Hidupku hancur, setelah pernikahan keduaku diketahui oleh istriku, aku sengaja melakukan hal itu, karena aku masih mencintainya. Harta yang selama ini kukumpulkan selama 10 tahun. Lanhsunh diambil oleh istriku tanpa tersisa satu pun. Lebih parahnya lagi, aku dilarang menafkahi istri siri dan juga anak tiriku menggunakan harta bersama. Akibatnya, aku kembali hidup miskin setelah mendapatkan karma bertubi-tubi. Kini aku selalu hidup dengan semua kehancuran karena ulahku sendiri, andai waktu bisa ku ulang. Aku tidak pernah melakukan kesalahan yang fatal untuk pernikahanku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Minami Itsuki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 3 TERKUAKNYA PERSELINGKUHAN
Malam harinya, aku mencoba untuk tidur tenang. Semenjak perdebatan pagi tadi, sikap istriku berubah dingin. Biasanya setiap sore ia selalu menyiapkan cemilan untuk menemani sore hari.
"Mana camilanku?"
"Aku lagi malas membuat camilan, kalau mau camilan. Bikin sendiri!" Siska langsung pergi begitu saja. Pada akhirnya aku membuat makanan sendiri.
Kulihat Siska sudah tidur pulas, terdengar suara dengkuran kecil. Saat aku tengah melamun menatap platfom kamar. Aku merasakan ada getaran di saku celanaku. Ternyata ponselku, saat kuambil benda segi empat itu. Mataku langsung menoleh ke arah Siska, takut tiba-tiba dia bangun. Aku baru sadar ponsel yang ada di tanganku berbeda.
Perlahan aku bangkit dan turun dari ranjang, jangan sampai Siska terbangun. Aku harus hati-hati menuju dapur, apalagi ponsel ini terus berdering.
Saat sudah sampai dapur, aku langsung angkat panggilan teleponnya. Ternyata dari pujaan hatiku.
“Halo, kamu jangan telepon dulu ya. Aku lagi ada di rumah, aku takut ketahuan sama istriku,” ujarku bisik-bisik lewat telepon. Kenapa pula dia menghubungiku malam-malam begini.
“ .... “
“Kamu tenang saja minggu ini kita akan jalan-jalan ke luar Kota. Apa pun yang kamu minta akan aku berikan, asalkan kamu bisa memuaskan aku di atas ranjang.”
“ .... “
“Besok aku akan menginap lagi di rumah kamu seperti biasa, tapi untuk saat ini jangan menghubungi aku dulu ya.” Selesai berbicara lewat telepon, aku langsung mematikan ponselnya. Kuhembuskan napasku perlahan, agar jantungku kembali tenang. Aku harap Siska tidak mengikutiku. Lebih baik aku kembali ke kamar agar Siska tidak curiga. Bisa gawat nanti.
Saat Danu sudah pergi dari dapur, diam-diam Siska berdiri dibalik tembok, menyaksikan suaminya telah melakukan suatu kesalahan yang fatal. Ia tidak mengira jika suaminya bermain api di belakang. Walau pun Siska berusaha berpikir positif tentang suaminya. Tapi fakta yang ia lihat saat ini, sulit sekali menepis sisi positifnya. Siska meremas jarinya kuat-kuat.
Karena tak mau membuat hatinya semakin sakit atas sikap suaminya, Siska akan melakukan sesuatu untuk menguapkan perselingkuhannya dengan perempuan lain, ia juga harus berhati-hati agar rencananya tidak terbongkar.
Saat sudah sampai di pintu kamar, kubuka pintu secara perlahan agar Siska tidak bangun. Saat pintunya sudah terbuka, betapa terkejutnya diriku.
"Loh, di mana Siska? Kenapa tidak ada di kasur?" batinku. Pikiran langsung berkecamuk apakah Siska tahu kalau diam-diam aku ke dapur untuk menghubungi kekasih gelapku. ini tidak bisa dibiarkan, aku harus mencari Siska.
Saat tubuh ini berbalik untuk mencari Siska tiba-tiba aku berteriak kencang.
“Aagh ...!” Tubuhku langsung terjatuh ke lantai saking kagetnya dengan kehadiran Siska yang sudah di depan mataku. Melihat diriku tersungkur di lantai. Ia hanya menatap biasa saja.
“Ka ... Kamu, habis dari mana?” tanyaku gugup.
“Dari dapur.”
“Da ... Dapur kamu bilang?”
“Iya, kenapa? Kaget ya aku habis dari dapur?” Perlahan aku bangkit, aku menatap istriku. Jantungku terus saja berdetak tak karuan. Saat ini aku benar-benar takut. Apalagi tatapan dia begitu datar. Buktinya saat aku jatuh, ia terlihat biasa saja. Tak ada niatan untuk menolong suaminya. Padahal bokongku terasa sakit. "Kenapa tatapan matamu seperti melihat hantu saja."
“A ... Itu.” Tiba-tiba saja suaraku seperti tertahan sesuatu, mulutku begitu kelu, aku ingin sekali menanyakan apakah ia mendengar sesuatu saat aku di dapur, namun perkataan itu seperti tidak bisa keluar.
“Minggir, kamu menghalangi jalanku, Mas.”
“Ma ... Maaf." Aku hanya bisa memperhatikan dirinya yang sudah naik ranjang, kepalaku dipenuhi rasa curiga tentang Siska yang baru saja dari dapur. "Sa .. Sayang, apa kamu mendengar sesuatu saat berada di dapur tadi?” tanyaku memastikan, semoga saja ia tidak mendengarkannya.
“Dengar apa, Mas?”
“Benaran kamu enggak dengar apa-apa?”
“Memangnya kenapa, Mas? Apa ada sesuatu yang kamu sembunyikan di dapur?”
“A ... Aku nggak menyembunyikan apa-apa kok."
“Hoh, ya sudah.” Siska membaringkan tubuhnya serta menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut aku hanya bisa terdiam, untuk saat ini aku merasa lega karena dia tidak tahu apa-apa ketika aku di dapur, aku belum siap jika dia tahu bahwa aku telah melakukan sebuah kesalahan besar.
Setelah perasaanku mulai tenang, aku ikut naik ke atas ranjang, walaupun jantungku masih berdetak kencang aku mencoba mengusap dadaku. Semoga saja malam ini aku bisa tidur pulas.
...****************...
"Hah! Jam berapa ini? Gawat aku kesingan." Aku langsung loncat dari kasur menuju kamar mandi, aku tidak mau telat, karena hari ini aku sudah ada janji dengan kekasihku. Kalau sampai telat bisa-bisa dia tidak mau melayaniku.
"Sayang, kenapa aku enggak dibangunkan?" tanyaku, tapi Siska hanya menoleh sekilas dan kembali melanjutkan kegiatannya. "Kamu kenapa? Kok sikap kamu kaya gitu sama aku?"
" .... "
"Sayang?" Lagi-lagi dia mengabaikanku, sebenarnya dia kenapa sih. Kok sikapnya aneh sekali hari ini. Saat sarapan berlangsung, suasana seperti sangat canggung. Biasanya kita berdua selalu bercerita tentang hal yang baru. Tapi tidak kali ini. Suasana begitu hening. Aku mencoba untuk membuka obrolan, tapi dia hanya menjawab sekedarnya. Begitu juga dengan anakku. Ketika ditanya, dia hanya jawab seperti ibunya.
Selesai sarapan aku langsung bersiap-siap berangkat ke resto.
"Aku berangkat kerja dulu ya, Mah." Aku mengulurkan tanganku, tapi ia hanya melihat saja.
"Ya, sudah berangkat saja. Memangnya kamu nunggu apalagi, Mas?"
"Kamu nggak mau Salim sama aku?"
"Maaf, Mas. Aku lagi buru-buru untuk mengantar Angga ke sekolah, takut dia terlambat." Ia pergi begitu saja, sedangkan tanganku masih mengatung di udara, tiba-tiba hatiku seperti mempunyai firasat yang tidak enak, seperti ada sesuatu yang mengganjal.
Selama dalam perjalanan menuju restoran, aku terus saja memikirkan sikap istriku yang mulai berbeda, dari cara bicaranya, dari cara gestur tubuhnya bahkan ia seperti enggan disentuh olehku. Sebenarnya dia kenapa ya? Kok jadi aneh begini.
Setengah jam kemudian, aku sampai ke resto. Seperti biasa aku selalu menyuruh karyawanku untuk menghandle semua pekerjaan. Sedangkan diriku hanya setor muka, lalu pergi ke tempat kekasihku tercinta.
Sudah beberapa hari ini, Siska tidak pernah menghubungiku melalui pesan. Biasanya dia selalu menanyakan kabar, dan menyuruhku untuk pulang lebih cepat. Sebenarnya aku paling tidak suka jika dia menanyakan kabar setiap hari atau memberitahukan hal yang tidak penting selama aku tidak di rumah. Tapi kali ini, aku justru mengharapkan dia mengirimku pesan, walau pun hanya sekendar menanyakan kabar.
"Aku pulang ke rumah dulu, ya?" ujarku pada istri keduaku bernama Rahma. Ya dia adalah istri keduaku. Diam-diam aku menikah siri tanpa sepengetahuan Siska atau keluarga besar lainnya. Aku kembali jatuh cinta padanya saat pertama kali bertemu di sebuah Mall.
"Kok cepat banget sih pulangnya? Ini belum ada seminggu loh kamu di sini, biasanya akhir pekan kamu baru pulang ke rumah istri tuamu."
"Untuk kali ini berbeda, aku harus buru-buru pulang karena ada pekerjaan yang harus aku handle. Aku tidak bisa menyuruh karyawanku, karena ini pekerjaanku." Aku terpaksa bohong padanya. Padahal aku hanya ingin pulang ke rumah untuk melihat keadaan Siska dan juga Angga.
"Padahal aku masih mau dekat sama kamu, Mas." Raut wajahnya terlihat kecewa, aku jadi sedih meninggalkan dia di sini.
"Aku janji akan datang ke sini lagi seperti biasanya."
"Janji ya, tapi sebelum kamu pulang. Transfer aku uang lagi ya. Uangku sudah habis buat beli skincare sama tas baru. Baru-baru ini aku juga ikut arisan supaya aku punya tabungan untuk masa depan kita."
"Iya, sayang. Nanti aku transfer uang ke kamu."
"Terima kasih, Mas. Aku beruntung bisa kembali lagi sama kamu." Kupeluk tubuh Rahma dengan erat. Inilah yang kusuka darinya.
Dobel up, Thoor /Pray//Pray/