. Dengan lembut, dia mengangkat Lauren, memeluknya erat sambil berbisik, "Husssst, cup cup cup, sayang."
Sambil menggendong Lauren, Bella menoleh dengan tatapan sinis ke arah Tuan Muda. "Kaku banget," gumamnya lirih, penuh kekecewaan. Kemudian, ia membawa Lauren masuk ke dalam kamar untuk menenangkannya.
Di dalam kamar, Lauren masih terisak dalam pelukan ibunya. "Cipa punya calah ya, Bu?" tanyanya dengan suara bergetar.
"Enggak sayang, Lauren baik kok," jawab Bella sambil mengusap air mata yang masih tersisa di pipi Lauren.
"Kok Om jahat banget sama aku?" tanya Lauren dengan rasa takut dan kebingungan.
"Mungkin Om lagi ada masalah, sayang. Jangan pikirkan itu ya," Bella mencoba menjelaskan, meski dalam hati, ia sendiri merasa kecewa dan marah atas perlakuan Tuan Muda terhadap anak semata wayangnya itu.
"Padahal tadi om itu baik kacih Lolen mainan."
"Iya, mungkin Om gak kebiasa di peluk sama Lolen. Kan Lolen juga tahu kalau ayah dulu juga seperti itu. Itu bukan karena ayah nakal, jahat sama Lauren, tapi ayah gak kebiasa aja."
Lauren pun menghentikan air matanya yang terus ia keluarkan. Ia pun terdistraksi dengan mainan yang bagus dari Tuan Muda tadi.
"Udah ya, mainan aja. Kan mainan Lauren baru dibeliin tadi." Lauren akhirnya mengangguk. Sementara itu Bella mengusap air mata Lauren dengan lembut.
"Lauren gak usah sedih, emang om gitu orangnya." Lauren yang kini menyibukkan diri dengan cara bermain mainan baru itu. Ia menoleh ke arah ibunya.
"Om cama ama ayah?"
"Iya sama, maafin Om ya?" tanya Bella sembari tersenyum.
"Iya Ibu." Bella bangga dengan Lauren yang tidak mempunyai sifat pendendam seperti Agash.
"Alhamdulillah, ya udah lanjutin mainnya. Ibu mau mandi dulu ya, Nak. Jangan keluar dulu."
"Iya Bu."
********
Sementara itu, Tuan Muda masuk ke kamar dengan tanpa bantuan siapapun. Jadi ia memutuskan untuk naik lift.
"Tuan Muda, biar saya bantu?" tanya maid yang akan sigap membantu. Tapi Tuan Muda yang moodnya udah jelek, ia pun menolak. "Saya bisa sendiri," ucapnya dengan dingin dan datar. Sontak maid itu pun memilih melangkah mundur membiarkan Tuan Mudanya itu naik lift sendiri.
Ketika sudah sampai kamarnya, Tuan merasa hampa. Ada sepucuk penyesalan datang dari benaknya ketika ia refleks menolak Lauren, anak dari Bella. Sampai akhirnya Tuan Muda yang merasa gelisah ini pun menelepon maid untuk datang ke kamarnya.
"Hormat saya, Tuan Muda. Ada yang bisa saya bantu?" tanya Tari, maid yang akan masuk ke kamar Tauke Muda tapi hanya di ambang pintu karena dicegah oleh Tuan Muda.
"Berdiri disitu, jangan masuk."
"Baik Tuan, ada yang bisa saya bantu?"
"Tolong panggilkan Bella kesini sekarang juga," ucap Tuan Muda datar. Tari pun mengangguk, "Baik Tuan Muda."
Sedangkan di kamarnya, setelah mandi, Bella masih terbungkus handuk saat ia mendengar ketukan di pintu kamar. "Mbak Tari? Ada apa?" tanyanya dengan nada yang masih terdengar kesal. Tari, salah satu maid di rumah besar itu, memberikan pesan dengan suara pelan, "Nona dipanggil Tuan Muda sekarang."
Bella menghela napas panjang, rasa kesalnya pada Tauke Kuda masih melekat di hatinya, memperlakukan Lauren, putrinya, dengan kurang baik.
"Hmmm baik tapi tolong jadi Lauren dulu ya? Bisa?" tanya Bella pada Tari.
"Bisa Nona."
Dia memutuskan untuk tidak langsung ke kamar Tuan Muda, melainkan memilih menghabiskan waktu bermain dengan Lauren yang sedang duduk sendirian di sudut ruangan.
"Sayang, Ibu mau keluar sebentar dulu ya. Sama Cus Tari ya?"
"Iya Bu."
*********
Bella lantas ke kamar Tuan Muda sekarang. Dongkol? Sudah pasti! Ia masih dongkol dengan kelakuan Tuan Mudanya itu. "Ckkk ngapain juga dia manggil aku. Masih butuh ternyata?" tanya Bella dalam harinya ngomel terus sepanjang naik tangga.
Setelah sampai di kamar Tuan Muda, Bella langsung masuk begitu saja. "Kenapa Tuan Muda memanggil saya?" tanya Bella dingin juga. Tuan Muda membalikkan kursi rodanya. Ia membisu sejenak.
Tidak ada kata maaf yang terkontaminasi dari mulut Tuan Muda. Sesulit itu dia mengatakan maaf pada seseorang yang telah ia sakiti. "Tuan Muda? Kalau Tuan gak omong mending saya main sama Lauren lagi," ancam Bella. Ia sudah muak banget dengan sikap dingin Tuan Mudanya.
"Bantu saya mandi," ucapnya datar.
Bella memandangi Tuan Muda dengan tatapan serius, memproses permintaan yang baru saja dilontarkan dengan nada yang begitu datar.
Meski dalam hati merasa kesal, ia tidak memiliki pilihan lain selain mengikuti perintah tersebut. Sebagai pengasuh, tanggung jawabnya adalah memastikan kebutuhan Tuan Muda terpenuhi.
"Hmmm baik."
Dengan gerakan yang mekanis, Bella mulai membantu Tuan Muda melepaskan pakaian. Setiap sentuhan kain ke kulit terasa begitu transaksional, tanpa kehangatan yang biasanya mengiringi rutinitas mereka.
Ketika ia mulai menggosok punggung Tuan Muda, ruangan tersebut terasa lebih hening dari biasanya. Biasanya, waktu ini diisi dengan percakapan ringan atau tawa kecil, tapi kali ini hanya ada suara gemericik air yang memecah keheningan.
"Ekhmmmm... " ucap Tuan ynag mencoba berdehem untuk memecahkan suasana tegang ini. Tapi nyatanya sia sia saja. Bella terasa menyeramkan jika hanya diam saja
Tuan Muda merasakan perubahan atmosfer itu. Keheningan yang tidak biasa membuatnya merasa tidak nyaman dan bersalah atas sikap dinginnya sebelumnya. Dia ingin meminta maaf, ingin mengembalikan keakraban yang biasanya mereka nikmati, namun lidahnya seolah terkunci, tidak mampu mengungkapkan kata-kata yang perlu diucapkan.
"Bagaimana ini?" tanya nya dalam hati. Tuan Muda menyusun kata kata tapi tidak sanggup ia katakan pada Bella.
*******
Setelah proses mandi yang cukup lama, Bella dengan hati yang agak berat memakaikan pakaian kepada Tuan Muda. Biasanya, Bella selalu tersenyum saat berinteraksi dengan Tuan Muda, tapi kali ini wajahnya datar, tanpa ekspresi kebahagiaan yang biasa.
Mata Tuan Muda menangkap perubahan itu dan memandang Bella dengan tatapan yang mencoba memahami apa yang terjadi.
"Apa lihat-lihat?" tanya Bella, suaranya terdengar agak galak, tidak seperti biasanya yang lembut dan mengayomi.
"Jangan ge er kamu." Tuan Muda, yang merasa tertegur, segera mengalihkan pandangannya ke arah lain, berusaha tidak memperburuk suasana hati Bella.
Setelah selesai memakaikan pakaian, Bella berjalan hendak meninggalkan kamar tanpa sepatah kata pun. Tuan Muda yang merasa ada yang tidak beres, tidak bisa menyembunyikan kekhawatirannya.
"Ekhmmm, mau kemana kamu?" tanya Tuan Muda dengan nada yang mencoba bersahabat.
Bella, yang sudah merasa cukup terganggu, menoleh dengan tatapan sinis. "Mau berak, napa? Tuan Muda mau ikut?" balasnya, nada suaranya menunjukkan rasa kesal yang mendalam karena merasa privasinya terganggu oleh pertanyaan Tuan Muda.