Seorang wanita muda bernama Ayuna berprofesi sebagai dokter Jantung yang berdinas di rumah sakit pribadi milik keluarganya, dia terpaksa dijodohkan oleh orang tuanya karena dia lebih memilih karir dibandingkan dengan percintaan.
Sebagai orang tua. tentunya sangat sedih karena anak perempuannya tidak pernah menunjukkan laki-laki yang pantas menjadi pasangannya. Tidak ingin anaknya dianggap sebagai perawan tua, kedua orang tuanya mendesaknya untuk menikah dengan seorang pria yang menjadi pilihan mereka. Lantas bagaimana Ayuna menyikapi kedua orang tuanya? Mungkinkah ia pasrah menerima perjodohan konyol orang tuanya, atau melawan dan menolak perjodohan itu? ikuti kisahnya hanya ada di Novel toon
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ika Dw, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16. Koma
Kondisi Ane semakin memburuk. Belum lama keluar dari rumah sakit kini ia kembali drop akibat ulah cucunya yang berimbas pada kemarahan Martha.
Martha dan Alexander kecewa berat, seakan-akan harga dirinya diinjak-injak oleh penolakan cucunya Ane. Karena emosinya ia melarang Mahendra dan juga Ayuna untuk membawa Ane ke rumah sakit miliknya. Alhasil Ayuna terpaksa membawanya ke tempat lain yang sekiranya lebih nyaman buat Ane.
Ayuna dan Mahendra membawa Ane ke rumah sakit di mana teman Ayuna dinas. Jadi dia juga akan menitipkan Ane di rumah sakit yang kini ditempatinya.
"Rike, aku minta tolong sama kamu ya? Pantau perkembangan pasienku. Karena aku nggak fokus di sini saja. Aku juga nggak bisa meninggalkan pasienku yang ada di tempatku sendiri," ucap Ayuna meminta Yurike sahabatnya untuk ikut menjaga Ane.
"Iya, aku bakalan bantuin kok kamu tenang saja ya? Aku nggak akan membiarkan pasienmu begitu saja," jawab Yurike.
"Tapi ngomong-ngomong, kenapa kamu nggak taruh di rumah sakit keluargamu Yuna? Bukankah kalau dia dirawat di sana, akan mempermudahkan dirimu menjaganya. Kalau di sini kan kamu bolak balik. Ya bukan apa sih, di sini juga nggak papa, aku nggak keberatan sih," celetuk Yurike dengan tersenyum.
Ayuna pun tersenyum paksa, sangat menyedihkan. Memiliki keluarga yang tidak punya hati, tidak pernah mau mengalah. Hanya karena marah dengan temannya, hingga tidak mengizinkan temannya untuk dirawat di rumah sakitnya.
"Di rumah sakit aku udah penuh Rike. Makanya aku bawa nyonya Ane ke sini. Maaf ya Rike, aku udah banyak ngrepotin kamu," celetuk Ayuna.
"Yuna! Kamu nggak boleh seperti itu. Aku sama kamu memiliki profesi yang sama, kita harus saling bantu. Aku nggak merasa direpotkan sama sekali sama kamu, kamu nggak usah nggak enakan gitu ya?"
Melihat tampang Ayuna yang tengah murung, ia bisa menebak kalau temannya itu tengah bersedih. Entah apa yang terjadi pada temannya itu. Tak dia janji akan membantu Ayuna untuk mengurus Ane yang kini dalam keadaan kritis.
"Yuna! Kalau kamu punya masalah, kamu bisa cerita sama aku. Tapi kalau di rumah sakit menangani pasien, kamu harus bersikap profesional ya? Sampingkan urusan pribadimu," tutur Yurike.
Ayuna pun tersenyum paksa dengan mengangguk pelan.
"Aku mau ke ruang ICU dulu ya? Mau menemui Papaku dulu," ucap Ayuna.
"Iya, silahkan."
Ayuna langsung bergegas menuju ruang ICU untuk melihat kondisi Ane yang kini ditangani oleh Mahendra.
"Papa! Gimana kondisi nyonya Ane?" tanya Ayuna.
"Dia masih belum sadar," jawab Mahendra.
"Ya Tuhan, kenapa bisa seperti ini sih, kenapa oma sama opa jahat banget sama nyonya Ane. Dia kan lagi dalam keadaan sakit, bagaimana kalau sampai terjadi hal yang buruk pada nyonya Ane Pa?"
Ayuna sangat kecewa pada oma dan juga opanya. Dia dibuat gelisah dengan keadaan Ane yang belum menunjukkan tanda-tanda kesadarannya.
"Papa juga nggak mengerti jalan pikiran oma sama opa kamu nak. Mungkin karena dia marah, saat melihatmu dihina oleh cucu nyonya Ane. Makanya mereka berbalik menyerang nyonya Ane, tanpa ada rasa iba," jawab Mahendra.
"Tapi ya nggak boleh gitu juga kali Pa. Kasihan nyonya Ane, kondisinya sangat buruk. Kalau memang oma sama opa marah dengan cucunya nyonya Ane, ya marah aja sama cucunya, jangan sama nyonya Ane. Dia kan kondisinya sedang sakit PaPa?"
Ayuna bahkan mengabaikan dirinya yang juga sakit hati karena dihina oleh Steven di depan keluarganya, dan juga keluarga Steven sendiri.
"Yuna! Gimana perasaanmu saat ini. Kamu sudah dipermalukan dan dihina seperti ini nak, maafkan Papa yang tidak bisa menolongmu. Papa bingung, apa Papa harus ikut marah-marah seperti Oma dan Opa kamu nak?"
Mahendra tidak tega melihat anaknya dipermalukan orang di tempat umum. Tapi dirinya juga tidak boleh egois untuk terpancing emosi. Demi menjaga reputasi, dia menganggap kejadian itu hanya kesalah pahaman saja.
"Jujur Pa! Aku malu dihina sama dia. Aku memang pernah melakukan satu kesalahan padanya, tapi aku sudah bertanggung jawab Pa. Aku bahkan memberikan uangku tiga dua puluh juta untuk membenarkan mobilnya yang aku tabrak. Jadi menurutku, aku tidak lagi memiliki masalah dengannya Pa. Semua sudah kubayar," celetuk Ayuna.
Mahendra pun terdiam dengan menyangga janggutnya.
"Bukan itu yang Papa maksud nak. Papa ngerti kamu sudah bertanggung jawab. Tapi bagaimana dengan perasaan kamu, dihina di tempat umum. Jujur, Papa nggak rela ngelihat kamu diperlakukan seperti ini. Tapi Papa nggak bisa berbuat apa-apa nak," celetuk Mahendra menatap sendi pada Ayuna.
Ayuna pun menatap Papanya, mendekat dan memegang tangan Papanya dengan tersenyum paksa.
"Papa! Yina nggak Papa. Mungkin dia bukan jodoh Ayuna. Bahkan Ayuna nggak mau dijodohkan dengan dia Papa. Dia laki-laki sombong dan kasar. Dia nggak pantas menjadi pendamping Ayuna."
Ayuna berucap sembari menitikkan air matanya, mencoba untuk menahan rasa sakit hati di depan orang tuanya. Namun dia tidak sanggup, dan membuat tangisnya pecah seketika.
Mahendra langsung menghambur memeluk anak perempuannya dan mengusap surainya.
"Sudah nak, kalau ingin menangis, menangislah. Papa nggak larang kamu nangis. Apapun yang tengah kamu hadapi, kamu yang sabar ya nak. Mungkin dia nggak baik buat kamu, jadi kamu nggak boleh memendam sakit seperti ini," tutur Mahendra.
"Iya Pa. Yuna malu Pa. Seandainya saja Yuna nggak ikut dan bertemu dengan dia, mungkin kejadiannya nggak akan kayak gini. Berasa banget Yuna ini jelek dan nggak pantas untuk siapapun."
"Kamu yang sabar ya nak?" Mahendra mencoba menenangkan pikiran putrinya.
"Yuna nggak mau nikah Pa, Yuna nggak mau disakiti oleh laki-laki manapun, lebih baik Yuna, sendiri saja Pa."
Ayuna mengungkapkan perasaannya menangis dalam pelukan Papanya.
Mahendra ikut menitikkan air matanya, ikut terbawa suasana sedih yang kini dialami oleh anaknya.
"Yuna nggak boleh ngomong kayak gitu ya nak? Jangan karena satu laki-laki yang tidak menghormatimu, kamu jadi ilfeel sama laki-laki lain. Nggak semua insan sama, masih banyak orang yang baik di dunia ini nak, kamu jangan putus asa," tutur Mahendra.
"Tapi Pa, aku nggak mau mendapatkan pasangan yang nggak bisa menghargai aku. Apa karena aku nggak cantik ya Pa?"
"Yuna! Kamu itu ngomong apa sih. Kamu adalah putri Papa yang paling cantik, kamu anak Papa yang paling baik. Hanya orang bodoh saja yang menolakmu. Papa sangat yakin sekali, suatu saat nanti, pemuda itu akan menyesali perbuatannya."
Di brankar, Ane telah mendengar semua yang dikatakan oleh kedua dokter yang tengah menanganinya.
Dia sangat malu karena ulah cucunya yang telah menghina Ayuna di tempat umum. Kini pikirannya kacau, tubuhnya menegang tidak bisa lagi digerakkan.
Dadanya sesak dan langsung kejang-kejang.
"Papa! Lihatlah. Nyonya Ane kejang-kejang Pa. Kenapa ini Pa? Cepat lakukan sesuatu Pa, aku akan panggil suster buat bantu."
Ayuna langsung berlari keluar ruang ICU untuk meminta pertolongan pada suster untuk membantunya.
Sedangkan Mahendra langsung melakukan pertolongan pada Ane yang tengah dalam keadaan kritis.
"Suster! Tolong segera masuk ke ruang ICU. Pasien mengalami kejang-kejang," ucap Ayuna menuju ruangan suster jaga.
"Iya dokter, siap!"
Dua suster mengikuti Ayuna yang kembali ke ruang ICU dengan berjalan tergesa-gesa.
Mega, anak dari Ane yang hanya diam menunggu di ruang tunggu. Dia langsung beranjak ikut berlari ketika melihat Ayuna berlari memasuki ruang ICU.
"Papa! Bagaimana Pa?" tanya Ayuna ikut mendekati Papanya yang tengah melakukan tindakan pertolongan pada Ane.
Mahendra terdiam, dia menatap Ayuna seperti orang linglung.
"Cepat bangunkan dia," ucap Mahendra lirih.
"Apa? Dibangunkan? Tapi.... "
"Cepat lakukan saja Yuna," peringat Mahendra.
Ayuna pun menganggukkan kepalanya, menuruti ucapan Papanya.
"Baik Pa," jawab Ayuna.
Ayuna mendekati Ane yang terjapar di ranjangnya.
"Nyonya Ane, ayo bangunlah nyonya. Nyonya bisa mendengarkan aku kan? Nyonya, tolong buka matamu. Nyonya?"
"Papa, kenapa nggak ada respon Pa? Kenapa nyonya Ane.... "
"Kita kalah Ayuna, dia sekarang dalam keadaan koma. Semoga saja masih ada keajaiban yang datang untuk menolongnya."
seperti nya Martha ini operasi plastik niru wajah nya istri sah Alexander deh