Mungkin ada banyak sekali gadis seusianya yang sudah menikah, begitulah yang ada dibenak Rumi saat ini. Apalagi adiknya terus saja bertanya kapan gerangan ia akan dilamar oleh sang kekasih yang sudah menjalin hubungan bersama dengan dirinya selama lima tahun lamanya.
Namun ternyata, bukan pernikahan yang Rumi dapatkan melainkan sebuah pengkhianatan yang membuatnya semakin terpuruk dan terus meratapi nasibnya yang begitu menyedihkan. Di masa patah hatinya ini, sang Ibu malah ingin menjodohkannya dengan seorang pria yang ternyata adalah anak dari salah satu temannya.
Tristan, pewaris tunggal yang harus menyandang status sebagai seorang duda diusianya yang terbilang masih duda. Dialah orang yang dipilihkan langsung oleh Ibunya Rumi. Lantas bagaimana? Apakah Rumi akan menerimanya atau malah memberontak dan menolak perjodohan tersebut?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon safea, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 02
Sepanjang perjalanan menuju tempat dimana Rumi bekerja, mobil ini begitu hening karena tidak ada satupun di antara keduanya yang berniat membuka obrolan. Hingga pada akhirnya Rafka menyerah karena ia tidak tahan kalau hanya diam saja seperti patung begini.
"Mba lagi ada masalah ya sama Mas Digo?" Mulut sialan, kenapa Rafka malah mengeluarkan pertanyaan seperti itu sih?
Memang sejak di rumah tadi apalagi setelah mendengar bagaimana ketusnya Rumi ketika menjawab ucapannya yang menyuruh kakaknya itu untuk bertanya dengan sang pacar, Rafka seperti merasa kalau ada sesuatu yang tidak beres antara Rumi dan juga kekasihnya itu.
"Enggak tuh, kita mah baik-baik aja." Bohong sekali, terdengar sangat jelas dari bagaimana Rumi menjawabnya.
Rafka pun tahu kalau kakaknya ini tidak bisa berbohong sama sekali. Itu terlihat dari bagaimana tidak nyamannya Rumi setelah menjawab pertanyaannya. Ia pikir Rafka ini bodoh apa? Hey! Mereka sudah hidup bersama sejak Rafka masih berada di dalam perut Bundanya loh.
"Yakin? Tapi Mba, kok kayanya Mas Digo udah lama banget nggak main ke rumah kaya biasanya? Kayanya udah ada dua bulanan deh, atau lebih?" Dengan ekor matanya, Rafka bisa melihat dengan jelas kalau saat ini Rumi sedang mengerutkan keningnya dan tampak berpikir beberapa saat.
"Yakin lah, Digo itu lagi sibuk banget akhir-akhir ini semenjak dia naik jabatan. Lebih sering lembur juga di kantor karena tugasnya jauh lebih banyak daripada yang sebelumnya." Kali ini Rumi menjawabnya dengan sangat yakin dan tidak menunjukkan kalau dirinya sedang berbohong sama sekali.
"Oh, bagus deh kalo baik-baik aja. Soalnya aku khawatir sedikit sama hubungannya Mba dan Mas Digo. Tapi semoga tetap baik-baik aja deh sampai ke pelaminan nanti." Bingung, Rumi merasa bingung untuk memberikan tanggapan seperti apa.
Namun yang jelas, gadis itu diam-diam mengaminkan apa yang Rafka ucapkan tadi, anggap saja itu doa tulus yang berasal dari mulut adiknya yang menjadi baik hati.
Padahal yang sebenarnya terjadi tidak demikian, hubungannya dengan sang kekasih saat ini sedang tidak baik-baik saja. Apa ya, Digo itu luar biasa sibuk belakangan ini sampai-sampai ia tidak sempat untuk membalas pesan singkat yang selalu Rumi kirimkan setiap harinya.
Kalau ditanya apakah Rumi lelah melakukan hal itu, tentu saja Rumi akan menjawabnya dengan 'Ya', karena memang seperti itulah yang Rumi rasakan. Namun sekali lagi, rasa cinta yang ia miliki jauh lebih besar sehingga ia memilih untuk bertahan sembari berharap kalau hubungannya dengan Digo bisa segera membaik.
"Mau dijemput nggak nanti pulangnya?" Pertanyaan itu Rafka layangkan tepat setelah menghentikan laju mobilnya di depan sebuah gerbang yang menjulang tinggi.
"Kalo jemput masih sempat makan siang nggak adek nanti?" Iya benar, jangan sampai adik satu-satunya yang ia miliki ini malah tidak makan siang hanya karena menjemput dirinya. Jadi, Rumi harus memastikannya terlebih dahulu.
"Masih lah, kantorku kan istirahatnya satu jam." Kepala Rumi hanya mengangguk saja dan Rafka akan menganggap hal itu sebagai sebuah konfirmasi.
"Hati-hati nyetirnya. Terus nanti kalo udah nyampe, jangan lupa chat Mba ya." Sebelum benar-benar turun, Rumi menjulurkan tangannya terlebih dahulu kepada Rafka yang sudah bersiap untuk menyambutnya.
Seperti biasanya, Rafka pasti akan menyalami Rumi sebelum gadis itu memasuki gedung yang tepat berada di hadapan mereka sekarang ini. Kebiasaan yang sudah diajarkan oleh kedua orang tua mereka sejak masih kecil sekali.
"Siap, bos kedua!" Setelahnya Rumi baru benar-benar turun dari sana dengan wajah yang ia buat seramah mungkin yang menandakan kalau ia sudah siap untuk menyambut hari baru dan melakukan pekerjaannya dengan baik.
Kaki jenjangnya mulai melangkah, tidak terlalu pelan maupun cepat. Intinya Rumi berjalan dengan kecepatan yang biasa sembari memberikan sapaan pada beberapa orang penjaga keamanan yang berdiri di dekat pagar sana.
Ah iya, saat ini Rumi sedang bekerja di salah satu Taman Kanak-Kanak bertaraf Internasional yang namanya sudah sangat terkenal dimana-mana. Katanya sih sekolahnya para anak artis, tapi memang seperti itu kenyataannya.
Dulu itu Rumi bekerja di salah satu Bank swasta yang namanya juga sudah sangat besar, namun Rumi memilih untuk berhenti karena merasa terlalu tertekan saat bekerja di sana. Itu juga ia lakukan setelah berdiskusi sebentar dengan sang Ibu.
Tak lama menganggur, Rumi malah melihat adanya lowongan di sekolah yang sedang ia masuki ini. Tanpa berpikir panjang dan banyak pertimbangan, Rumi lantas langsung mengirimkan surat lamarannya ke sana meskipun ia tidak memiliki basic sebagai tenaga pengajar sebelumnya.
Dan di sinilah Rumi berada sekarang, bekerja dengan begitu santai tanpa perlu merasa tertekan pula. Ditambah dengan gaji yang tinggi, siapa yang tidak senang coba? Memang baru dua tahun sih, tapi sejauh ini Rumi sangat menyukainya.
"Pagi, Miss Elia." Sapaan itu Rumi berikan pada salah satu rekan kerjanya yang tengah membereskan meja kerjanya sendiri. Jangan lupa untuk memberikan senyuman terbaik yang Rumi punya.
"Oh? Selamat pagi, Miss Rumi." Saat bekerja di tempatnya yang dulu, Rumi bahkan tidak mendapatkan sapaan secerah ini. Jadi tahu kan kenapa Rumi suka bekerja di sini.
......................
Sesuai dengan apa yang ia katakan pada kedua anaknya saat sarapan tadi, Nirma benar-benar pergi bertemu dengan salah satu kawan lamanya yang sudah lama tak ia lihat kehadirannya.
Nirma tidak pergi seorang diri ke tempat yang sudah ditentukan sebelumnya, karena ada Banyu yang selalu siap sedia akan mengantarkannya kemana pun Nirma ingin pergi.
"Nanti kalau sudah selesai, telepon Ayah ya biar dijemput." Dalam keadaan mobil yang sudah ia parkirkan di lapangan parkir sebuah gedung mall, Banyu memberikan petuah pada wanita yang sudah puluhan tahun menemani dirinya.
"Enggak ah, Bunda pulangnya naik ojek online aja nanti." Ekspresi wajah Banyu langsung berubah dalam hitungan detik karena mendapatkan tolakan mentah-mentah dari sang istri.
"Orang tuh malah suka dijemput sama suaminya loh, sayangku. Kok Bunda malah maunya naik ojek kaya gitu? Enggak boleh ya, biar Ayah jemput nanti. Pulangnya sama Ayah saja." Nirma nyaris lupa kalau suaminya ini termasuk orang yang keras kepala.
"Yaudah deh, nanti Bunda kabarin kalau udah pulang." Daripada mendebat, Nirma lebih memilih untuk mengalah saja. Karena ia pun tahu kalau tidak akan ada habisnya kalau terus menolak, jadi ini adalah pilihan yang baik.
"Ayah hati-hati di jalan ya, Bunda pergi dulu." Satu kecupan Banyu daratkan di dahi Nirma sebelum wanita itu benar-benar meninggalkan kursi penumpang di sebelahnya.
Ia belum berniat untuk pergi sebelum melihat istrinya memasuki sebuah pintu yang memang disediakan di sana untuk memasuki gedung mall tersebut. Apalagi area parkiran ini begitu sepi, jadi Banyu memilih untuk tetap berada di sana selama beberapa saat.
Nirma sendiri kini tengah menunggu lift sembari mengecek ponselnya untuk mencari tahu apakah temannya juga sudah tiba di sana atau belum. Tapi nihil, ia tidak mendapatkan satu pesan pun.
Hari ini kedua wanita dewasa itu sudah membuat janji temu di salah satu restoran sushi yang memang sudah sangat terkenal di berbagai kalangan. Itu juga setelah mereka berdiskusi cukup panjang melalui telepon genggam.
"Udah nyampe belum ya?" Sebenarnya Nirma sedikit khawatir, karena ia tiba di sana melebihi jam yang sudah ditentukan. Hanya terlambat lima menit saja sih, tapi tetap saja Nirma merasa tidak enak karena harus membuat temannya menunggu seorang diri.
semangat berkarya kak🥰
kalau Kaka bersedia follow me ya ..
maka Kaka BS mendapat undangan dari kami. Terima kasih