Setelah terbangun dari mimpi buruk di mana ia dibunuh oleh pria yang diam-diam ia kagumi, Ellison, Queen merasa dunianya berubah selamanya.
Sejak hari itu, Queen memutuskan untuk tidak lagi terlibat dalam kehidupan Ellison. Dia berhenti mengejar cintanya, bahkan saat Ellison dikelilingi oleh gadis-gadis lain. Setiap kali bertemu Queen akan menghindar- rasa takutnya pada Ellison yang dingin dan kejam masih segar dalam ingatan.
Namun, segalanya berubah saat ketika keluarganya memaksa mereka. Kini, Queen harus menghadapi ketakutannya, hidup dalam bayang-bayang pria yang pernah menghancurkannya dalam mimpinya.
Bisakah Queen menemukan keberanian untuk melawan takdirnya? Mampukah dia membatalkan pertunangan ini atau takdir memiliki rencana lain untuknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ladies_kocak, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29
Masih kejadian 10 tahun yang lalu
Di rumah sakit
“Sungguh luar biasa kecantikan gadis ini kok bisa ada gadis secantik ini, pasti seluruh keluarganya menawan," gumam Renata, kagum hingga matanya berbinar.
Pintu ruangan terbuka perlahan, dan Mario, yang wajahnya penuh kegusaran, melangkah masuk. Setiap langkahnya seakan membawa berat, dada bergemuruh melihat keponakannya yang masih belum juga siuman.
"Bagaimana bos, apa yang terjadi sebenarnya?" tanya Renata begitu penasaran.
Mario duduk di sisi lain ranjang, mengenggam tangan Queen yang mungil dan memberikan kecupan penuh sayang. “Kelurarga ku dibantai, hanya dia yang tersisa,” suaranya serak, bibirnya bergetar menahan tangis.
Melihat wajah Mario yang pilu, Renata merasakan bagaimana kisah duka itu meluluhlantakkan hatinya.
“Sudah berapa lama dia tidak sadar?” tanya mario suaranya menggantung dalam kesedihan mendalam.
Renata menoleh ke arah bosnya, suara bergetar. "Selama Anda pergi, bos," ucapnya, tatapan penuh kecemasan.
"Apa kata dokter?" tanyanya sekali lagi, nyaris berbisik.
Renata menghela nafas berat, wajahnya memucat. "Belum bisa dipastikan, Bos," jawabnya dengan suara yang serak.
Mario hanya terdiam sejenak, mencerna kabar tersebut, sebelum akhirnya dia berkata dengan suara yang terdengar getir, "Saya akan panggil dokter."
Pada saat itulah, sebuah sosok berjubah putih muncul di ambang pintu dengan senyum lembut terukir di wajahnya. "Bagaimana keadaan keponakan saya, Dok?" tanya Mario, suaranya bergetar khawatir.
Dokter itu menghela nafas berat, matanya menunduk sejenak sebelum menjawab. "Ada yang aneh dengan tubuhnya. Dia tidak bergerak sama sekali. Saya khawatir dia akan mengalami koma yang berkepanjangan, Tuan."
Rasa cemas Mario kini semakin menguat. "Bagaimana cara membangunkannya, Dok?" desaknya, mencari jawaban.
Dokter itu menggeleng pelan. "Dia akan sadar dengan keinginan nya. Kita tidak bisa memaksanya sadar, mungkin dia terlalu kelelahan," jelasnya sabar. "Hanya waktu yang bisa menjawab, Tuan."
Mario menghela nafas frustasi, keprihatinannya tampak jelas. "Terima kasih, Dokter."
Dokter itu hanya mengangguk perlahan sebagai jawaban sebelum akhirnya berlalu, meninggalkan Mario yang terpaku dengan beban pikiran.
"Rena," suara Mario terdengar lembut memanggil. Matanya memohon saat dia mengucapkan, "Boleh saya minta bantuan sekali lagi?"
"Boleh, bos," jawab Renata dengan nada tegas meski berat hati.
"Saya harus mengurus jenazah keluarga saya, jadi tolong jaga dia untuk saya."
"Saya akan membantu Anda, bos. Saya akan menjaga gadis kecil ini," sambung Renata, sambil memandang ke arah Queen yang berbaring lemah.
Mario tersenyum tipis, penuh terima kasih. "Terimakasih," katanya dengan suara tulus.
***
Di kejauhan, Ellison, bocah laki-laki berusia 8 tahun, memandangi sebuah gundukan yang bertuliskan nama Alfirosa QUEENZA ADELIO dengan tatapan kosong. Hatinya hancur, tidak percaya gadis yang sangat di sayanginya kini berada di bawah tanah gundukan itu.
Begitu mendapat kabar duka itu, keluarga Ellison langsung terbang ke negara di mana keluarga ADELIO berada.
Sebuah titik air mata jatuh dari mata Ellison yang membulat sempurna.
"Dia pergi, Mommy," isaknya lirih.
Soya, yang berdiri di sampingnya, segera memeluk tubuh rapuh anaknya, mengerti betul betapa besar rasa kehilangan yang dialami Ellison.
"Dia sudah tenang di sana, Dek," bisik Soya, mencoba menghibur.
Dilain sisi, Richard, dengan raut wajah yang tegang, mengepalkan tangannya kuat-kuat saat melihat keadaan anaknya yang rapuh.
"Bagaimana keadaan Vale?" tanyanya dengan suara bergetar kepada Mario yang berdiri di sampingnya.
Mario hanya bisa mengelengkan kepalanya perlahan, "Dia belum sadarkan diri di rumah sakit. Kata dokter, dia akan mengalami koma beberapa saat." Raut mukanya penuh kekhawatiran.
Mencoba menjadi batu karang di tengah badai, Richard menepuk pelan bahu Bryan. "Semua akan baik-baik saja," ucapnya, mencoba menenangkan, meski matanya sendiri mulai berkaca-kaca.
Tiba-tiba, sebuah teriakan memecah keheningan, "Ell!" Itu adalah suara Soya, yang terlihat memeluk tubuh anaknya yang tak sadarkan diri. Ketakutan dan kecemasan jelas tergambar di wajahnya.
Flashback Off
***
Ellison duduk termenung dengan tatapan kosong ke depan, sesekali menghela nafas berat yang memecah keheningan.
Mario, yang menyadari keadaan Ellison, hanya bisa memandang dengan raut wajah penuh empati. "Jangan salahkan dirimu," ucapnya perlahan, berusaha menenangkan, "di sini, tidak ada yang patut disalahkan—bukan kamu, bukan siapa pun."
Mario menghela nafas, menambahkan, "Dan..." Katanya tergantung sejenak, kemudian ia meraih sebuah map dari laci. "Ini adalah informasi tentang penyakit yang dideritanya," sambungnya sambil menyodorkan map tersebut ke Ellison.
Meskipun hatinya berdetak kencang, Ellison menerima map itu, matanya terpaku pada dokumen-dokumen yang mungkin menjawab kegelisahannya. Gadisnya terkena penyakit?apakah parah? itulah yang ada dipikiran Ellison saat ini.
Ellison membalik halaman map tersebut perlahan, matanya tertuju pada setiap kata yang Mario sampaikan.
Ekspresi wajah Mario berubah serius, suara beratnya terdengar mendalam, "Dia tak tahu kondisi sebenarnya penyakitnya, mengira hanya penyakit ringan. Ayah memilih merahasiakannya, takut dia akan merasa terbebani," ucapnya sambil menarik nafas panjang.
Dia memandang Mario, yang kini mengepal tangannya erat, menunjukkan tanda-tanda rasa marah dan penyesalan yang mulai menumpuk.
Mario melanjutkan, "Pada suatu masa apa yang tertera di sini, dia akan mengalami koma berkepanjangan karena kesadaran yang menurun drastis."
Mata Ellison semakin merah, seakan-akan bisa meledak kapan saja karena emosi yang tertahan.
"Ayah sudah mencoba membawa dia berobat ke luar negeri, namun kondisinya tetap," suara Mario mulai bergetar, airmatanya pun jatuh saat mengingat penderitaan yang dialami Queen.
Setelah beberapa saat, Mario mencoba mengumpulkan diri. Dengan lebih tenang, dia bertanya, "Kamu tahu alasan dia ingin terus hidup?"
Ellison, masih dengan kepala tertunduk, perlahan menggelengkan kepalanya.
"Kamu Ell," kata Mario, matanya menatap jauh ke kehampaan, seolah mencari makna dari setiap kata yang ia ucapkan."Awalnya dia ingin ikut mereka mati, tapi papanya menyuruh dia kabur mencari ayah karena kamu akan menunggunya." Napasnya tertahan sejenak sebelum ia melanjutkan.
"Rena, dia pelita di tengah kegelapan bagi Uin. Saat semua orang menyerah dan menganggap Uin sudah gila, hanya pengasuhnya yang tidak pernah meninggalkannya. Kita harus sangat berterima kasih kepadanya," ucapnya dengan nada penuh penghargaan.
Sedangkan Ellison, dia memandang ke arah lain, ekspresinya suram. "Jadi, Ell," lanjut Mario, "Uin mungkin tidak seperti dulu lagi. Dia kini gadis yang berpenyakitan. Kamu punya hak untuk memilih gadis yang lebih sempurna."
Ellison tersenyum pahit, suaranya dingin, "Kalau saja Ell bisa, sudah sejak dulu Ell melupakannya saat dia dinyatakan mati."
"Namun semakin aku mencoba melupakannya, semakin kuat perasaan ini, Ayah," sambungnya lagi.
Mario, senyumnya lebar, penuh kelegaan. "Terima kasih telah mencintainya begitu tulus. Dan terima kasih telah ada di hidupnya," katanya, kali ini lebih tulus. "Sekarang ayah bisa tenang, Ell-nya sudah kembali. Tolong lindungi dia, karena orang itu mulai curiga dengan identitasnya."
"pasti Ayah! "
seru cerita nya🙏
GK jd mewek UIN🤭
ko ada aja yg GK suka