Ariana tak sengaja membaca catatan hati suaminya di laptopnya. Dari catatan itu, Ariana baru tahu kalau sebenarnya suaminya tidak pernah mencintai dirinya. Sebaliknya, ia masih mencintai cinta pertamanya.
Awalnya Ariana merasa dikhianati, tapi saat ia tahu kalau dirinya lah orang ketiga dalam hubungan suaminya dengan cinta pertamanya, membuat Ariana sadar dan bertekad melepaskan suaminya. Untuk apa juga bertahan bila cinta suaminya tak pernah ada untuknya.
Lantas, bagaimana kehidupan Ariana setelah melepaskan suaminya?
Dan akankah suaminya bahagia setelah Ariana benar-benar melepaskannya sesuai harapannya selama ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tamu dadakan
"Kamu apa-apaan sih, Mas, masuk ke sini kayak gitu?" ucap Ariana berusaha untuk tetap tenang.
"Kamu itu yang apa-apaan. Kenapa kamu pindah kemari? Cepat, kembali ke kamar!" titahnya kesal.
Ariana menutup buku yang sedang ia baca, kemudian mengalihkan pandangannya kepada Danang yang raut mukanya terlihat jelas sedang kesal.
"Kalau aku nggak mau, Mas mau apa?"
"Ama, sudah deh, nggak usah kekanak-kanakan gini. Cepat kembali ke kamar. Aku tunggu."
"Maaf, Mas, aku nggak mau."
Danang yang sudah hampir keluar kamar segera memutar kembali tubuhnya.
"Kenapa?" tatapan Danang memicing.
"Karena aku tidak mau tidur dengan laki-laki yang hatinya milik perempuan lain," tegas Ariana.
"Na, please, nggak usah bahas itu!"
"Mana bisa. Karena permasalahan utama kita itu adalah perasaan kamu yang masih utuh untuk perempuan lain."
Danang mengacak rambutnya kasar. Kemudian ia berjalan mendekat lalu duduk di tepi ranjang. Kemudian Danang meraih tangan Ariana dan menggenggamnya. Sebenarnya Ariana ingin menepis tangan itu, tapi ia biarkan saja dulu. Ia ingin tahu, apa yang akan dilakukan suaminya itu.
"Na, kamu tahu, nggak mudah melupakan seseorang yang sudah menemani kita sejak bertahun-tahun. Kalau bisa, sudah sejak awal aku melepaskan Lisa, tapi itu tidak mungkin. Aku mohon mengerti aku sedikit saja!" melas Danang.
Ariana menyentak kasar tangannya sehingga genggaman tangan Danang terlepas.
"Mas meminta aku mengerti? Yang benar saja. Apa Mas pernah memikirkan betapa sakitnya hati aku saat tahu suamiku ternyata mencintai perempuan lain? Tidak kan. Mas bahkan tetap menjalin hubungan dengan perempuan itu di belakang aku, apa Mas pikir aku nggak sakit? Sakit Mas. Sakit." Ariana menepuk-nepuk dadanya kencang dengan mata yang sudah memerah. Namun sebisa mungkin ia tahan embun yang hendak menetes di sudut matanya.
"Bahkan saat aku sakit pun, Mas masih sempat bertemu dan berduaan dengan perempuan itu?" Ariana tersenyum miris mengingat saat ia sedang berjalan-jalan di taman rumah sakit bersama Alena, lalu ia melihat Danang dan Monalisa sedang duduk di kursi yang sedikit menyudut, tertutup pohon. Mereka duduk berdua sambil menyantap makanan dan bercengkrama. Mengingat itu membuat hati Ariana kembali berdenyut nyeri.
Danang membelalakkan matanya. Namun secepat mungkin ia mengendalikan ekspresinya.
"Kamu pasti salah lihat," kilahnya tak mau mengaku.
Ariana tertawa sumbang.
"Ya ... aku pun berharap begitu, tapi sayangnya ... aku tau dengan jelas kalau laki-laki yang sedang bercanda dengan seorang suster itu adalah suamiku sendiri. Sudahlah, Mas, berhenti berkelit," ujarnya malas. "Sudah malam, sebaiknya kau lekas mandi. Aku ingin istirahat. Aku lelah."
"Jadi kau masih akan tetap berada di sini?"
"Ya."
"Baiklah. Tapi aku harap kau besok sudah kembali ke kamar kita. Tidak baik suami istri tidur berbeda kamar seperti ini."
Ariana tidak mengangguk ataupun menggeleng. Wajahnya sekarang senantiasa datar membuat Danang benar-benar merasa tak nyaman.
Danang menghela nafas. Ia akan bersabar dengan perubahan sikap Ariana. Namun Danang masih sedikit ketar-ketir dengan sikap ayah mertuanya nanti. Entah apa yang akan ia lakukan kelak. Ia hanya berharap, ayah mertuanya tidak ikut campur dalam urusan rumah tangganya. Ia yakin, lambat laun Ariana akan mengerti dengan posisinya saat ini. Ia akan bersikap sebaik mungkin pada Ariana agar ia perlahan luluh dan menerima keputusannya yang tidak bisa melepaskan Monalisa begitu saja.
...***...
Pagi ini Danang beraktivitas seperti biasa. Begitu pula Ariana, tapi ia belum bekerja karena masih cuti.
"Mas pergi dulu ya. Mas ada tes diagnostik hari ini," tukasnya setelah selesai menyantap sarapan.
Ariana mengangguk tanpa mengeluarkan suara sedikitpun.
"Na, sampai kapan kau akan terus diam begini?"
"Sampai Mas membuat keputusan."
"Keputusan? Kamu kan tahu, Mas tidak mungkin memilih diantara kalian."
"Kalau begitu, lepaskan saja aku, mudah kan?" tukas Ariana enteng. Sontak saja Danang membeliakkan matanya.
"Sudahlah, Mas berangkat dulu. Hati-hati di rumah! Kalau butuh apa-apa, hubungi saja, Mas. Oke." Danang tidak menanggapi perkataan Ariana tadi. Semakin ditanggapi, maka semuanya akan semakin sulit.
Danang hendak mengecup dahi Ariana, tapi perempuan itu segera menjauhkan wajahnya. Entah mengapa, ia perlahan enggan berinteraksi fisik Danang padahal ia masih berstatus suaminya sendiri. Masih di lingkungan rumah sakit saja, suaminya bisa berinteraksi dengan begitu mesra dengan Monalisa, apalagi di belakangnya pikirnya.
Danang menghela nafas kasar. Ia bisa merasakan dengan jelas perubahan demi perubahan istrinya itu. Dan semua mulai terjadi semenjak ia mengetahui hubungannya dengan Monalisa.
...***...
Menjelang siang, Ariana membuka-buka sosial medianya. Lalu Ariana membuka jendela notifikasi dan disana ia melihat kalau ibu mertuanya ulang tahun hari ini. Ariana benar-benar tidak mengetahuinya.
Di saat bersamaan, ternyata Tatiana datang berkunjung. Ariana pun menyambutnya dengan penuh semangat.
"Bun, mama ulang tahun hari ini. Em, bunda mau nggak temenin aku ke rumah mama? Ana mau beliin kue dan kado."
Tatiana mengangguk, "boleh."
Ariana tersenyum, "kalau begitu, Ana siap-siap dulu ya, Bun."
Ariana pun segera berlalu menuju kamarnya untuk bersiap.
"Ayo, Bun!" ajak Ariana setelah siap. Ia memakai gamis berwarna soft pink dan pashmina berwarna hitam. Dengan dandanan minimalis membuat Ariana terlihat lebih segar meskipun sebenarnya ia belum pulih sepenuhnya.
Ariana dan Tatiana pun segera masuk ke dalam mobil. Mereka akan diantar sopir ke rumah mertua Ariana.
"Bun, kita mampir ke toko kue biasa ya!"
Tatiana mengangguk. "Oh ya, kamu mau ngado apa, Sayang?"
Ariana tampak berpikir, "Ana nggak tau, Bun. Bingung. Menurut bunda, aku kasi kado apa ya?"
Mobil yang melaju dengan kecepatan tidak begitu tinggi membuat Tatiana bisa memperhatikan toko-toko dan butik yang mereka lewati.
"Bagaimana kalau gamis?" Ariana menoleh ke arah toko yang sedang ditatap sang ibu.
"Ana setuju," seru Ariana seraya tersenyum lebar.
Sementara itu, di kediaman Andi---ayah Danang, tampak Danang baru saja datang. Ayahnya lah yang menyuruhnya pulang ke rumah sebentar saat jam makan siang. Entah ada apa, tapi Danang mulai tak tenang.
"Ada apa papa suruh aku pulang?" tanya Danang.
"Kau masih tanya kenapa?"
Mata Andi melotot tajam. Kemudian Andi mengeluarkan foto-foto yang Samudera berikan padanya dan menghempaskannya di meja. Jangan tanyakan betapa malunya Andi pada besannya itu. Ia benar-benar malu atas perbuatan anaknya tersebut.
Soraya membeliakkan matanya saat melihat foto-foto tersebut.
"Ini ... "
"Ya, inilah hasil perbuatan anak kurang ajar ini di belakang istrinya!" raung Andi murka.
"Danang, bukankah mama sudah berkali-kali mengatakan agar kamu meninggalkan perempuan itu? Tapi kenapa kau masih saja menjalin hubungan dengannya? Bagaimana kalau Ana mengetahui apa yang kau lakukan ini?"
"Ana sudah tahu semuanya," ujar Danang singkat, tapi mampu membungkam bibir sang ibu dengan mata membulat sempurna.
"Lantas, bagaimana reaksinya? Tidak mungkin kan dia biasa saja?"
Danang menghela nafas panjang.
"Semua akan baik-baik saja kalau kalian tidak ikut campur?"
"Apa katamu? Dasar anak kurang ajar! Begini caramu membalas orang tua yang mati-matian membesarkan mu?" sentak Andi marah.
"Bisa berhenti menekan ku? Aku sudah menuruti semua permintaan kalian, tidakkah kalian sebagai orang tua memikirkan kebahagiaanku?"
"Jadi kau benar-benar tidak mau meninggalkan perempuan itu?" tanya Soraya dengan suara rendah.
"Maaf, Ma, aku mencintai Lisa dan sampai kapanpun aku takkan pernah meninggalkan dia?"
"Lalu Adriana?"
"Aku juga takkan meninggalkannya?"
"Apa kau pikir orang tuanya akan dengan ikhlas melihat anaknya diduakan?"
Danang bungkam.
"Hidup ini pilihan, Danang. Dan setiap pilihan itu ada konsekuensinya. Sekali lagi mama tekankan, tinggalkan Lisa, Nak. Dia bukan yang terbaik untukmu."
"Aku tahu apa yang terbaik untukku, Ma. Please, jangan paksa aku untuk meninggalkan Lisa lagi! Sudah cukup aku menyakitinya dengan menikahi perempuan lain, tapi tidak lagi. Jangan paksa aku menjadi laki-laki pecundang yang tidak bisa memegang ucapannya."
"Danang, tidakkah kau sadar dengan perbuatanmu ini bukan hanya akan menghancurkan hati istrimu, tapi juga hubungan antar dua keluarga?" bentak Andi.
"Pa, aku ... "
"Assalamu'alaikum," ucap seseorang dari ambang pintu membuat ketiga orang itu menoleh. Seketika, wajah ketiganya pias. Apalagi saat melihat raut wajah datar dari kedua tamu tersebut.
"Wa-wa'alaikum salam," sahut ketiganya gugup karena tidak menyangka akan kedatangan dua tamu dadakan tersebut.
...***...
...Happy reading 🥰🥰🥰...
Soale kan kandungan nya emang udah lemah ditambah pula,sekarang makin stress gitu ngadepin mantannya Wira
bukannya berpikir dari kesalahan
kalou hatinya tersakiti cinta akan memudar & yg ada hanya kebencian...