Hati siapa yang tak bahagia bila bisa menikah dengan laki-laki yang ia cintai? Begitulah yang Tatiana rasakan. Namun sayang, berbeda dengan Samudera. Dia menikahi Tatiana hanya karena perempuan itu begitu dekat dengan putri semata wayangnya. Ibarat kata, Tatiana adalah sosok ibu pengganti bagi sang putri yang memang telah ditinggal ibunya sejak lahir.
Awalnya Tatiana tetap bersabar. Ia pikir, cinta akan tumbuh seiring bergantinya waktu dan banyaknya kebersamaan. Namun, setelah pernikahannya menginjak tahun kedua, Tatiana mulai kehilangan kesabaran. Apalagi setiap menyentuhnya, Samudera selalu saja menyebutkan nama mendiang istrinya.
Hingga suatu hari, saudari kembar mendiang istri Samudera hadir di antara carut-marut hubungan mereka. Obsesi Samudera pada mendiang istrinya membuatnya mereka menjalin hubungan di belakang Tatiana.
"Aku bisa sabar bersaing dengan orang yang telah tiada, tapi tidak dengan perempuan yang jelas ada di hadapanku. Maaf, aku memilih menyerah!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
22. ponsel
Ariana baru saja menjalani pemeriksaan dokter. Menurut hasil observasi, Ariana dinyatakan mengalami gejala tipes. Samudera merasa hancur untuk kesekian kalinya. Melihat Ariana terkapar dengan jarum infus menancap di pergelangan tangannya, seketika mengingatkannya pada memori dua tahun yang silam. Memori yang mengingatkan pertemuan Ariana dan Tatiana. Memori yang mengingatkannya bagaimana Ariana bisa langsung jatuh cinta dengan kelembutan Tatiana dalam mengurusnya. Memori yang mengingatkannya bagaimana ia yang akhirnya terpaksa menikah dengan Tatiana dan semuanya demi Ariana.
Ya, dulu Samudera terpaksa menikah dengan Tatiana. Tak pernah Samudera terpikir untuk menikah lagi apalagi itu dengan Tatiana. Namun ibunya mendesaknya terus-menerus. Mengingat bagaimana Ariana begitu membutuhkan kasih sayang seorang ibu, akhirnya Samudera pun bersedia menikah meskipun terpaksa.
Sebenarnya ada rasa bersalah pada diri Samudera saat menikahi Tatiana. Ia sadar, tidak seharusnya ia menikahi Tatiana dengan keterpaksaan seperti itu. Terlebih hatinya masih terpaut dengan mendiang istrinya. Namun Samudera menepis rasa bersalah tersebut. Terlebih saat tahu Tatiana mau menerimanya begitu saja. Samudera tidak suka. Ia menganggap Tatiana sama seperti perempuan lainnya yang begitu terobsesi padanya.
"Kau tahu bukan kalau aku tidak mencintaimu, lantas mengapa kau masih saja mau menikah denganku?" tanya Samudera dingin pada Tatiana kala itu.
"Aku tahu, Dok, tapi aku yakin rasa cinta mu akan tumbuh seiring bergantinya waktu. Jadi aku akan sabar menunggu sampai saat itu terjadi," jawab Tatiana penuh keyakinan.
Namun Samudera mendengkus geli mendengar jawaban yang menurutnya konyol tersebut. Apa mungkin rasa cinta itu bisa berganti begitu saja sementara rasa itu sudah terpatri begitu kuat dan dalam di benaknya.
"Baiklah. Kalau menurutmu begitu, aku bisa apa. Yang penting aku sudah mengingatkanmu. Tapi ingat, jangan menuntut apapun dariku terutama cinta sebab aku takkan pernah bisa menjanjikan itu," tegas Samudera.
Hal inilah yang menjadi salah satu pedoman Tatiana untuk tidak menuntut apapun pada Samudera terlebih itu rasa cinta sebab Samudera sendiri telah dengan tegas menyatakan kalau ia takkan pernah bisa menjanjikan cinta itu padanya. Ia tidak bisa menuntut apalagi memaksa. Ia pun sadar, rasa cinta itu tak bisa dipaksakan. Karena itu saat pergi pun ia tak memiliki alasan untuk meminta penjelasan terlebih dahulu. Sebab Tatiana merasa ia tidak memiliki hak apapun. Ia tak lebih sebatas ibu pengganti untuk Ariana.
...***...
Samudera tergugu saat melihat anaknya kembali terbaring sakit seperti ini. Hatinya benar-benar hancur. Belum selesai masalah dengan Tatiana, kini Ariana justru terbaring sakit.
"Bunda ... "
"Bun ... "
"Bunda dimana?" racau Ariana dengan mata terpejam.
Makin hancurlah hati Samudera. Akibat ketololannya, kini dua perempuan dalam hidupnya menderita. Sejujurnya bukan hanya Ariana yang merindukan Tatiana, tapi dirinya juga. Apalagi setelah ibu Tatiana meninggal, Tatiana bersikap dingin. Sehingga ia nyaris tak pernah melihat senyumnya lagi. Lalu dua Minggu kemarin ia berada di luar kota. Ia pikir dengan kepulangannya ini bisa membuat warna baru dalam hidupnya. Ia ingin meminta maaf pada Tatiana karena sudah mengabaikannya. Ia juga ingin meminta maaf karena sudah hampir menduakannya dengan Triani. Ia akan menjelaskan segalanya pada Tatiana. Namun sesuatu tak terduga terjadi, setelah kepulangannya dari Surabaya, Samudera justru disambut dengan kepergian Tatiana. Samudera terlambat. Kini hanyalah penyesalan yang membayangi setiap langkahnya.
"Maafkan ayah, Sayang. Semua ini salah ayah. Karena ayah, kau kehilangan bunda. Maafkan ayah, Sayang. Maaf."
...***...
"Sam, jadi bagaimana? Apa kamu sudah tahu dimana Tiana?" tanya mama Sakinah yang baru datang beberapa saat yang lalu.
Samudera menggeleng, "Sam tidak tahu, Ma. Sam sudah mencoba mencari kemanapun, tapi Sam tak kunjung menemukan jejaknya sama sekali."
"Kamu sudah bertanya pada sahabatnya, Raya? Siapa tahu dia tahu dimana keberadaan Tiana atau bahkan bisa saja Tiana tinggal bersama dia," ujar mama Sakinah lagi.
Samudera menggeleng, "Sam tidak mengenalnya sama sekali, Ma. Bahkan Sam baru tau namanya saat Mama menyebutnya barusan."
"Astaga, yang benar saja, Sam! Kau ini suami macam apa. Benar-benar keterlaluan," kesal mama Sakinah. "Ya sudah, mama akan coba telepon dia. Untung saja saat itu mama sempat minta nomor Raya. Semoga saja ia tahu dimana keberadaan Tiana. Kasihan Tiana, kini ia hidup sebatang kara. Entah bagaimana nasibnya di luaran sana saat ini."
Samudera menundukkan kepalanya. Ia pun berpikir seperti itu. Ia harap seperti dugaan ibunya kalau Tatiana saat ini sedang tinggal dengan Raya.
"Halo. Assalamu'alaikum," ucap mama Sakinah saat panggilannya diangkat. Mama Sakinah juga menyalakan speaker agar Samudera dapat mendengar jawaban Raya.
"Halo. Wa'alaikumussalam," jawab Raya. "Maaf, ini siapa ya?"
Dahi Mama Sakinah mengernyit. Bukankah Raya waktu itu sudah menyimpan panggilannya.
"Ini Tante Sakinah, Ray, mama mertuanya Tiana."
"Oh, Tante Sakinah. Maaf Tan, nomor ponsel Tante nggak ke'save di ponsel baru Raya. Ponsel Raya hilang. Ini aja baru aktivitas nomor lama ke gerai soalnya orang-orang taunya nomor Raya yang ini," aku Raya jujur.
"Oh, pantesan."
"Iya, Tan. Oh ya Tan, ada apa ya hubungi Raya?"
"Oh iya, begini, em, apa Tiana ada bersama kamu?"
"Tiana. Ah, nggak, Tan. Tiana nggak bersama Raya."
"Ah, tapi apa kamu tau dimana Tiana tinggal sekarang? Em, kamu kan sahabatnya, pasti kamu tahu kan kalau Tiana pergi dari rumah?"
Terdengar helaan nafas kasar di seberang telepon. Samudera dan Mama Sakinah sudah menunggu jawaban Raya dengan tegang.
"Ya, Raya memang tahu kalau Tiana pergi dari rumah. Tapi Tan, maaf, aku pun tidak tahu dimana Tiana sekarang."
"Benarkah?"
"Benar, Tan. Seminggu yang lalu memang Tiana menginap di apartemenku. Keesokan harinya, Tiana juga memintaku menemaninya ke pengadilan agama untuk mendaftarkan gugatan perceraiannya. Tapi setelah itu, Tiana meminta berpisah di sana. Tiana memilih naik taksi entah kemana. Tiana nggak bilang apa-apa soalnya dia pun katanya nggak tau mau kemana. Raya memang sempat meminta Tiana mengabarkan kemana ia pergi, tapi sayang ia tidak pernah berkabar setelahnya. 2 hari setelahnya, Raya kehilangan ponsel. Padahal hanya ponsel itu satu-satunya tempat Raya menyimpan nomor baru Tiana. Raya jadi nggak boleh bisa menghubungi Tiana. Tiana juga nggak pernah menghubungi Raya. Jadi Raya benar-benar kehilangan komunikasi dengan Tiana, Tan," ujarnya.
"Apa? Jadi, kamu benar-benar tidak tahu dimana atau kemana Tiana pergi?"
"Iya, Tan. Raya pun mencemaskan keadaan Tiana, Tan. Dia tidak memiliki siapa-siapa lagi. Lalu kini, dia benar-benar menghilang. Raya ... " Suara Raya terdengar serak. Jelas saja sebab Raya sedang menahan isakannya. Ia pun begitu mengkhawatirkan keadaan Tatiana saat ini.
Setelah panggilan ditutup, Samudera dan Mama Sakinah terdiam dalam keheningan. Mereka benar-benar bingung, kemana sebenarnya Tatiana pergi.
"Sekarang kau puas, Sam. Bagaimana ini? Bagaimana keadaan Tiana saat ini? Dia pasti sangat hancur sampai-sampai ia pun menghilang dari sahabatnya. Sumpah, Sam, mama benar-benar menyesal memintanya menikah denganmu. Ana sakit, Tiana menghilang." Mama Sakinah tergugu, Oun dengan Samudera. Samudera tidak menjawab satupun kata-kata sang ibu sebab apa yang ibunya katakan memang benar.
"Sudahlah, kau pulang dulu saja. Bersihkan diri. Mama akan menunggui Ana di sini."
"Nggak, Ma. Sam mau di sini saja," tolak Samudera yang rasanya tak tega meninggalkan anak putri di sana.
"Kau jangan keras kepala, Sam! Lihat penampilanmu. Kau itu seorang dokter, tapi penampilanmu begitu kacau. Mama juga yakin, kau belum makan kan! Pulanglah, mandi lalu makan. Ingat, Ana tidak memiliki siapapun saat ini. Kaulah harapan Ana satu-satunya. Kau pun harus menjaga kesehatan. Kau masih ingin menemukan Tiana atau tidak?"
"Masih, Ma. Sam masih akan mencari Tiana, kemanapun, Sam akan menemukannya. Sam juga akan membawanya kembali ke rumah."
"Ke rumah yang mana?" tanya Mama Sakinah membuat Samudera merasa tertohok.
Ya, ke rumah yang mana?
Samudera memejamkan matanya. Ia memang begitu jahat sudah membawa Tatiana ke rumah itu. Rumah yang segala isinya penuh dengan kenangan Triana.
'Maafkan aku, Tiana. Aku mohon, maafkan aku yang sudah terlalu jahat padamu. Aku mohon, maafkan aku. Tolong beri aku kesempatan untuk memperbaiki segala. Aku mohon, kembalilah Tiana. Kembalilah.'
Atas perintah Mama Sakinah, Samudera pun pulang ke rumah. Setelah mandi, ia juga menyempatkan makan sebab sejak semalam memang tidak makan apapun. Wajar saja siang ini perutnya terasa begitu perih.
Samudera sudah akan bersiap kembali ke rumah sakit. Samudera yang ingin mencari dokumen tentang Ariana pun membuka laci nakas. Namun ia tidak menemukannya. Lalu Samudera membuka laci yang kedua. Mata Samudera membeliak saat melihat ponsel Tatiana di dalam sana. Samudera lantas mengambil ponsel tersebut dan menyalakannya.
"Ck, ternyata baterainya habis," gumam Samudera. Samudera lantas mengisi daya ponsel tersebut sebentar. Setelah beberapa menit, Samudera pun menyalakan ponsel tersebut tanpa mencabut kabelnya. Saat ponsel menyala, kini Samudera kebingungan sebab ponselnya terkunci. Samudera mencoba membukanya dengan nomor acak, tapi tidak terbuka. Samudera pikir mungkin password-nya tanggal lahir Tatiana. Samudera pun melihat tanggal lahir Tatiana di foto kopi kartu keluarganya. Ternyata rangkaian angka itupun salah. Samudera juga mencoba dengan tanggal lahir Ariana, sayangnya angka itupun salah. Lalu Samudera iseng memasukkan tanggal pernikahannya dengan Tatiana. Sebenarnya Samudera tidak ingat tanggal itu. Ia justru berpikir tanggal itu karena tidak sengaja melihat buku nikah miliknya. Sementara buku nikah milik Tatiana sudah dibawa perempuan itu. Samudera pun membuka buku nikah dan memasukkan tanggal yang terdapat di dalamnya. Dan dalam hitungan detik, kunci pun terbuka. Jantung Samudera berdetak kian tak menentu. Ia tidak menyangka kalau Tatiana akan mengabadikan tanggal pernikahannya menjadi password ponselnya. Sementara dirinya, jangankan mengabadikan, mengingatnya pun tidak.
"Kau benar-benar brengsekkk, Sam. Kau memang pantas ditinggalkan," makinya pada diri sendiri.
Samudera lantas membuka ponsel Tatiana. Ia harap bisa menemukan informasi keberadaan Tatiana di dalamnya, namun bukannya informasi mengenai keberadaan Tatiana yang Samudera dapatkan, melainkan foto-foto dirinya dan Triani saat makan siang, makan malam, jalan-jalan, bermain di water park, lalu ... saat ia berada di hotel Bali.
Belum lagi pesan-pesan bernada provokasi di dalamnya.
[Kau itu hanya sebatas ibu pengganti bagi Ariana jadi kau tak kau tak pantas menjadi pendamping Samudera.]
[Seharusnya kau sadar diri, kau bukanlah siapa-siapa bagi Samudera. Apa kau sadar, kau sudah membuat Samudera tertekan dengan keberadaan mu yang tidak pernah ia inginkan.]
[Kau tahukan, puncak tertinggi dari mencintai adalah melepaskan. Kalau kau benar-benar mencintai Samudera, seharusnya kau melepaskannya sebab keberadaan mu hanya membuatnya tersiksa.]
Mata Samudera terbelalak. Ia tidak tahu siapa pengirim foto-foto dan pesan tersebut. Samudera menggeram marah. Ia yakin, ada seseorang yang sangat menginginkan perpisahannya. Oleh sebab itu ia mengirimi foto-foto dan pesan yang bisa memancing kesalahan pahaman Tatiana padanya.
"Brengsekkk! Siapa yang mengirim foto-foto ini ke Tatiana. Kurang ajar. Awas saja kalau ia ketahuan! Aku pastikan takkan memaafkannya," desis Samudera dengan tangan mengepal dan rahang mengeras.
...***...
...HAPPY READING ❤️❤️❤️...