Raika, telah lama hidup dalam kesendirian sejak kematian ayahnya. Dunia yang berada diambang kehancuran memaksanya untuk bertahan hidup hanya dengan satu-satunya warisan dari sang ayah; sebuah sniper, yang menjadi sahabat setianya dalam berburu.
Cerita ini mengisahkan: Perjalanan Raika bertahan hidup di kehancuran dunia dengan malam yang tak kunjung selesai. Setelah bertemu seseorang ia kembali memiliki ambisi untuk membunuh semua Wanters, yang telah ada selama ratusan tahun.
Menjanjikan: Sebuah novel penuhi aksi, perbedaan status, hukum rimba, ketidak adilan, dan pasca-apocalipse.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ahril saepul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30 Menyebalkan.
Asap putih memenuhi seluruh tempat, menutupi pandangan, juga menenggelamkan semua pepohonan. Tubuh lemas ini masih terus berusaha menggapai Distrik. Beberapa bayangan melesat dari semak-semak, seperti memantau-ku dengan leluasa.
Aku tidak tau, apakah diriku masih mampu menghadapi para Wanters---Perih di mana-mana, penglihatan terkadang buram.
Menyenderkan tangan pada pohon, yang sudah menjadi sahabat dalam perjuangan ini.
Menghentikan langkah, napas berat ku keluarkan dengan beberapa keringat yang bercucuran.
'Ada apa dengan tubuhku?' menatap telapak tangan. 'Mungkin, aku hanya kelelahan.'
Aku berjalan kembali menapaki tanah dengan perlahan. Namun, baru saja beberapa langkah firasat mencekam memanggilku.
'Huh!'
BRUGK
Wanters berukuran 6 meter tingkat 1 menerkam dari samping.
Aku hanya menatapnya dalam kondisi tergeletak di tanah.
Mengeluarkan napas berat. 'Sepertinya mereka mulai bermunculan, cepat sekali, padahal baru saja pemimpin kalian mati.'
Wanters menyerang-ku, meski agak berat, aku mendorong tubuh ini dengan tangan sekaligus menghindar dari serangannya. Memegangi lutut mencoba untuk berdiri. Menatap Wanters dengan lemah yang kembali bergerak ke arahku.
GREREEEE
Menyiapkan belati, menatap, mengaktifkan sniper, Wanters menebas---
TING
Aku melompat membiarkan belati itu terpental akibat serangannya. Sniper ku todongkan pada inti matanya yang berada tepat di kepala.
BAM
Wanters berlari kemudian terjatuh menjadi abu. Tubuhku menghantam tanah akibat dari lompatan barusan.
Menghela nafas, mencoba tuk berdiri kembali. Aku berjalan menghampiri Arcis dan menyentuhnya sebelum beranjak pergi.
°
°
°
Asap kabut masih belum mereda, meskipun aku telah berjalan cukup lama. 'Apakah mungkin salah jalan?
Tidak, seharunya ini adalah jalan yang tepat, dari pengamatan-ku dari bukit, aku harus berjalan lurus.
Fiuh ... Mungkin aku harus lebih bersabar. Tahanlah, Raika!'
Langkah demi langkah, pohon demi pohon, tubuh ini ternyata masih cukup kuat untuk menahan semua rasa tidak nyaman ini. Namun sayangnya, latihanku selama kesendirian tidak begitu banyak membuahkan hasil.
Bagaimana cara ayah bisa menjadi kuat? ...
Sial!
Menggelengkan kepala. 'Pikiranku sudah mulai kacau. Hah ... Berapa lama lagi untuk sampai Camp?'
"Huh!" Merasakan energi Wanters; lebih dari sepuluh semuanya mengarah padaku. "Kau pasti bercanda, kan?"
'Bagaimana mereka bisa tahu keberadaan ku, padahal biasanya tidak seperti ini. Entah kenapa aku merasa seperti magnet bagi mereka.'
Meski cukup sakit, langkah ku-gerakan lebih cepat, berencana untuk menghindari pertarungan, juga ingin mencoba sesuatu. Suara dedaunan yang ku injak terasa berantakan, mengganggu fokus untuk memantau auranya.
5 dari arah kanan 2 dari kiri dan ...
KRSEK-KRSEK.
Menatap pohon-pohon bergetar dari depan.
'Huh! Dua...puluh.' bergegas, berusaha berlari ke arah lain.
Suara pohon, ruangan, getaran, menambah kekhawatiranku untuk hidup. Aku terus berusaha mempercepat langkah, tetapi semua itu percuma, energi mereka terus mendekat dalam jumlah banyak dari belakang. Sialnya, aku tidak bisa bersembunyi, mengingat mereka dapat melacak keberadaan ku, namun kenapa?
Tangan berpindah-pindah pegangan terhadap pohon, kondisi ku saat ini adalah mimpi buruk. Alat komunikasi yang diberikan Yuto sudah tidak berfungsi. Jika aku melawan, apakah masih ada harapan untuk menang?
GRUK---BRUK
Jangan bercanda, mereka telah berada di belakang, bergerak cepat ke arahku.
Menghela nafas. "Mungkin memang tidak ada pilihan, selain melawan."
Belati kembali ku aktifkan, menatap Wanters yang telah menodongkan kepala dengan tanduk lancipnya. Aku berusaha untuk menghindar, namun kakiku tergelincir, membentur tanah kemudian merosot, berguling kebawah sebelum membentur pohon cukup kuat.
Wanters yang hendak menusukku juga terjatuh, berbarengan dengan Wanters lain dari ketinggian 20 meter. Aku hanya bisa menatap mereka yang secara lambat mulai berlari menghampiriku.
Seluruh tubuh benar-benar sudah tidak mampu untuk bergerak, aku butuh pertolongan atau mungkin mati. Lucu juga, orang sepertiku yang selalu menolak untuk berkelompok, pada akhirnya malah ingin meminta pertolongan.
'Hah ...' menutup mata, berharap tidak merasakan rasa sakit saat badanku terkoyak.
Setelah beberapa saat menunggu, entah kenapa tidak ada rasa sakit yang ku rasakan. Telingaku, hanya dipenuhi suara bising serta tebasan dan tembakan yang menggema-gemma.
Mungkin, aku hanya berhalusinasi ...
"Raika! ...."
End bab 30.
gabung yu di Gc Bcm..
caranya Follow akun ak dl ya
untuk bisa aku undang
terima kasih.