NovelToon NovelToon
Heart Choice

Heart Choice

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Cinta pada Pandangan Pertama
Popularitas:2k
Nilai: 5
Nama Author: Kyushine / Widi Az Zahra

"... bukankah cinta itu tidak harus bersama? Jika dia lebih bahagia bersama dengannya, maka aku akan ikhlas."

Ketika cinta pergi, akan ada kemungkinan cinta yang baru akan datang, namun semua itu kembali lagi pada sang pemilik hati, apakah kamu mau menerimanya atau justru mengabaikannya. Itulah yang tengah dirasakan oleh Rafael Wilbur.
Adeline datang membawa cinta yang begitu besar untuk Rafael dan keegoisannya membawa dirinya untuk menerobos masuk serta menyingkirkan nama gadis yang berada di hati Rafael.
Lalu, apakah Rafael mampu menerima keberadaan Adeline yang notabenenya sudah ia kenal sejak lama? Dan mampukah Adeline menggantikan posisi gadis yang berada dihati Rafael? Pilihan apa yang akan dibuat Rafael dan Adeline kedepannya?

Disclaimer: Novel ini pernah di upload pada platform sebelah, namun saya memutuskan untuk upload disini..

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kyushine / Widi Az Zahra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

HC 11

Sudah sejak pagi Daren berkutat dihadapan monitor demi bisa membuat schedule mingguan untuk bosnya, dia tidak sendiri disana, melainkan ada Alvaro yang menemaninya. Jika Daren sedang sibuk membuat schedule, Alvaro tengah mengecek laporan keuangan beberapa minggu terakhir.

“Menurutmu, apa Adel akan baik-baik saja?” tukas Alvaro secara tiba-tiba.

“Dalam hal apa?”

Alvaro memberitahu bagaimana perasaan Adeline terhadap Rafael, melihat gerak-gerik Adeline membuat Alvaro mampu membaca semuanya meski Adeline tidak bicara secara langsung padanya.

“Kamu seperti sedang mengkhawatirkannya, jangan bilang kamu menyukainya?” Daren menghentikan pekerjaannya dan menatap Alvaro yang masih menandatangani beberapa laporan yang sudah selesai ia cek.

“Aku memang mengkhawatirkannya, namun bukan karena aku menyukainya.”

“Lalu?” Kini Darena semakin penasaran dengan alasan apa yang membuat sahabatnya itu sangat mengkhawatirkan orang lain yang bahkan baru ia temui beberapa kali, karena hal tersebut merupakan pertama kalinya bagi Alvaro mengkhawatirkan orang diluar keluarganya setelah Rafael dan juga dirinya –Daren.

“Melihat Adel seperti aku sedang melihat Agnia, kalau saja Agnia masih ada hingga saat ini, mungkin dia akan seumuran dengan Adel. Tatapan sendunya pun sangat mirip dengan Agnia, karena itu aku tidak bisa jika melihatnya bersedih. Setidaknya itu bisa mengobati rasa rinduku pada adik kecilku,”

Melihat senyum ketir dari bibir Alvaro membuat Daren kembali mengingat kejadian 10 tahun lalu dimana Agnia harus pergi karena kanker otak yang dideritanya dan hari itu menjadi hari dimana Alvaro merasa dunianya runtuh, karena sepeninggal orang tuanya, hanya Agnia yang dimiliki olehnya.

Di waktu yang bersamaan, saat ini Adeline berada di kamar atas, lebih tepatnya kamar dimana Rafael tidur, namun ia tidak menemukan pria itu disana. Melihat sebuah bingkai foto kecil yang terletak di nakas dekat ranjang membuat Adeline mengambil bingkai tersebut dan menatapnya.

Tidak berkomentar apapun, dia kembali menyimpannya, namun dengan keadaan tertutup, dia tidak ingin melihat kebersamaan Rafael dengan pujaan hatinya. “Del, ada apa?” suara itu membuat Adeline membalikkan tubuhnya.

“Sudah mandi? Mau kemana kak?”

“Aku harus ke kantor, ada rapat penting hari ini.” Rafael menggosokkan handuk kecil pada rambutnya. Hendak berjalan menuju lemari, Adeline justru sudah berada didepan lemari untuk mengambil pakaian kerja yang dibutuhkan Rafael. “Kau kenapa tiba-tiba dikamarku? Apa terjadi sesuatu?” tambahnya.

“Tadinya aku mau memanggilmu turun untuk sarapan, kak.” Adeline menyimpan pakaian itu di atas ranjang dan Rafael langsung memakainya dihadapan Adeline. Mungkin Rafael menganggapnya sepele, namun wajah Adeline masih bersemu merah melihat Rafael bertelanjang dada dihadapannya untuk pertama kalinya.

“Begitu ya, baiklah aku akan turun setelah ini,”

Tidak ada jawaban lagi dari Adeline selain anggukkan. Setelah itu Adeline memutuskan untuk segera keluar dari kamar itu, karena ia merasa jika terlalu lama berada disana bisa-bisa jantungnya akan meledak.

Mengingat bahwa Rafael akan pergi ke kantor membuat Adeline sedikit kecewa. Pasalnya, baru saja mereka menggelar pernikahan, namun Rafael sudah buru-buru pergi ke kantor hanya untuk menyelesaikan pekerjaannya, padahal bisa saja dia meminta bantuan pada sekretaris atau asistennya.

Rafael sudah tiba diruang makan, dan melihat makanan yang tersaji seketika membuat cacing dalam perutnya meronta untuk segera diberikan makan olehnya. Rafael tahu jika Adeline memang pandai memasak dan dirinya juga sangat menyukai makanan buatan Adeline.

“Kau tidak pergi ke rumah sakit? Atau kau sedang libur?” tanya Rafael seraya menyantap sarapan yang sudah disiapkan oleh Adeline.

“Aku diberikan cuti hari ini, lagi pula aku sedikit merasa lelah.” Balasnya yang hanya menatap makanan dihadapannya. “Boleh aku bertanya satu hal?” Adeline memberanikan diri untuk menatap pria yang saat ini duduk dihadapannya.

“Soal apa, Del?”

“Apa kau yang melunasi biaya rumah sakit Ray, kak?”

“Melunasi biaya rumah sakit? Aku tidak melakukannya. Memang benar awalnya aku ingin membayarkannya, karena aku tidak ingin kau bekerja terlalu keras. Namun saat aku hendak ingin melunasinya, pihak rumah sakit memberitahu jika semua sudah dibayar lunas dan tanda terimanya bahkan atas namamu, Del.”

Mendengar pernyataan Rafael pun akhirnya membuat Adeline semakin bingung. Pasalnya dia memang belum melakukan pembayaran apapun lagi. Lagi pula, tabungan wanita itu belum terkumpul sebanyak biaya rumah sakit yang harus dibayarkan olehnya.

Lalu siapa yang membayarnya?”

**

**

Sudah satu minggu Adeline menjadi istri dari seorang Rafael Wilbur, meski hanya sebagai status, Adeline tetap menikmati perannya sebagai seorang istri meskipun Rafael tidak pernah berpikir demikian, tetapi bagi Adeline, itu merupakan salah satu caranya agar bisa merebut hati Rafael.

Meski pernikahan itu dilakukan secara terpaksa, Rafael tidak menjaga jarak atau bersikap dingin pada Adeline, ia tetap bersikap seperti biasa tanpa terjadi sesuatu antara mereka. Bukan hanya Rafael yang melakukan hal demikian, begitu pula dengan Adeline. Adeline akan mengikuti cara Rafael selama pria itu tidak mengabaikannya, karena mungkin ini bisa menjadi cara untuknya meluluhkan hati seorang Rafael.

Seperti biasa, ketika masakan telah siap dan Rafael sudah berada diruang makan, Adeline akan mendikte satu persatu makanan yang sudah ia masak tanpa terkecuali sampai Rafael menyantap makanan Adeline pun masih terus bicara tanpa henti.

"... lalu setelah Efran menyuntikkan obat bius pada pasien itu, dia baru bisa tenang, kak." Ucap Adeline dengan makanan yang masih memenuhi mulutnya.

"Tapi kalian luar biasa, tidak semua orang bisa sesabar itu untuk menghadapi pasien yang banyak bicara."

"Itu sudah menjadi pekerjaan kami sehari-hari kak. Jika kami tidak sabar, semua pasien pasti akan stress."

"Kau pintar," balas Rafael seraya mengusap puncak kepala Adeline. "Aku sudah selesai makan," timpalnya yang berjalan ke arah westafel.

"Aku juga sudah."

Melihat Rafael membersihkan peralatan kotor bekas memasak yang berada di westafel membuat Adeline langsung merebut spons yang berada dalam genggaman Rafael.

"Kau bereskan yang di meja saja, biar aku yang cuci piringnya." Lagi, Rafael kembali merebut spons dari tangan Adeline dan membuat wanita itu mempoutkan bibirnya.

Mengikuti perintah dari Rafael, Adeline membereskan meja makan dan membawa piring kotor ke westafel yang kemudian dicuci oleh Rafael, sedangkan Adeline mengelap hasil cucian Rafael agar bisa langsung dimasukkan ke dalam lemari piring.

Begitulah setiap harinya kehidupan pernikahan Adeline dan juga Rafael. Semenjak menikah, lambat laun Adeline merasa bahwa sikap Rafael seakan berubah. Memang tidak drastis, namun perubahan Rafael sangat dirasakan oleh Adeline

Sikap Rafael saat ini seperti seseorang yang sedang menjaga jarak dengan dirinya serta seperti sedang membangun benteng yang sangat tinggi dan juga kokoh, sehingga hal tersebut harus membuat Adeline bekerja lebih keras lagi agar bisa menembus serta merobohkan dinding tersebut.

"Kak, aku ikut sampai halte ya," sahut Adeline yang tiba-tiba masuk dikursi depan.

"Sudah berapa kali aku katakan jika kita itu tidak searah, Del."

"Memang kenapa jika tidak searah, kak? Bukankah sebelumnya kak Rafa juga sering mengantarku? Saat itu kak Rafa tidak pernah keberatan. Lagi pula aku hanya minta antar sampai halte pertama aja,"

Rafael hanya dapat menghela napasnya. Memang, sejak mereka melangsungkan pernikahan, Rafael sudah tidak pernah lagi terlihat mengantar atau menjemput Adeline untuk bekerja, mungkin itu perbedaan yang terlihat jelas bagi Adeline.

"Tidak mau ya? Baiklah aku turun, dibelakang ada makan siangmu, jangan lupa untuk dibawa ya." Tak ingin memaksa, Adeline melepaskan seat belt yang telah terpasang sebelumnya, dan sesegera mungkin untuk keluar dari mobil.

Tanpa bicara apapun, Rafael dengan cepat mengunci pintu mobilnya. "Gunakan kembali seat beltnya." Begitulah ucapnya yang dilanjutkan dengan menekan pedal gas mobilnya.

Senyum kemenangan terukir di bibir Adeline, dia tahu jika Rafael tidak akan tega membiarkannya pergi seorang diri ketika ia sudah meminta bantuan darinya meskipun dia harus mencari banyak alasan agar pria itu mau mengizinkannya untuk tetap bisa berangkat bersama.

Tidak hanya sampai halte, Adeline di antar hingga lobby rumah sakit. Tanpa mengatakan apapun, setelah Adeline turun, Rafael langsung bergegas menuju kantornya, karena ada banyak hal yang harus ia kerjakan.

"Hei jangan melamun. Mobilnya sudah tidak terlihat," Efran menyeletuk seraya mencolek bahu Adeline.

"Efraaaaannn. Kau mengejutkanku."

"Ha Ha Ha. Habisnya kau sampai tidak sadar kalau aku berdiri di sampingmu."

"Eh iya, kau ingin pulang?" Tanya Adeline saat melihat sahabatnya itu sudah tidak menggunakan jas putih kebesarannya.

"Tidak. Aku hanya ingin pesan kopi di kedai depan. Kau mau?" Adeline mengangguk cepat dan Efran tersenyum seraya mengusap puncak kepala wanita dihadapannya. "Yasudah kau absen saja dulu, lalu cek pasien sebentar yang ada di bangsal 5." Tutur Efran lagi.

“Siap laksanakan dokter Efran.”

1
Nursanti Ani
ngarep cinta bgt sih,,,bukan keren malah jijik liatnya,,,,maksa bgt cintanya,,/Hey/
Nursanti Ani
gw rasa sih Rachel masih hidup,,akhirnya Adel nyerah dan pergi,,,kalo sudah tiada baru terasa,,/Sob//Sob//Sob/
Nursanti Ani
cewek bucin begini kl belom d siksa bathin dan d selingkuhin belom sadar diri/Facepalm//Facepalm//Facepalm/
Osi Malang: cerita apa itu
Kyushine: betul, harus digebrak dulu kayaknya biar sadar
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!