Dialah Azzura. Wanita yang gagal dalam pernikahannya. Dia ditalak setelah kata sah yang diucapkan oleh para saksi. Wanita yang menyandang status istri belum genap satu menit saja. Bahkan, harus kehilangan nyawa sang ayah karena tuduhan kejam yang suaminya lontarkan.
Namun, dia tidak pernah bersedia untuk menyerah. Kegagalan itu ia jadikan sebagai senjata terbesar untuk bangkit agar bisa membalaskan rasa sakit hatinya pada orang-orang yang sudah menyakiti dia.
Bagaimana kisah Azzura selanjutnya? Akankah mantan suami akan menyesali kata talak yang telah ia ucap? Mungkinkah Azzura mampu membalas rasa sakitnya itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
*Bab 03
Kata-kata yang pamannya ucapkan masih belum membuat hati Azzura luluh. Namun, si paman tidak berputus asa. Dia terus membujuk keponakannya itu untuk pulang. Hingga akhirnya, hati Azzura pun meluluh. Dia bersedia ikut pamannya pulang.
Di sisi lain, tante dan juga sepupunya sedang bergosip. Tentu saja mereka sedang membicarakan soal Azzura sekarang.
"Ya ampun, Ma. Aku pikir Azzura akan benar-benar menikah dengan kak Anggara. Nyatanya, kheh keh keh. Cuma di nikah hanya untuk diceraikan saja."
Bukannya prihatin, ini sepupu satu malah menertawakan hal buruk yang sedang Azzura alami. Benar-benar tidak punya perasaan sepupunya ini.
Mirna Sari. Dia adalah sepupu yang hanya berjarak dua bulan setelah kelahiran Azzura. Hubungan keduanya tidaklah baik. Sejak kecil, mereka tidak pernah akur satu sama lain. Mirna yang selalu merasa iri atas apa yang Azzura miliki, selalu saja tidak menyukai Azzura. Dia bahkan selalu mencari masalah dengan Azzura.
Mirna masih saja terkekeh karena rasa bahagia atas apa yang sudah Azzura alami. Sementara si mama malah ikut-ikutan tertawa. Ibu dan anak memang satu server ternyata. Bak kata pepatah, buah jatuh memang tidak akan jauh dari pohonnya.
"Ha ha ha. Kamu sih ngga ikut. Jadinya ketinggalan tontonan seru. Sayang banget tahu gak sih kamu. Kalo kamu lihat gimana wajah Azzura setelah dicampakkan Anggara, uh ... kasihan sekali tahu?"
"Ya ampun, Ma. Iya deh. Nyesel banget aku lho, Ma. Kalo aja aku tahu kejadiannya bakal kayak gini. Aku udah pasti milih datang. Nggak akan milik pura-pura sakit di depan papa."
"Aish! Mau bagaimana lagi? Udah kejadian. Tapi, mama dengar itu kejadian tersebar luas lho di internet. Aduh ... malu banget gak tuh?"
"Kah kah kah." Tawa Mirna pecah.
Ibu dan anak itu masih terus bergosip dengan bahagia. Sementara Azzura baru tiba ke rumahnya. Jarak rumah Azzura dengan rumah pamannya memang masih satu komplek. Tapi letaknya di gang yang berbeda. Namun, masih bisa berjalan kaki jika hanya untuk saling kunjung.
Setelah mengantar keponakannya itu sampai rumah, paman Zura langsung mencari keberadaan isterinya. Tapi sayang, istri dan anaknya itu sama sekali tidak ada di rumah duka. Bahkan, tetangga saja tidak datang berkunjung untuk pengajian.
Karena perkataan Angga yang membuat mereka percaya kalau Azzura telah berusaha keras untuk menikah dengan orang kaya, mereka malah menghakimi Azzura sekarang. Mereka pikir, Azzura layak menerima hukuman itu.
"Paman."
"Jangan sedih, Nak. Ada paman yang akan selalu bersama kamu. Mereka tidak perduli, biarkan saja."
Begitulah kejadian yang membuat hati Azzura semakin teriris. Dia harus menerima hukuman atas kesalahan yang tidak ia lakukan. Kebaikannya yang tidak pernah ia perhitungkan malah menyakiti hatinya berpuluh kali lipat.
Malam pengajian ayahnya hanya dia dan pamannya saja yang melakukan. Para tetangga sama sekali tidak menghiraukannya. Sementara siang harinya, saat Azzura keluar dari rumah, pergunjingan tentang dirinya terus saja ia dengarkan. Benar-benar hal yang menyakiti hati dan perasaannya.
Satu minggu kemudian, keadaan Azzura semakin memburuk saja. Gunjingan terus saja terdengar di kupingnya, membuat semangat untuk bertahan hidup semakin menurut. Beruntung, dia punya paman yang sangat luar biasa. Tidak pernah menyerah untuk memberikan semangat pada keponakan satu-satunya itu.
"Azu, paman punya ide baik untuk kamu. Karena keadaan disekitar mu tidak kunjung membaik, bagaimana jika kamu hijrah sekarang, Nak? Kamu tinggalkan saja tempat yang memberikan luka ini. Apa kamu bersedia meninggalkan tempat di mana kamu di besarkan untuk sementara waktu, Azu?"
Mata Azzura membulat. Ucapan pamannya membuat hatinya terasa agak bingung meski ia tahu apa maksud sesungguhnya dari ucapan tersebut.
"Maksud paman bagaimana? Paman ingin aku meninggalkan rumah ini sekarang?"
"Iya, Nak. Sepertinya, pergi untuk membangun hati adalah cara terbaik buat kamu. Di sini, kamu juga tidak akan mendapatkan ketenangan. Yang ada, hatimu malah akan terus disakiti oleh orang-orang yang tidak punya hati."
Azzura terdiam. Benaknya mencerna dengan perlahan apa yang sudah pamannya utarakan. Perkataan pamannya itu memang benar. Tapi sungguh berat bagi Azzura untuk meninggalkan rumah di mana kenangan dengan kedua orang tuanya terasa begitu nyata.
Sentuhan lembut pada pundak pamannya berikan. "Azu, dengarkan paman, Nak. Kepergian kamu itu untuk kembali. Karena di sini, kamu sepertinya tidak lagi punya tempat untuk saat ini. Sudah jelas jika mereka tidak akan membiarkan kamu menjadi guru di taman kanak-kanak lagi setelah kejadian ini."
Benak Azzura kembali berselancar jauh mendengarkan apa yang pamannya katakan. Yah, dia juga yakin kalau dirinya tidak akan diterima mengajar di TK lagi setelah kejadian ini. Lihat saja apa yang para tetangga lakukan padanya setelah kejadian itu? Bukankah sudah jelas kalau mereka sedang mengucilkan dirinya sekarang.
"Paman benar. Aku sudah tidak lagi punya tempat di sini. Aku memang harus pergi dari sini agar hatiku baik-baik saja. Tapi, ke mana aku harus pergi, Man? Aku tidak punya tempat tujuan. Aku juga tidak punya banyak uang untuk bertahan hidup di tempat asing."
Si paman tersenyum. Lalu mengeluarkan kartu ATM dari saku celananya. Kemudian, tanpa berucap apa-apa, dia menarik tangan Azzura
Kartu tersebut ia letakkan ke tangan Azzura.
"Ambil kartu ini. Ini adalah uang tabungan paman. Kamu bisa hidup dengan uang ini selama beberapa bulan. Pergilah ke kota S untuk memulai hidup baru, Nak. Paman punya kenalan di sana. Kenalan jauh yang akan membantu kamu bertahan hidup di sana."
Mata Azzura masih tidak percaya dengan apa yang saat ini ia lihat. Pikirannya berselancar entah ke mama sekarang. Kartu ATM itu terus ia tatap dengan mata yang berkaca-kaca.
"Azu, paman ingat kalau kamu hobi membuat sketsa baju, bukan? Paman yakin, kamu bisa mewujudkan hobi itu dengan mengubahnya menjadi mahakarya yang nyata."
"Tapi, Paman."
"Bangkitlah, Nak! Tunjukkan pada mereka kalau kamu adalah orang yang luar biasa. Buat mereka yang sudah menyakiti kamu membayar harganya dengan penyesalan atas hasil yang bisa kamu capai. Paman percaya kamu bisa mengubah takdir hidupmu yang malang menjadi penuh kebahagiaan."
Semangat demi semangat yang pamannya berikan membuat Azzura yang lebih bisa bangkit. Dengan semangat itu, Azzura pun bertekad untuk membuat dirinya tinggi hingga orang yang menyakiti dirinya merasa menyesal.
Malam itu juga dia pergi meninggalkan rumahnya dengan diantarkan oleh pamannya sampai ke depan gang. Pamannya sengaja membuat Azzura keluar rumah pada malam hari supaya kepergian keponakannya tidak membuat heboh komplek tersebut.
Dengan taksi online, Azzura meninggalkan komplek tersebut menuju bandara. Malam itu juga, dia melakukan penerbangan ke kota yang pamannya maksudkan.
Butuh tekad baja untuk memulai sesuatu yang sudah hancur. Tapi itu adalah pilihan yang paling baik. Karena kita memang harus memulai ulang hidup setelah kehancuran itu datang. Jangan terus terjebak di masa lalu. Karena balasan yang paling baik untuk orang yang sudah menyakiti hidup kita adalah dengan membuat diri kita sangat sukses supaya mereka tahu, kalau mereka telah salah karena sudah menyakiti hidup kita.