Menceritakan tentang Anis yang pindah rumah, Karena di tinggal kecelakaan oranf tuanya.Rumah tersebut milik tante Parmi yang ada di kampung. Banyak kejadian yang di alami Anis di rumah tersebut
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KERTAS PENA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dibalik pintu terlarang
Keesokan paginya, Anis terbangun dengan perasaan campur aduk. Pintu misterius di ujung lorong itu kini terus terngiang-ngiang di pikirannya, seolah-olah sesuatu di sana menunggu untuk ditemukan. Namun, ingatan akan tatapan kosong Fina dan cerita Pak Handoko membuatnya ragu untuk mengambil langkah pertama. Apakah ia benar-benar siap menghadapi apa yang tersembunyi di balik pintu itu?
Saat duduk di meja makan, Anis memperhatikan Tante Parmi yang sedang menyiapkan sarapan. Tiba-tiba, ia merasa perlu untuk bertanya, meskipun dengan hati-hati.
“Tante Parmi, apakah ada sesuatu yang… penting di balik pintu di ujung lorong atas?” tanyanya pelan, berharap tidak menimbulkan kecurigaan.
Tante Parmi berhenti sejenak, dan Anis melihat perubahan di wajahnya. Ekspresi tenang tante berubah menjadi tegang. Dengan sedikit tersenyum kaku, Tante Parmi menjawab, “Itu ruang penyimpanan lama. Tidak ada apa-apa di sana, hanya barang-barang tua yang tidak pernah dipakai lagi.”
Namun, nada suaranya membuat Anis ragu. Ada sesuatu yang tidak beres dalam cara Tante Parmi berbicara. Seolah-olah ia menyembunyikan sesuatu yang tidak ingin diketahui siapa pun.
Hari itu, Anis memutuskan untuk tidak terlalu memikirkannya, meskipun dorongan untuk mencari tahu semakin kuat. Namun, saat malam tiba dan rumah itu kembali sunyi, rasa penasarannya menjadi semakin besar. Ia merasa seperti ada kekuatan tak terlihat yang memanggilnya ke sana, ke pintu di ujung lorong yang tersembunyi dalam kegelapan.
Ketika waktu menunjukkan tengah malam, Anis mengumpulkan keberanian dan perlahan keluar dari kamarnya. Dengan langkah hati-hati, ia menuju lorong atas. Jantungnya berdebar kencang saat mendekati pintu terlarang itu. Saat berdiri di depannya, Anis merasakan hawa dingin yang menusuk tulang, seolah-olah udara di sekitar pintu itu berbeda dari tempat lain di rumah tersebut.
Tangannya gemetar saat meraih gagang pintu. Ia mencoba memutar gagangnya, tapi pintu itu terkunci. Rasa kecewa dan lega sekaligus menyergapnya. Namun, saat ia hampir menyerah, ia melihat sesuatu tergantung di dekat pintu: sebuah kunci tua dengan besi yang sudah berkarat. Tanpa berpikir panjang, ia mengambil kunci itu dan memasukkannya ke lubang kunci.
Dengan sedikit usaha, kunci itu berputar, dan pintu terbuka dengan derit panjang yang memecah kesunyian. Anis menahan napas saat mendorong pintu perlahan, mengungkapkan ruang yang gelap dan dipenuhi debu. Senter kecil yang ia bawa menerangi ruangan dengan sinar redup, memperlihatkan tumpukan barang-barang tua, kain yang menutupi perabot, dan cermin besar yang berdiri di salah satu sudut.
Namun, yang menarik perhatiannya adalah sebuah lukisan yang tergantung di dinding. Lukisan itu menggambarkan seorang gadis dengan rambut hitam panjang, mengenakan gaun putih. Wajah gadis itu tampak akrab—itu adalah Fina. Anis merasakan bulu kuduknya meremang. Lukisan itu begitu mirip dengan sosok Fina yang ia temui di rumah ini.
Sementara ia terpaku menatap lukisan itu, ia mendengar bisikan halus di baliknya. Suara yang sama dengan yang ia dengar malam sebelumnya. Anis menoleh, dan di belakangnya, bayangan Fina muncul, kali ini lebih dekat dan lebih jelas. Wajahnya pucat, tapi tatapannya tajam, penuh rasa duka dan keinginan untuk menyampaikan sesuatu.
“Kamu… menemukan sesuatu?” bisik Fina, suaranya seolah bergema di ruangan itu.
Anis mengangguk pelan, berusaha menenangkan diri. “Apa yang terjadi padamu, Fina? Kenapa kamu… tidak bisa pergi dari sini?”
Fina menatap lukisan dirinya dengan sorot mata yang penuh kesedihan. “Aku terjebak di sini, Anis. Ada yang mengunci jiwaku di rumah ini, sesuatu yang belum selesai. Aku… tidak bisa pergi sebelum menemukan kedamaian.”
Anis merasa hatinya terenyuh, namun ia tahu bahwa ada sesuatu yang lebih kelam dari sekadar rasa duka di mata Fina. Seolah-olah gadis itu membawa beban besar yang tidak bisa ia ungkapkan. “Bagaimana aku bisa membantumu?”
Fina menatapnya dengan tatapan penuh harap. “Ada sesuatu yang hilang, sesuatu yang harus kau temukan. Kunci bagi jiwaku ada di ruang bawah tanah. Di sana, kau akan menemukan jawabannya, namun… tempat itu berbahaya. Hati-hatilah, karena ada kekuatan yang tidak ingin aku bebas.”
Anis merasakan hatinya berdebar. Ruang bawah tanah yang pernah Fina coba ajaknya datangi ternyata bukanlah sekadar ruang biasa. Ada sesuatu yang tersembunyi di sana, sesuatu yang mungkin bisa mengungkap misteri tentang Fina.
Saat Anis hendak bertanya lebih lanjut, bayangan Fina memudar, perlahan-lahan menghilang seperti kabut yang tersapu angin. Ia sendirian lagi di ruangan itu, dengan lukisan Fina yang menggantung dingin di dinding.
Keesokan paginya, Anis mencoba mencari keberanian untuk bertanya pada Pak Handoko. Ketika ia menemukan pria tua itu di kebun, ia langsung menyampaikan rasa penasarannya. “Pak Handoko, apa Anda tahu tentang ruang bawah tanah di rumah ini?”
Pak Handoko terdiam sesaat, seolah tidak ingin menjawab. Namun, ia tampaknya menyadari bahwa Anis tidak akan berhenti sampai mendapat jawaban. “Nona Anis, ruang bawah tanah itu… sudah lama tidak dikunjungi siapa pun. Banyak yang bilang ada kekuatan aneh di sana, sesuatu yang membuat orang merasa tidak nyaman.”
Anis menatapnya dengan serius. “Tapi apa yang sebenarnya terjadi di sana? Apa ada hubungannya dengan Fina?”
Pak Handoko mengangguk perlahan, matanya tampak dipenuhi ketakutan. “Fina adalah anak bungsu keluarga ini. Dia… menghilang secara misterius, dan sejak saat itu, rumah ini menjadi tidak tenang. Banyak orang percaya bahwa arwahnya masih terjebak di sini, tidak bisa pergi. Mungkin ada sesuatu di ruang bawah tanah yang menyimpan rahasia kematiannya.”
Anis menggigit bibirnya. Ia tahu ini berbahaya, tapi sesuatu di dalam dirinya seakan memaksa untuk terus maju. Mungkin ini satu-satunya cara untuk menolong Fina dan membuat rumah itu kembali tenang. Meskipun takut, ia merasa harus menyelesaikan misteri ini.
Malam berikutnya, dengan berbekal senter dan tekad yang bulat, Anis turun ke lantai dasar dan menemukan pintu menuju ruang bawah tanah. Pintu itu terkunci rapat, namun kali ini, ia menemukan sebuah kunci lain yang tergantung di dinding sebelah pintu, mirip dengan kunci yang ia temukan di lantai atas.
Dengan napas tertahan, ia membuka pintu dan melangkah menuruni tangga yang gelap. Udara di ruang bawah tanah begitu dingin dan lembap, dipenuhi aroma tanah basah dan kayu lapuk. Senter di tangannya menerangi dinding yang dipenuhi coretan dan tanda aneh.
Di sudut ruangan, Anis menemukan sebuah kotak kayu tua yang terlihat usang, dengan ukiran nama Fina di atasnya. Jantungnya berdetak kencang. Ini mungkin yang dimaksud Fina, sesuatu yang mungkin bisa membebaskannya. Namun saat ia hendak membuka kotak itu, suara langkah kaki terdengar di belakangnya. Anis terdiam, merasakan kehadiran seseorang atau sesuatu yang tak terlihat.