Di dunia yang memadukan sihir kuno dengan teknologi modern, seorang prajurit muda bernama Shaka bermimpi besar untuk menjadi Raja Ksatria. Demi mencapai tujuannya, Shaka mendirikan guild bernama Red Wings, tempat berkumpulnya para petualang pemberani dan unik. Setiap anggota Red Wings memiliki keterampilan dan tujuan yang berbeda-beda, namun semuanya berjuang demi mimpi Shaka yang ambisius: membangun era baru bagi para ksatria.
Impian Shaka untuk menjadi Raja Ksatria tak lepas dari pengaruh legenda Jovan Ardent, seorang ksatria pertama di dunia ini yang hidup seribu tahun lalu. Jovan tidak hanya menjadi tokoh legendaris; ia dianggap sebagai pendiri tatanan ksatria yang memengaruhi seluruh dunia hingga hari ini. Selama hidupnya, Jovan membawa kehormatan dan kekuatan yang mendefinisikan para ksatria sejati dan meninggalkan jejak sejarah yang memicu munculnya banyak pahlawan, termasuk Shaka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zyura, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
lembah naga
Arthur masih terkejut dengan berita yang baru saja diterimanya. "Rouge pergi?" tanyanya, suaranya penuh kebingungan dan kekecewaan. "Apa maksudmu? Kenapa dia bisa pergi?"
Shaka, yang baru saja tersadar dari lukanya, duduk perlahan-lahan, menahan rasa sakit di tubuhnya. Matanya menyipit, menatap Ray yang terlihat sangat kecewa. "Ray, ceritakan semuanya. Apa yang sebenarnya terjadi?" perintahnya dengan suara pelan namun tegas.
Ray menarik napas dalam-dalam, mengumpulkan pikirannya sejenak, lalu mulai berbicara.
Mereka tiba di Negeri Kura-Kura setelah berhari-hari menempuh perjalanan, diiringi ketegangan yang menyelimuti hati mereka. Setibanya di gerbang desa, mereka dihadang oleh Kael, seorang pria dengan postur besar dan tatapan penuh kecurigaan. Pada awalnya, ada ketegangan di antara mereka, namun saat Kael menyadari bahwa mereka adalah anggota Guild Heart Requiem, amarahnya mereda. Heart Requiem sudah pernah berurusan dengan Kael sebelumnya, jadi dia tahu bahwa tidak ada ancaman dari mereka. Setelah suasana mereda, mereka dibawa masuk ke dalam desa.
Warga desa menyambut mereka dengan tangan terbuka. Mereka diberi pakaian bersih dan makanan hangat. Semua tampak baik-baik saja di permukaan, namun ada kegelisahan yang dirasakan oleh Nei. Pikirannya terus memikirkan Shaka dan anggota Red Wings lainnya yang berada di Negeri Silver. Kekhawatiran itu membuatnya gelisah, namun Rouge menenangkan Nei, meyakinkan bahwa segalanya akan baik-baik saja.
Namun, kegelisahan juga menyelimuti hati Rouge. Ketika malam tiba dan semua orang beristirahat, dia keluar dari desa untuk mencari udara segar, menghindari keramaian sejenak. Di tengah malam yang tenang, langkah Rouge terhenti ketika sebuah bayangan muncul dari balik semak-semak. Sosok itu keluar perlahan, memperlihatkan dirinya—Vanhaunter, anggota dari Guild Phantom. Dengan mata yang selalu tampak mengantuk dan pakaian ala seorang assassin, dia membawa senapan besar di punggungnya, seolah siap untuk menyerang kapan saja.
"Kau adalah Rouge, si naga itu, bukan?" tanya Vanhaunter, suaranya datar namun penuh maksud tersembunyi.
Rouge segera bersiap, tubuhnya tegang menghadapi kemungkinan serangan yang bisa datang kapan saja. "Siapa kau?" tanya Rouge dengan nada tajam.
Vanhaunter menjawab dengan senyuman samar, "Vanhaunter, dari Guild Phantom. Aku di sini untuk urusan penting, dan itu melibatkanmu."
Rouge tidak berbicara, menunggu Vanhaunter melanjutkan. Dan seperti yang dia duga, Vanhaunter tidak membuang waktu untuk langsung ke inti permasalahan.
"Kami sedang mencari Naga Putih. Ada sesuatu yang kami butuhkan darinya, dan mitos itu, bagaimanapun, memiliki dasar yang kuat. Kau juga berasal dari kaum naga, bukan?" tanya Vanhaunter, matanya menyempit seolah menilai reaksi Rouge.
Rouge tetap diam, wajahnya tanpa ekspresi. Namun, di dalam hatinya, dia tahu bahwa pertemuan ini bisa berakhir buruk.
Vanhaunter melanjutkan dengan nada lebih serius, "Jika kau menolak untuk membantu kami, tidak apa-apa. Tapi perlu kau tahu, ada beberapa anggota Phantom lain yang sudah menyusup ke desa. Mereka dilengkapi dengan peralatan yang bisa menghancurkan tempat itu dalam sekejap. Jika kau tidak ikut dengan kami, desa ini, dan orang-orang di dalamnya, termasuk teman-temanmu... semuanya akan musnah."
Saat kata-kata itu diucapkan, tiba-tiba sebuah serangan batu meluncur ke arah Vanhaunter. Namun, Vanhaunter dengan cepat menghindari serangan tersebut. Ternyata itu adalah Ray, yang muncul di belakang Rouge, wajahnya dipenuhi kekhawatiran.
"Rouge, jangan dengarkan mereka! Mereka hanya memanfaatkanmu!" seru Ray, suaranya penuh emosi.
Vanhaunter tertawa kecil, tertawa yang terdengar gila dan dingin. "Tidak apa-apa jika dia tidak ikut. Kami punya cara lain untuk membuatnya menyerah. Tapi sebelum itu, mungkin aku akan menikmati pemandangan desa ini meledak berkeping-keping. Bagaimana menurutmu?"
Rouge menatap Ray yang tangannya gemetar, mencoba mempertahankan ketegaran. Dia tahu Ray ingin melawan, tapi situasinya tidak memungkinkan. Jika mereka melawan, banyak nyawa tak bersalah yang akan hilang. Dia tidak bisa membiarkan itu terjadi.
Dengan napas dalam, Rouge memutuskan. "Baiklah," katanya dengan tenang. "Ayo kita selesaikan ini. Aku akan ikut denganmu. Lagi pula, kita punya tujuan yang sama, bukan?"
Ray menatap Rouge dengan kecewa, matanya menunjukkan rasa sakit yang mendalam. Namun, Rouge tersenyum padanya, senyum yang seolah mengatakan bahwa dia akan baik-baik saja. Rouge perlahan berjalan ke arah Vanhaunter, bersiap untuk meninggalkan desa dan teman-temannya, dengan harapan bahwa mereka akan tetap aman.
Setelah Ray menyelesaikan ceritanya, suasana di ruangan tempat Red Wings berkumpul menjadi semakin tegang. Shaka terdiam sesaat, memproses apa yang baru saja dia dengar. Hatinya berkecamuk, antara kemarahan, rasa bersalah, dan keinginan untuk menyelamatkan temannya.
"Jadi, itulah kenapa dia pergi," gumam Shaka, lebih kepada dirinya sendiri. "Dia pergi untuk melindungi kita semua."
Onyx mengepalkan tangannya erat-erat. "guild phantom ya ?"
Shaka mengangguk, tatapannya penuh tekad. "Kita tidak akan membiarkannya sendirian. Kita akan menemukan Phantom, dan kita akan membawa Rouge kembali. Ini belum berakhir."
Setelah kepergian Rouge, suasana di markas Red Wings terasa berat. Kael, yang awalnya menampilkan sikap menantang, kini tampak menyesal. Dia mendekati Shaka, yang sedang memandang ke kejauhan, berusaha mengumpulkan pikirannya.
"Shaka, aku ingin meminta maaf atas apa yang terjadi sebelumnya," kata Kael, nada suaranya penuh penyesalan. "Aku terlalu cepat bertindak dan tidak mempertimbangkan situasi dengan baik."
Shaka mengalihkan pandangannya, tidak ingin terlibat dalam perdebatan tentang masa lalu. Namun, dia merasa senang bisa menggunakan wilayah absolut. Ini akan sangat berguna dalam pencarian mereka nanti. "Lupakan saja, Kael. Yang penting sekarang adalah kita harus menemukan Rouge."
Tiba-tiba, langkah cepat terdengar di antara mereka. Seorang wanita berlari mendekat, wajahnya dipenuhi dengan kecemasan. Ketika Shaka menoleh, dia melihat Nei berlari dengan mata berkaca-kaca. Dalam sekejap, Nei menghampiri Shaka dan memeluknya dengan erat, sampai keduanya terjatuh.
"Shaka! Maafkan aku!" seru Nei, suaranya bergetar. "Aku seharusnya bisa menghentikan Rouge, tapi aku tidak bisa!"
Shaka menepuk punggungnya lembut, mencoba menenangkan Nei. "Tidak apa-apa, Nei. Ini sepenuhnya tanggung jawabku. Kita semua dalam situasi yang sulit."
Setelah berdiri kembali, Shaka menatap teman-temannya dengan tatapan serius. "Kita harus membawa Rouge kembali. Ray, kau tahu ke mana dia pergi?"
Ray mengangguk, wajahnya tampak penuh kesedihan. "Rouge pernah bilang padaku bahwa ada tempat tinggal para naga yang sulit dijangkau. Tempat itu bernama Lembah Naga."
Mendengar nama Lembah Naga, semangat Shaka mulai bangkit. "Aku yakin dia sekarang menuju ke sana. Mungkin kita bisa berangkat besok pagi. Sekarang, kita semua butuh istirahat."
Kael, yang merasa bersalah, mengangguk. "Sebagai permintaan maaf, aku akan ikut dengan kalian. Aku tidak akan membiarkan kalian pergi sendirian."
Sementara itu, di sisi lain lautan, sebuah kapal besar berlayar dengan lamban. Kapal itu adalah milik Guild Phantom, di mana suasana pesta berlangsung meriah. Namun, di tengah hiruk-pikuk itu, Rouge hanya duduk diam, menatap gelombang laut yang beriak.
Thatch, pemimpin Guild Phantom, menghampirinya dengan senyuman sinis. "Kenapa kau tidak menikmati pesta ini, Rouge?" tanyanya, menyeruput bir dari gelasnya.
Rouge menatap Thatch dengan tatapan tajam. "Jawabannya sangat sederhana, Thatch. Kalian bukanlah teman-temanku."
Thatch mengangkat alis, terlihat sedikit terkejut dengan ketegasan Rouge. Namun, dia hanya tersenyum lebih lebar. "Kau membantu kami, maka urusan kita selesai. Anggap saja ini sebagai bagian dari rencanamu, bukan?"
Sementara itu, seseorang muncul dari balik bayangan di tepi dek. Dia mengenakan jubah hitam dan memiliki luka jahitan di dahinya. Pria itu adalah Dai, salah satu anggota Guild Phantom. "Ya, begitulah," ucap Dai dengan nada tenang, seolah menganggap semuanya biasa saja.
Thatch menatap Dai dengan penuh minat. "Apakah semuanya berjalan sesuai rencana kita?" tanyanya.
Dai mengangguk. "Kami sudah sampai di Lembah Naga. Kami hanya perlu menunggu saat yang tepat untuk mendapatkan apa yang kita inginkan."
Rouge mengalihkan pandangannya dari Thatch dan Dai, perasaannya campur aduk. Dia tahu apa yang mereka inginkan, dan itu bukan hanya sekadar mencari Naga Putih. Ada kekuatan lain yang ingin mereka ambil, dan Rouge merasa bertanggung jawab untuk menghentikannya.
Di dalam hatinya, dia berjanji untuk melindungi semua orang yang dicintainya. Dia tidak bisa membiarkan Guild Phantom mendapatkan keuntungan dari keberadaannya. Pikirannya berputar, mencari cara untuk membalikkan keadaan.
Sementara itu, di dek kapal, suasana pesta semakin meriah. Anggota Guild Phantom tertawa, berdansa, dan mengabaikan kehadiran Rouge yang terasa terasing. Thatch, yang tampaknya menjadi pusat perhatian, mencoba meyakinkan semua orang bahwa mereka sedang berada di jalur yang benar.
"Semua ini hanya untuk masa depan kita, teman-teman!" serunya. "Bersama-sama, kita akan menjadi tak terkalahkan!"
Rouge tidak terpengaruh dengan ucapan Thatch. Dia mengamati laut yang luas, berpikir tentang apa yang akan terjadi selanjutnya. Keputusan untuk pergi dengan Guild Phantom bukanlah pilihan yang dia inginkan, tetapi dia tahu bahwa dia harus melindungi teman-temannya.
Chapter 33
Keesokan harinya, suasana di dalam pesawat Mighty Eagle terasa penuh semangat. Brock, dengan keahliannya yang luar biasa, telah memperbaiki semua mesin yang rusak. Pesawat itu kini siap untuk meneruskan perjalanan ke Lembah Naga. Namun, suasana gembira itu tidak bertahan lama ketika Sawyer memanggil Shaka dengan nada serius.
“Shaka, tidak mungkin aku kesini tanpa sebuah alasan, bukan?” ucap Sawyer, sambil mengeluarkan kertas raksasa yang tertulis dengan tinta yang jelas terlihat.
Elena segera mendekat, merasa tertarik dengan kertas tersebut. “Apa itu, Sawyer?” tanyanya.
“Sebuah pesan dari Jovan Ardent,” jawab Sawyer, memberikan kertas itu pada Elena. “Tapi isinya adalah teka-teki.”
Elena mulai membaca keras-keras, suaranya menggema di dalam pesawat yang luas. “Dengar baik-baik,” katanya, “isi dari kertas ini berbunyi:”
"Di antara dua kekuatan, satu bersinar,
Satu lain menghanguskan, menanti untuk menguasai.
Kau harus mencari yang tersembunyi,
Jika salah pilih, dunia kan hancur berantakan, niscaya.
"Bila sinar biru terpecah menjadi dua,
Yang gelap akan datang, membawa petaka.
Temukan huruf yang tersembunyi dalam bait,
Satu huruf untuk tiap kunci, tidak ada yang salah, hanya harus tepat.
"Siapa yang memiliki kekuatan dalam genggaman,
Takkan merasa berdaya saat dihadang.
Dalam kegelapan, satu akan terbangun,
Jika Alpha Sapphire jatuh, harapan akan terbenam."
"Setiap angka punya arti,
1 sampai 9, dalam harmoni.
Jika jumlahnya lebih dari delapan,
Keberadaan Alpha Sapphire bisa hancurkan kedamaian."
"Jika jatuh di tangan yang salah,
Kekuatan ini akan bawa dunia dalam jurang kelam.
Temukan cahaya dalam gelap,
Agar tak terulang tragedi yang memecah."
Elena menyelesaikan bacaannya dan terdiam sejenak, membiarkan kata-kata itu menyerap ke dalam benak semua yang ada di pesawat. Shaka, terlihat bingung, mengerutkan dahi dan menatap kertas itu seolah-olah mencari jawaban dari tinta yang berisi teka-teki tersebut.
“Ini rumit sekali,” Shaka mengeluh. “Apa maksud semua ini? Dua kekuatan, satu bersinar... Apa itu Alpha Sapphire dan Omega Ruby?”
“Bagaimana kalau kita pecahkan bersama-sama?” saran Kael, yang duduk di sudut dengan ekspresi serius. “Teka-teki ini pasti ada petunjuk yang lebih dalam.”
Nei melangkah maju dan berkata, “Tadi ada kalimat ‘bila sinar biru terpecah menjadi dua’. Apakah itu berarti Alpha Sapphire akan terbagi?”
Arthur, yang mendengarkan dengan seksama, menimpali, “Itu bisa jadi. Jika Alpha Sapphire terbagi, maka kekuatan Omega Ruby bisa mendapatkan keuntungan besar.”
“Bagaimana dengan bagian ‘temukan huruf yang tersembunyi dalam bait’? Apakah ada huruf yang bisa kita ambil dari setiap bait?” tanya Ray, yang terlihat mulai berpikir keras.
Elena mengangguk. “Mari kita coba ambil huruf pertama dari setiap bait,” ujarnya, sambil menuliskannya di kertas lain.
“Dari bait pertama kita dapat ‘D’,” kata Shaka, mencatat. “Dari bait kedua ‘B’, dari bait ketiga ‘S’, dan seterusnya.”
“Dari bait keempat ‘S’, bait kelima ‘J’,” lanjut Nei.
“Jadi, kita punya: D, B, S, S, J,” kata Ray sambil mengerutkan dahi. “Apa yang bisa kita buat dari huruf-huruf ini?”
“Bisa jadi ini adalah kode,” ujar Kael. “Mungkin kita harus mencari tahu apakah ada makna dari kombinasi ini.”
“Bagaimana jika kita lihat angka?” Brock berkomentar. “Mungkin itu juga bagian dari teka-teki. Kita perlu memahami arti dari ‘setiap angka punya arti, 1 sampai 9’.”
Nei mulai menghitung. “Mari kita cari kombinasi yang tepat. Kita butuh kombinasi angka yang totalnya tidak lebih dari delapan. Jika lebih, kita bisa berurusan dengan masalah besar,” katanya, matanya bersinar dengan semangat.
Shaka, tidak ingin tertinggal, menambahkan, “Kita juga perlu ingat bagian di mana jika Alpha Sapphire jatuh ke tangan yang salah, dunia akan hancur. Itu berarti kita harus sangat hati-hati dengan keputusan kita.”
Elena melihat ke arah kertas lagi, kemudian berkata, “Jadi, jika kita mencari huruf dari bait dan menghubungkannya dengan angka yang benar, mungkin kita bisa menemukan kunci untuk menyelamatkan Alpha Sapphire dan mencegahnya jatuh ke tangan yang salah.”
Shaka kebingungan “alpha sapphire dan omega ruby, kalau tidak salah omega ruby adalah milik jozen bukan ?.” semuanya menganggukkan kepalanya
disisi lain Kota Doran sedang bersiap merayakan festival tahunan yang selalu dinanti-nanti oleh penduduknya. Suasana riuh dipenuhi tawa, suara musik, dan aroma makanan lezat yang mengisi udara. Di tengah keramaian, Jozen, seorang ksatria yang dikenal dengan kekuatannya, berjalan dengan penuh semangat. Dia membeli berbagai makanan untuk dinikmati di rumahnya, berharap bisa menghabiskan waktu dengan tenang.
Setelah membeli beberapa makanan, Jozen berniat kembali ke rumah. Namun, tiba-tiba, dia merasakan sebuah dorongan kecil dari belakang. Seorang anak kecil dengan jubah coklat dan rambut putih tidak sengaja menabraknya. Untungnya, makanan yang dibawanya tidak jatuh.
“Eh, hati-hati ya,” Jozen berkata dengan nada agak kesal, tetapi saat melihat wajah anak itu, jantungnya berhenti sejenak. Mata anak itu berwarna biru terang, mengingatkannya pada kenangan yang kelam.
Anak itu menatapnya sejenak, dan Jozen merasa panik. Dalam sekejap, dia menarik anak itu dan dirinya sendiri ke atap gedung terdekat, menjauh dari kerumunan. “Jadi, kau jadi anak kecil? Atau bagaimana? Varyn?” tanyanya dengan nada khawatir.
Anak itu tersenyum sinis. “Kau terlalu mengganggu, Jozen,” Varyn menjawab sambil melepaskan tudungnya, memperlihatkan wajahnya yang muda, namun matanya menunjukkan kedewasaan yang dalam.
“Seharusnya aku musnahkan saja kekuatan itu saat kau kalah dariku,” Jozen menyatakan, suara tegasnya menggema di atap. “Kau mendapatkan Alpha Sapphire lagi, bukan?”
Varyn tidak menjawab. Hanya ada ketegangan di antara mereka, saat angin berhembus lembut di sekeliling mereka. Jozen merasakan sesuatu yang tidak biasa; ini bukan sekadar pertemuan kebetulan.
“Yuk, kita selesaikan ini,” Jozen menantang, sikapnya menjadi lebih serius.
Tanpa ragu, Jozen melancarkan serangan. Dia mengayunkan tinjunya dengan kecepatan luar biasa, menghajar Varyn sampai terhempas jauh ke tepi atap. “Ini festival, jangan mengganggu!” teriaknya, namun dalam hatinya, Jozen tahu bahwa ini adalah pertarungan yang tidak bisa dihindari.
Varyn yang terhempas berdiri kembali, dan seiring dengan itu, tubuhnya mulai bertransformasi. Dalam sekejap, dia tidak lagi menjadi anak kecil. Varyn berubah menjadi sosok dewasa yang tampan, dengan aura kekuatan yang jauh lebih besar daripada sebelumnya.
Pertarungan sengit pun dimulai. Varyn menggunakan kekuatannya, memanggil pedang-pedang yang berputar mengelilinginya. “Wilayah absolut!” teriaknya, menciptakan sebuah arena yang dikelilingi oleh pedang-pedang tajam yang bersinar.
Jozen mengerti bahwa ini adalah wilayah absolut milik Varyn, dan dia harus berjuang untuk keluar dari perangkap ini. “Kau pikir ini akan menghentikanku?” Jozen membalas dengan penuh keberanian, mengeluarkan kekuatan penuhnya.
Varyn mampu menghentikan waktu dalam wilayahnya, dan menciptakan kloningan dirinya sendiri. “Aku bisa mengubah arah pertarungan ini kapan saja,” katanya sambil tersenyum licik. Kloningan Varyn menyerang dari segala arah, membuat Jozen kewalahan.
Dengan cerdik, Jozen memfokuskan energinya. “Jika itu yang kau mau, aku akan menunjukkan kekuatanku!” Dia mengeluarkan serangan besar, menghancurkan kloningan Varyn satu per satu.
“Bagus, Jozen. Tapi ini belum selesai,” Varyn berkata, dan dalam sekejap, dia mempercepat kecepatannya, menghindari setiap serangan Jozen yang datang.
Jozen berusaha keras, merasakan napasnya mulai memburu. “Aku tidak akan menyerah,” ucapnya, berusaha fokus. Dengan satu gerakan cepat, Jozen melompat ke atas dan mengumpulkan energi di tangannya.
“Bersiaplah, Varyn! Ini seranganku yang paling kuat!” Jozen mengeluarkan serangan paduan yang memancarkan cahaya terang, menciptakan ledakan yang mengguncang wilayah absolut tersebut.
Varyn terlihat terkejut sesaat, tetapi segera mengerahkan semua kekuatannya. “Kau tidak akan menang, Jozen!” dia berteriak, dan pedang-pedang di sekelilingnya bersatu, membentuk perisai yang kokoh.
Ledakan itu terjadi, memancarkan cahaya yang menyilaukan. Sementara itu, kekuatan Jozen dan Varyn bertabrakan dengan dahsyat. Perisai Varyn mulai retak, tetapi dia tidak menyerah. “Aku tidak akan membiarkanmu mengalahkanku lagi!” Varyn berusaha sekuat tenaga.
Dalam ketegangan yang menegangkan, Jozen merasakan kekuatan Alpha Sapphire mulai muncul “dari dulu kau memang sangat gila akan kekuatan ya varyn ? ini adalah kekuatan yang berbahaya kau tahu ? ” Jozen mencoba berargumentasi, berusaha mencari jalan keluar dari pertarungan ini.
Varyn hanya tertawa sinis. “Kau dan aku tahu, Jozen. Dalam pertarungan, hanya satu yang bisa menang, jangan pedulikan itu lagi fokus lah dalam pertarungan !”
Jozen menatap tajam. “jika itu mau mu !” Dia merangkul energinya dan memfokuskan diri, mengingatkan dirinya akan semua yang dipertaruhkan.
“Pedang-pedang ini tidak akan menghentikanku!” Jozen berteriak, lalu menyerang dengan gerakan yang lebih cepat. Dia menggunakan keahliannya, membuat satu serangan akhir yang penuh dengan determinasi dan harapan.
Varyn menyadari bahaya yang mendekat, dan dalam sekejap, dia mencoba menghentikan waktu lagi. Namun, Jozen sudah bersiap dengan gerakan terakhirnya. Dengan sekuat tenaga, dia menghancurkan batasan waktu yang Varyn ciptakan dan menyerang langsung ke arah Varyn.
Pertarungan berakhir dalam ledakan cahaya. Ketika debu mulai mengendap, Jozen berdiri dengan napas tersengal-sengal, tetapi Varyn tidak terlihat di mana pun. Wilayah absolutnya hancur berantakan, dan Jozen merasakan kedamaian yang aneh.
“alpha sapphire masih belum terpenuhi itu berarti dia baru baru ini mendapatkanya” gumamnya
Varyn berjalan menjauh dari kota dengan langkah ringan, tubuhnya yang baru kembali ke bentuk dewasa terasa dipenuhi energi. Dia tiba di tepi hutan yang gelap dan sunyi, memandang ke arah langit yang mulai memudar di balik kanopi pohon-pohon tinggi. Tawa sinisnya terdengar, menggema di antara batang-batang pohon.
“Ini baru permulaan, Jozen,” katanya dengan nada penuh kemenangan. Matanya yang biru bersinar tipis dalam gelap, seolah-olah mengandung rahasia yang sangat besar. Varyn tahu bahwa kekuatan Alpha Sapphire ada di tangannya, dan dengan itu, dia yakin akan menguasai dunia. Pertarungannya dengan Jozen hanyalah awal dari rencana yang jauh lebih besar.
Sementara itu, di jalanan kota yang mulai sepi setelah festival, Jozen berjalan pulang dengan langkah berat. Wajahnya tegang, pikirannya dipenuhi penyesalan. “Aku lengah,” gumamnya dengan frustrasi. “Jika aku dengan cepat mengeluarkan wilayah absolutku, aku pasti bisa menyelesaikan ini dengan mudah.”
Rasa kesal dan marah kepada dirinya sendiri semakin dalam saat dia mengingat pertarungannya dengan Varyn. “Sialan!” teriaknya sambil mengepalkan tinjunya. Jozen sangat menyesal tidak menghancurkan kekuatan Alpha Sapphire saat dia memiliki kesempatan. Sekarang, kekuatan itu ada di tangan orang yang salah, dan konsekuensinya bisa sangat mengerikan.
Jozen sampai di rumahnya, sebuah pondok sederhana di pinggir kota, dan duduk di kursi kayu dengan perasaan hampa. Namun, dia tahu dia tidak bisa terjebak dalam penyesalan terlalu lama. Dia harus bertindak cepat untuk menghentikan Varyn sebelum semuanya terlambat.
Di sisi lain, di sebuah markas yang jauh dari kota, Shaka dan anggotanya dari Red Wings bersiap untuk sebuah perjalanan besar. Mereka berencana menghadapi ancaman dari Cadou, musuh lama yang semakin mengancam keseimbangan dunia. Namun, suasana dalam kelompok itu terasa tegang.
Sawyer, salah satu sekutu Shaka dari guild lain, menatap Shaka dengan ekspresi penuh kekhawatiran. “Shaka,” katanya pelan, “kita tidak punya banyak waktu. Cadou bergerak cepat, dan kita harus bergegas. Jika kita menunda lebih lama, kita mungkin akan terlambat.”
Shaka menoleh, menatap Sawyer dengan serius. Dia tahu Sawyer benar, tetapi ada hal yang lebih mendesak di pikirannya. “Aku tidak bisa pergi tanpa anggotaku yang masih di luar sana,” katanya dengan tegas. “Bagaimana mungkin aku meninggalkan mereka? Mereka adalah bagian dari tim ini, dari keluargaku.”
Sawyer tampak ragu, tetapi dia memahami perasaan Shaka. “Lalu apa rencanamu?” tanyanya.
Setelah beberapa detik berpikir, Shaka mengusulkan sebuah ide. “Kita bisa berpisah menjadi dua tim. Tim pertamamu, Sawyer, bersama Elena, Onyx, Brock, dan Yaso, akan berangkat ke Negeri Teratai Biru. Sementara aku, Kael, Arthur, Nei, Ray, dan Panda akan pergi ke Lembah Naga.”
Sawyer merenung sebentar sebelum akhirnya mengangguk. “Itu bisa berhasil,” katanya. “Tetapi kita harus bergerak cepat. Waktu kita sangat terbatas, dan ancaman dari Cadou tidak bisa dianggap enteng.”
Shaka meyakinkan anggota timnya satu per satu, memastikan semua orang siap menghadapi tantangan di depan. Anggota guild Red Wings yang akan pergi ke Lembah Naga menganggukkan kepala dengan penuh keyakinan, sementara tim Sawyer bersiap untuk tugas mereka di Negeri Teratai Biru.
Di tengah suasana serius itu, Shaka mendekati Onyx, sahabatnya dan salah satu anggota terkuat Red Wings. Dia mengeluarkan sebuah botol bir dan menyerahkannya kepada Onyx. “Jaga dirimu, jagoan,” katanya dengan senyum kecil di wajahnya.
Onyx menerima botol itu dengan tawa kecil. “Kau juga,” jawabnya sambil meneguk bir itu dengan penuh semangat. “Dan jangan lupa, kau harus pergi ke Negeri Teratai Biru setelah ini. Itu janji.”
Keduanya saling mengunci pandang, dan tanpa berkata-kata lagi, mereka saling mengulurkan tangan untuk tos, sebuah tradisi kecil mereka sebelum berpisah untuk misi-misi berbahaya.
beberapa jam yang lalu di Malam hari di lembah yang sunyi, angin dingin berhembus melalui bebatuan dan gunung-gunung, membawa aroma sulfur dari asap yang keluar dari tanah. Guild Phantom, dengan tujuan mencari Naga Putih yang legendaris, terus berjalan dalam keheningan. Di barisan paling depan, Rouge tampak lebih waspada dibandingkan yang lain. Matanya bersinar tajam saat dia memfokuskan dirinya pada aura yang dia rasakan di sekitarnya.
Rouge memiliki kemampuan unik untuk merasakan kehadiran makhluk-makhluk naga. Dulu, kemampuannya ini membantu mereka saat melawan Friede, salah satu naga terkuat yang pernah mereka temui. Kali ini, firasatnya mengatakan bahwa mereka mendekati sesuatu yang jauh lebih berbahaya.
Mereka tiba di sebuah tempat yang penuh dengan batuan tajam, gunung-gunung terjal, dan tanah yang retak. Asap-asap beracun mengepul keluar dari celah-celah di tanah, memberikan kesan tempat itu lebih seperti neraka daripada bagian dunia yang nyata. Kelelahan dan ketegangan perlahan mulai menghantui tim. Namun, langkah mereka tidak terhenti, meski setiap suara gemeretak batu membuat mereka semakin waspada.
Tiba-tiba, bulu kuduk Rouge berdiri. Dia berhenti mendadak, berbalik dengan cepat, matanya terbuka lebar, seakan-akan dia mendengar sesuatu yang tidak dapat didengar orang lain. "Ini tidak mungkin, bukan?" gumamnya dengan suara yang nyaris tak terdengar.
Sebelum ada yang bisa bertanya, senyuman tenang muncul di bibir Rouge, seolah sudah mengetahui jawabannya. "Oh, jadi dia ya?" katanya dengan santai.
Thatch, salah satu anggota yang paling tangguh dan pemberani di guild Phantom, bertanya dengan nada penasaran. "Ada apa, Rouge?"
Rouge tidak sempat menjawab. Tiba-tiba, energi yang sangat kuat meledak di sekitar mereka, membuat seluruh anggota Phantom merasakan aura mengerikan yang datang dari dalam gua di depan mereka. Tanah di bawah kaki mereka bergetar, debu-debu beterbangan, dan suara gemuruh besar terdengar seolah-olah sesuatu yang sangat besar dan berbahaya mulai bangkit dari tidur panjangnya.
“Bersiaplah!” teriak Dai, pemimpin guild Phantom, dengan suara penuh kewaspadaan. Matanya terpaku pada gua yang kini tampak mengeluarkan kabut gelap yang menebal.
Dari dalam gua itu, muncul sosok yang begitu besar dan mengerikan: seekor hydra dengan sembilan kepala yang masing-masing memancarkan energi mematikan. Hydra itu melangkah keluar dengan gemuruh yang menggetarkan tanah, kepalanya yang banyak bergerak-gerak, mengamati mangsanya dengan mata merah yang bersinar di malam yang gelap.
Dai tersenyum sinis melihat makhluk raksasa itu. “Dengan jumlah kita yang seperti ini, sepertinya kita cukup kuat untuk melawannya.”
Thatch, yang selalu penuh percaya diri, menambahkan, “Maju semuanya! Mari kita habisi makhluk ini.”
Guild Phantom segera bersiap untuk pertempuran. Thatch menghunus pedangnya, dan anggota-anggota lain mulai memposisikan diri mereka untuk menyerang. Dai mengeluarkan senjata khususnya, siap untuk memimpin serangan. Namun, di belakang mereka, Rouge tidak bergerak. Alih-alih bergabung dengan yang lain, dia tetap berdiri di tempat, memperhatikan hydra dan guildnya dengan tatapan yang berbeda.
Rouge bisa merasakan sesuatu yang lain. Dia tahu bahwa pertempuran ini tidak akan berakhir seperti yang diharapkan. Perlahan-lahan, tubuhnya bergetar, dan tatapan matanya berubah tajam. Dia sudah tahu apa yang akan dilakukan oleh guild Phantom ke depannya, dan keputusan itu bukanlah sesuatu yang bisa dia terima begitu saja.
Dengan satu gerakan cepat, tubuh Rouge berubah. Suara gemuruh terdengar ketika wujud manusianya mulai memanjang, membesar, dan bertransformasi menjadi seekor naga raksasa yang berkilauan. Sayap-sayap besarnya terbentang, menyapu angin kuat yang membuat debu dan asap di sekitarnya beterbangan. Cakar-cakar tajam muncul, dan kilatan di mata naga itu mengisyaratkan bahwa dia tidak lagi berada di pihak guild Phantom.
Melihat perubahan mendadak itu, Dai tersenyum sinis. “Jadi ada sepuluh naga di sini, ya?” katanya sambil mempersiapkan diri.
Thatch, yang juga sudah menduga apa yang akan terjadi, menatap Rouge dengan penuh antisipasi. “Aku tahu kau akan melakukan ini,” katanya sambil mencengkeram erat pedangnya.
Sementara anggota guild Phantom lainnya sibuk melawan hydra yang ganas, Dai dan Thatch dengan cepat memposisikan diri untuk menghadapi Rouge. Mereka tahu betul bahwa pertempuran melawan seekor naga, terutama seorang teman yang berubah menjadi musuh, tidak akan mudah. Tetapi mereka tidak punya pilihan lain. Pengkhianatan Rouge harus segera dihentikan sebelum dia bisa menghancurkan mereka semua.
Rouge menyerang lebih dulu, mengeluarkan napas api biru yang membakar tanah di sekitarnya. Dai dengan cepat menghindar, sementara Thatch melompat ke arah sayap Rouge, mencoba menebas salah satu cakar besarnya. Serangan itu mengenai, tetapi tidak cukup kuat untuk melukai Rouge secara signifikan.
“Tak masalah,” kata Dai dengan dingin, “kita akan membuat ini cepat.”
Dia memanggil kekuatannya, mengeluarkan bola energi besar yang dilemparkannya langsung ke arah kepala Rouge. Naga itu menggeram keras, melepaskan napas api untuk menahan serangan tersebut. Pertarungan antara Dai dan Rouge berlangsung sengit, dengan serangan demi serangan menghantam tanah, menciptakan ledakan yang memecah keheningan malam.
Di sisi lain, Thatch terus berusaha mencari celah di pertahanan Rouge. Setiap gerakan naganya begitu cepat, dan meskipun dia berhasil melukai sayapnya, Rouge tetap bertahan dengan kekuatan luar biasa.
Hydra di kejauhan mengamuk, tetapi anggota-anggota Phantom lainnya berhasil menahannya, meskipun dengan kesulitan. Beberapa serangan mereka mengenai kepala hydra, membuat salah satu kepala putus, tetapi yang lain dengan cepat tumbuh kembali, membuat hydra semakin ganas.
Dai, dengan kecepatannya yang luar biasa, berhasil melompat ke punggung Rouge, mencoba menikam naga itu dengan pedang energi miliknya. Namun, Rouge berbalik dengan cepat, mencambuk Dai dengan ekornya, membuat pemimpin Phantom itu terhempas jauh ke bebatuan.
“Tidak mudah melawanku,” kata Rouge dengan suara yang dalam dan menakutkan.
Thatch berteriak, “Kita tidak punya banyak waktu! Hydra akan menghancurkan kita jika kita tidak segera menyelesaikan ini.”
Dai, dengan darah yang mengalir dari sudut mulutnya, berdiri kembali dan menghunus pedangnya lebih kuat. “Ini belum selesai,” katanya, siap untuk memberikan serangan terakhir.
Rouge tersenyum sinis, mengetahui bahwa pertempuran ini akan menentukan masa depan mereka semua. Naga di langit, hydra di tanah, dan guild Phantom di antara mereka—malam itu, nasib dunia tergantung padasiapa yang akan memenangkan pertempuran sengit ini.
-BERSAMBUNG-