Raisa terpaksa menikah dengan Adam, bodyguard dari Papanya sendiri, karena insiden di satu malam yang telah di rencanakan pesaing partai Papanya.
Posisi Papanya yang menjadi orang momor satu dari sebuah partai politik membuat Raisa terpaksa menerima pernikahan yang sama sekali tidak pernah ia inginkan itu demi menyelamatkan Papanya juga nama baiknya sendiri karena foto-foto vulgarnya itu telah di sebar luaskan oleh orang tak di kenal.
Namun bagaimana Raisa yang keras kepala dan sombong itu menerima Adam sebagai suaminya sedangkan Raisa sendiri selalu menganggap Adam hanyalah penjilat dan pria yang mengincar harta Papanya saja.
Rasa bencinya pada Adam itu tanpa sadar telah menyakiti hati pria yang menurutnya kaku dan menyebalkan itu.
Bagaimana juga Raisa berperang melawan hatinya yang mulai tertarik dengan sosok Adam setelah berbagai kebencian ia taburkan untuk pria itu??
mari ikuti perjalanan cinta Raisa dan Adam ya readersss...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi.santi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kecurigaan Raisa
"Makasih ya.. Rio"
Raisa sempat bingung memanggil Rio dengan sebutan apa. Pasalnya hatinya sedikit canggung memanggil Rio dengan panggilan sayang seperti biasanya.
Rio hanya menyambutnya dengan senyum kecut. Mungkin dia menyadari sikap Raisa yang mulai berubah kepadanya. Padahal baru beberapa hari pernikahan Raisa dengan Adam, namun Rio seperti sudah tak mengenal kekasihnya yang dulu lagi.
"Kamu hati-hati ya, aku masuk dulu" Raisa melambaikan tangannya pada Rio sampai mobil itu memulai menjauhi Raisa.
Wanita bersuami itu memasuki rumahnya yang terhalang pagar oleh yang tinggi. Rumah mewah yang menjadi tempat bernaungnya sejak lahir. Makanya Raisa tidak akan pernah membiarkan siapapun menguasai rumah itu termasuk Adam suaminya sendiri.
Raisa mempunyai impian untuk menjadikan rumah itu sebagai istananya seumur hidup. Walau dia sudah menikah, dia tidak akan pernah meninggalkan rumah itu, karena itulah satu-satunya tempat penuh kenangan bersama Mamanya.
Seperti sekarang ini yang statusnya memang sudah berubah menjadi seorang istri. Namun akhir-akhir ini rasanya Raisa tidak betah berada di rumah karena adanya Adam di dalam kamarnya bahkan di dalam hidupnya.
Raisa menoleh ke samping, memperhatikan sesuatu yang membuat kecurigaannya semakin kuat.
Perasaan Raisa, tadi saat ia pergi tidak melibat mobil Adam terparkir di depan garasi. Namun kali ini mobil itu ada di sana dengan posisi parkir yang sembarangan.
"Apa tadi yang gue lihat benaran dia??"
"Jangan-jangan dia ngikutin gue. Tapi kan lagi sakit"
Raisa bergegas masuk untuk memastikan dugaannya itu. Jika benar Adam mengikutinya, pasti pria itu melihatnya bertemu dengan Rio.
"Bi Asih!!" Panggil Raisa sedikit berbisik.
"Kenapa Non??"
Raisa menoleh ke kanan dan kiri memastikan jika tidak ada Adam di sekitarnya.
"Apa tadi dia keluar??" Raisa masih berbisik di dekat Bi Asih.
"Dia?? Dia siapa Non??" Wanita tua itu benar-benar tidak tau apa yang di maksud Raisa.
"Ck, itu loh si Adam" Bibir Raisa rasanya gatal menyebut nama Adam.
"Oalah Mas Adam. Non ini sama suaminya kok panggil nama aja. Nggak sopan to Non"
"Nggak usah bahas itu dulu dong Bi" Kesal Raisa.
"Iya-iya Non maaf. Tadi sih Mas Adam memang keluar katanya mau beli obat gitu"
"Obat?? Bukannya obatnya udah di tebus sama Bibi ya??"
Bi Asih tampak berpikir sambil menggaruk kepalanya.
"Ya nggak tau Non, tadi bilangnya gitu"
Keterangan dari Bi Asih semakin menguatkan dugaan Raisa jika Adam memang sengaja keluar untuk mengikutinya.
"Ya udah Bi, aku ke atas dulu" Raisa melangkah degan hatinya yang masih bertanya-tanya.
"Kalau dia lihat gue sama Rio, kenapa dia nggak samperin gue. Terus kenapa juga nggak ajak gue pulang??" Raisa masih bertanya-tanya sambil berjalan ke kamarnya.
"Astaghfirullah" Raisa memegang dadanya yang berdegup kencang karena mendapati Adam sudah duduk di sofa kamarnya.
"Emang s*tan nih laki"
"Dari mana saja kamu??"
Raisa yang masih berusaha menormalkan degup jantungnya kembali di buat senam jantung karena pertanyaan Adam. Terlebih lagi pria itu seperti enggan menatapnya, dia hanya menatap laptop yang ada di depannya.
"Makan di luar"
"Kenapa nggak masuk kerja??"
"Ngapain, lo aja ada di rumah" Raisa meletakkan tasnya di meja riasnya. Duduk di sana menghadap ke cermin.
Dari pantulan cermin itu Raisa mengamati Adam yang tak bicara lagi. Pria itu terlihat tenang dengan pekerjaannya. Wajah pucat dan kesakitan yang tadi pagi Raisa lihat juga sudah tidak ada meski wajah dan tangannya masih sedikit memerah.
Ada rasa lega di hatinya kala melihat Adam sudah memasang wajah menyebalkan itu lagi. Bukan wajah yang meringis kesakitan tadi pagi. Dengan begitu, Raisa tak lagi merasa bersalah pada Adam.
"Gue mau tanya sama lo" Raisa memutar tubuhnya menghadap pada Adam.
"Apa??"
Raisa berdecak kesal karena Adam sama sekali tak mengalihkan perhatiannya dari laptop kesayangannya itu.
"Apa sih yang sebenarnya dia lihat?? Apa pekerjaannya itu lebih menarik daripada gue??"
"Tadi lo keluar??" Raisa memberanikan diri, dia hanya ingin memastikan saja.
"Iya" Jawab Adam dengan dingin.
"Kemana??"
"Bukan urusan mu!!"
Deg...
Raisa seakan tak terima dengan jawaban sinis dari Adam itu. Bukannya sejak pernikahan mereka Adam terlihat lebih halus saat berbicara dengannya.
"Lo nggak ngikutin gue kan??"
Adam mengangkat kepalanya. Menatap Raisa dengan tajam.
"Nggak ada gunanya ku ngikutin kamu. Kamu mau pergi kemana aja sama siapa aja terserah, aku tidak peduli. Asal kalau ada apa-apa selesaikan masalah kamu sendiri"
Brak...
Adam menutup laptopnya dengan kasar membuat Raisa sedikit tersentak.
"Maksud lo apa??" Raisa tak paham dengan ucapan Adam. Pria itu seakan mengancam Raisa tentang sesuatu yang akan terjadi setelah ini.
"Pikir aja sendiri" Jawab Adam lalu beranjak membawa laptopnya itu keluar dari kamar Raisa.
"Kenapa dia yang marah?? Moodnya bisa naik turun gitu ya??"
"Tapi apa maksud dia sebenarnya??"