“Kuberi kau dua ratus juta satu bulan sekali, asal kau mau menjadi istri kontrakku!” tiba-tiba saja Alvin mengatakan hal yang tidak masuk akal.
“Ha? A-apa? Apa maksudmu!” Tiara benar-benar syok mendengar ucapan CEO aneh ini.
“Bukankah kau mencari pekerjaan? Aku sedang membutuhkan seorang wanita, bukankah aku ini sangat baik hati padamu? Kau adalah wanita yang sangat beruntung! Bagaimana tidak? Ini adalah penawaran yang spesial, bukan? Kau akan menjadi istri seorang CEO!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irna Mahda Rianti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8. Minta Maaf
Situasi sudah tak kondusif, Alvin membawa Tiara pulang menuju apartemennya. Ia sudah tak mau melanjutkan pesta itu. Sepanjang perjalanan, tak ada sepatah kata pun yang mereka lontarkan.
Diam, hening, sunyi, karena mereka berdua sama-sama bingung harus bagaimana. Tiara malu, Tiara tak tahu harus berkata apa malam ini. Tiara hanya takut, Alvin akan melakukan sesuatu padanya.
“Tuan, turunkan saja aku di pertigaan sana, aku akan pulang sendiri ke rumah.” Tiara berusaha menghindar dari Alvin, karena Tiara tahu, saat ini Alvin pasti sedang menahan amarah
“Enak saja! Setelah menjadi wanita murahan, kau akan lari tanpa penjelasan? Tidak bisa! Ikut aku ke apartemen! Diam, dan tak usah membantah!”
Tiara menghela napas panjangnya. Alvin mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi. Tiara juga tahu Alvin marah karena apa. Jika karena cemburu? Tentu saja tidak mungkin.
Tiara yakin seratus persen, jika Alvin bukan marah karena cemburu. Alvin takut ketahuan oleh tamu yang lain, jika mereka melihat Tiara ciuman dengan pria lain. Tiara memang salah, ia tak bisa melakukan pembelaan apapun kali ini.
Sesampainya di apartemen, Tiara hanya bisa menunduk lesu. Ia sadar, saat ini Alvin pasti sangat marah besar padanya. Alvin duduk dihadapan Tiara, dan menatap Tiara dengan tatapan tajam penuh amarah.
“Tuan, maaf, maafkan aku,” ujar Tiara sembari menundukkan pandangannya.
“Kau tahu, siapa aku? Kau tahu, seberapa berpengaruhnya aku? Kau tahu, betapa aku harus menjaga reputasiku? Kau tahu juga kan, kenapa aku harus menikahi wanita sepertimu? Wanita yang bahkan tak aku cintai sama sekali! Semuanya karena masa depanku! Aku tak boleh membuat citra buruk dalam diriku dan kehidupanku! Tapi, lihatlah apa yang kau lakukan! Semurah itukah harga dirimu? Ha?”
“Ya, aku tak akan melakukan pembelaan apapun. Maaf, sungguh, Tuan, aku tak berbohong. Hal itu di luar nalarku, aku tak menyangka akan bertemu bedebah itu. Aku juga tak menyangka, jika dia akan melakukan hal gila itu! Aku tak mengantisipasi hal ini dari awal. Maafkan aku, maaf, aku sungguh bingung harus memohon seperti apalagi, agar kau memaafkanku,”
“Tak menyangka? Tak mengantisipasi? Tapi kau menikmati ciuman itu! Wanita murahan!” Alvin sungguh murka.
“Maaf, hatiku berantakan saat itu. Aku sungguh tak bisa berfikir jernih, aku sungguh bodoh! Aku sungguh murahan! Aku sungguh wanita tak tahu diri. Maafkan aku, Tuan, jujur … aku malu berada dihadapanmu saat ini. Aku mengingkari surat perjanjian itu. Tuan, aku bingung harus bagaimana? Kau pasti sangat kecewa padaku.” Tiara meneteskan air matanya.
“Kenapa kau menangis?” Alvin menatap Tiara penuh tanda tanya.
“Aku malu,”
“Jujur saja, kau menangis karena tak bisa berciuman lama-lama dengan mantan suamimu itu kan? Dasar munafik!”
“Tidak, tidak sama sekali. Perasaanku sedang kacau saat ini. Aku syok, aku tak menyangka jika dia memang masih hidup. Kukira, dia sudah mati, aku merasa seperti sedang bermimpi saat bertemu dengannya. Maaf, Tuan. Kau boleh hukum aku, kau boleh marah padaku, kau boleh caci maki aku, tapi kumohon, jangan berlarut-larut. Aku tahu aku salah, tapi ini sungguh diluar kendaliku,”
“Ya, kau memang harus dihukum! Untung saja hanya aku yang melihat kalian! Bagaimana jika rekan bisnisku yang memergoki kalian? Habislah sudah riwayatku! Keterlaluan kau!”
Alvin melihat Tiara yang tengah menangis. Alvin muak sekali, melihat wanita yang cengeng. Alih-Alih menatap Tiara yang sedang menangis, pandangan Alvin malah tertuju pada mini dress Tiara yang sedikit turun kebawah.
Hingga mulai terlihat gundukan dadanya yang nampak padat berisi. Alvin menelan ludah, bisa-bisanya Tiara tak sadar, dengan penampilannya saat ini.
“Aku harus apa? Apa yang kau inginkan agar kau memaafkan aku, Tuan? Aku sungguh-sungguh, asal kau tak marah lagi, aku berjanji tak akan melakukan hal-hal aneh lagi. Aku tak akan mengecewakanmu lagi,”
“Dada,” tutur Alvin refleks.
“Dada apa Tuan?” Tiara mengusap air matanya.
Astaga, brengsek, sialan. Kurang ajaaar! Kenapa mulutku ini? Kenapa bisa-bisanya aku berkata yang tak masuk akal?
“Ha? Apa? Memangnya aku bilang apa?”
“Kau bilang dada, apa kau ingin makan dada ayam? Biar aku buatkan, Tuan.”
Sial, aku malu, ini benar-benar memalukan. Batin Alvin lagi.
“Ya, aku masih lapar karena sejak tadi mencarimu! Aku ingin steak dada ayam, cepat buatkan!” Alvin kikuk, ia jadi asal bicara.
“Baik, Tuan.” Tiara berdiri menuju cooking room.
Tiara pun membuka kulkas, namun setelah ia mencari-cari, tak ada dada ayam satu pun. Di freezer, di sudut mana pun Tiara tak menemukan ayam sama sekali. Di kulkasnya, hanya ada beberapa soft drink, dan buah-buahan. Tak ada stok daging beku apapun.
“Tuan, di mana kau taruh ayamnya? Di sini tak ada daging apapun, apalagi dada ayam fillet,”
Memang tak ada ayam, siapa pula yang ingin makan ayam? isi hati Alvin.
“Sudah kau cari?”
“Sudah, tapi sepertinya memang tak ada.”
Alvin menatap Tiara tanpa berkedip. Ia berdiri dari duduknya, dan berjalan perlahan mendekati Tiara yang berada di depan kulkas.
Tiara sedikit takut, melihat tatapan Alvin padanya saat ini. Namun Tiara berusaha mengalihkannya, dan terus berpura-pura mencari ayam yang memang tak ada.
Alvin sudah berada di belakang Tiara. Rasanya sungguh tak nyaman, ada sebuah perasaan aneh saat Alvin berada di belakang Tiara.
“Kau mencarinya tidak?”
“S-sudah, Tuan, tapi tak ada.” Tiara jadi gugup tak menentu.
Alvin meminta Tiara untuk minggir sedikit, lalu Alvin menutup kulkas mewahnya. Tanpa aba-aba, Alvin menyandarkan Tiara pada pintu kulkas, sehingga kini mereka saling berhadapan. Posisinya hampir sama ketika Hardy melakukan hal ini pada Tiara.
Mini dress Tiara semakin tak beraturan. Kulit mulusnya semakin terpampang nyata, karena tubuhnya tak ditutupi lagi oleh jas Alvin.
“Jadi, tadi seperti ini?”
“Tuan, jangan kau bahas lagi, kumohon …”
“Aku tak membahasnya, aku hanya memperagakannya.” Alvin menyeringai.
“Cukup, Tuan. Kumohon maafkan aku …” Tiara menunduk.
“Kau mencari dada ayam kan? Tak akan ketemu!”
“Ya, memang tak ada, Tuan.” Tiara berusaha rileks, meskipun sebenarnya perasaannya tak karuan.
“Aku bukan menginginkan dada ayam!”
“Lalu, apa yang kau inginkan? Biar aku yang memasakannya untukmu,”
“Dadamu!”
Deg. Jantung Tiara berdegup kencang mendengar ucapan Alvin yang sedikit tak sopan. Alvin benar-benar tak bisa ditebak, entahlah, mau bagaimanapun, mereka memang sudah sah menjadi suami istri.
“M-maksudmu?”
Alvin semakin mendekatkan tubuhnya pada Tiara, hingga tubuh Tiara sudah sangat mentok pada pintu kulkas. Tiara tak bisa menghindar, Alvin memang gila, benar-benar gila.
“Kau tahu kan apa maksudku?” Alvin memegang bahu Tiara semakin erat.
“T-tuaaan, j-jangan …,”
Apa yang terjadi? Kenapa suasananya jadi berdebar seperti ini?