Bercerita tentang seorang pemuda yang ditinggal menikah oleh wanita pujaannya dengan sahabatnya sendiri. Lebih tepatnya wanita yang disukainya itu pasangan sahabatnya sendiri. Ia menyukai wanita itu karena ada hal istimewa yang ada di dalam wanita itu.
Berbagai cara, dia lakukan untuk melupakan wanita itu. Namun hasilnya nihil, dia sudah berusaha untuk melupakannya. Dan itu sulit baginya. Wanita itu terlalu membekas di hatinya.
Hingga akhirnya ia bertemu wanita lain yang membuatnya jatuh cinta. Wanita sederhana dan senyum manisnya, yang membuatnya jatuh cinta. Berbagai cara dia lakukan untuk menyatukan cintanya pada wanita itu. Namun lagi-lagi ada halangan besar yang menghalangi perbedaan mereka.
Lalu apa yang akan dilakukan pemuda itu? Apakah pemuda itu tetap melanjutkan pilihan hatinya?
Atau dia akan menyerah dan merelakan wanita itu bersama dengan yang lain?
Ingin tahu lebih lanjut ceritanya, jangan lupa untuk membaca kisah selengkapnya....
Happy reading....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jyoti_Pratibha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30
“Kenapa muka lu? Kayak abis ditolak cinta aja”tanya Atlas yng melihat wajah temannya kusut.
“Emang iya, tapi bukan ditolak lebih tepatnya digantung”jawab Derandra dengan nada melas.
Atlas yang mendengar hal itu, tentu saja tertawa keras. Temannya yang satu ini seperti tidak pernah mengalami percintaan bagus. Baru kali ini dirinya melihat temannya yang gila berputus asa seperti itu.
“Astaga Andra kau membuat perutku sakit”ujar Atlas sambil memegangi perutnya yang kram akibat terlalu lama tertawa.
Derandra yang melihat hal itu hanya bisa merengutkan wajahnya.
Inilah akibatnya jika bercerita pada Atlas dengan apa yang terjadi. Pria itu akan menertawakannya dan mengejeknya hingga di depan orangtuanya langsung.
Tak ada rasa kasihan atau simpati dari temannya itu. Yang ada hanya tertawaan dengan terus menggema di rumah ini.
“Ada apa?”tanya Rejandra yng datang dengan membawa makanan untuk cemilan mereka.
“Sepupumu sedang galau, kata dia karena cintanya digantung”ujar Atlas sambil memakan camilan yang dibawa Rejandra.
“Benarkah?! Sejak kapan kamu dekat dengan seseorang Andra?”
“Akhir-akhir ini, aku bertemu dengannya ketika sedang memeriksa progres pembangunan.”
“Sepertinya wanita yang kakak sukai cukup istimewa”sahut Cipta adik Atlas.
“Kapan adikmu sampai?”tanya Derandra pada Atlas yang ada didepannya.
“Kemarin”jawabnya.
Derandra menganggukkan kepalanya. Cipta adik Atlas yang sedang kuliah di luar kota. Tak ada istimewa dari adik Atlas itu, namun untuk akhlak Cipta harus diacungi jempol.
Sifat Atlas dan Cipta sangat berbeda, istilahnya bagaikan langit dan bumi. Karena sifat keduanya memang sejauh itu.
Cipta yang terkesan kalem dan lembut, dibandingkan Atlas yang urakan dan tidak dapat mengontrol mulutnya jika sedang kesal terhadap suatu hal. Apalagi dirinya tidak pernah mendengar mereka berdua bertengkar layaknya adik kakak.
Dikarenakan sifat Cipta yang menuruni ibunya dan Atlas menuruni kakeknya. Sangat berbeda.
“Wanita itu memang istimewa, tak ada yang seperti dia dengan wanita-wanita yang kutemui dulu.”
Wanita sederhana yang mampu membuat hatinya terpikat. Patah hati yang sembuh dengan kehadiran wanita itu, lalu tergeser dan mengisi kekosongan hatinya yang mati karena patah hati.
Awalnya dia juga tak menyangka akan melabuhkan hatinya lagi, Tamara sangat berarti untuk mengisi hatinya yang kotor. Namun ketika bertemu Veronica , Derandra merasakan hal yang sama ketika dia jatuh hati pada Tamara.
Tentu bedanya Veronica seperti membawa kebahagiaan dan makna kehidupan yang tak pernah ditemuinya dengan wanita lain. Termasuk Tamara.
Veronica sangat berbeda dengan wanita lain. Dan juga istimewa.
Membayangkan wanita itu, Derandra tersenyum sendiri. Dirinya benar-benar jatuh cinta pada wanita sederhana itu.
“Seorang teman jika sedang jatuh cinta memang akan lupa segalanya, tapi dia seakan lupa bahwa pernyataan cintanya sedang digantung oleh wanita itu.”
Ucapan Atlas kembali menyadarkan Derandra pada kenyataan. Terkesan menyebalkan, namun ucapannya benar.
Dirinya memang sedang digantung dengan pernyataan cintanya pada wanita itu.
Derandra menghela napasnya ketika mengingat pernyataan itu. Setelah dirinya mengungkapkan perasaannya pada wanita itu.
Veronica langsung mengajaknya pulang, selama perjalanan mereka juga tidak berbicara sama sekali. Bahkan sampai sekarang Derandra belum mendapat jawaban atas pernyataan perasaannya.
Menghubungi Veronica juga tidak mendapat balasan. Wanita itu seakan menjauhkan diri darinya.
”Wanita yang membuatku bisa sembuh dari patah hati, dan juga wanita yang mampu membuatku nyaman dengan hidup apa adanya.”
“Pantas saja wanita itu menggantungkan pernyataan kakak.”
Derandra menaikkan alisnya sebelah ketika mendengar ucapan Cipta. “Maksudnya?”
Cipta mendekati teman kakaknya itu, dan duduk di sampingnya. “Ibaratnya gini Kak, wanita itu tidak ingin jika dianggap pengganti saja. Artinya wanita itu tidak mau menerima pernyataan perasaan kakak karena patah hati yang dialami kakak.
Wanita itu mungkin berpikir jika dia menerima perasaan kakak, itu berarti kakak hanya menganggap wanita itu sebagai pelampiasan kekosongan hati kakak karena patah hati ata tidak pengganti isi hati sebelumnya.
Dan itu lah yang membuat wanita pujaan kakak lebih memilih menggantungkan perasaan kakak. Mungkin dia sedang mengetes kakak, apakah cinta kakak itu beneran atau hanya pelampiasan sebagai pengganti wanita sebelumnya”jelas Cipta.
“Apa yang diucapkan Cipta benar Ndra, seorang wanita tidak ingin jika hanya untuk sebagai pengganti kekosongan sebelumnya. Wanita hanya ingin menjadi satu-satunya dan tidak ingin hanya dijadikan pengganti saja. Takutnya jika kalian memulai hubungan kamu akan kembali memikirkan wanita sebelumnya dan ingin kembali dengannya”sahut Rejandra.
“Adikku memang pintar”puji Atlas yang ikut duduk di samping Cipta sambil merangkul pundaknya.
Derandra mendelik, melihat Atlas yang begitu pamer karena kepintaran adiknya. Hal yng selalu dilakukan pria itu terhadap adiknya yang menasihati temannya.
Namun Derandra ingat satu hal, bahwa ucapan Cipta memang benar adanya. Dia belum sepenuhnya jatuh hati pada wanita itu.
Keberadaan wanita itu mampu mengisi kekosongan hatinya, dan membuatnya ingin terus bersama dengan wanita itu. Dan ingin selalu berdekatan dengannya.
“Pantas saja dia menggantungkan perasaanku”gumamnya. Seharusnya Derandra harus sadar diri dari awal, karena dia terlanjur nyaman berdekatan dengannya.
Membuat dirinya lupa arti kenyamanan itu, atau hanya singgahan yang tidak akan menetap.
“Lalu bagaimana denganmu Reja, apakah restu sudah didapat?”tanya Atlas sambil memakan camilan yang ada di meja.
Rejandra menghela napasnya, permasalahan hubungannya yang tak kunjung selesai. Dan keras kepala kekasihnya yang tidak mau mengikuti ucapannya. Benar-benar menyebalkan.
“Tidak ada perkembangan, orangtua itu tetap pada pendiriannya”ujar Rejandra dengan nada datar.
“Aku bingung dengan kakek nenekmu, mereka selalu ikut campur dalam urusan keluarga mu, padahal keluargamu tidak meminta apa-apa dari mereka. Mereka selalu ikut campur dengan apapun yang kau lakukan, mereka seperti layaknya pahlawan bagi keluargamu.”
“Lebih tepatnya pahlawan yang membuat menderita”sahut Derandra yang mulutnya penuh dengan makanan.
“Gak ada yang namanya pahlawan kalau buat menderita kali kak, mungkin bisa dengan sebutan musibah karena mereka buat kak Reja menderita”kilah Cipta.
“Benar juga”ucap Derandra dengan nada bodohnya.
Lagi dan lagi dia hanya bisa menghela napasnya panjang. Dia juga tidak tahu harus berbuat apa pada kedua orangtua itu.
Yang dibilang Cipta mungkin benar adanya. Musibah yng membuat keluarganya menderita disaat lagi damai-damai nya. “Sialan memang”umpatnya dalam hati.
“Apa kau tidak ingin menikah tanpa restu dari mereka Reja, seperti orangtuamu dulu?”
“Kalau bisa sudah kulakukan dari awal. Tapi Azrina tidak ingin, wanita itu memiliki trauma terhadap pernikahan yang tidak direstui.”
“Kok bisa seperti itu?”
“Orangtuanya juga dulu menikah tanpa restu. Setelah orangtuanya meninggal Azrina tidak ada yang ingin merawatnya dari pihak keluarga terdekat, hingga akhirnya dia dititipkan di panti asuhan.”
Trauma akan masa lalu memang tidak bisa dihilangkan begitu saja. Trauma itu seakan penyakit yang harus disembuhkan dan berdamai dengan semua itu.
Dan Azrina masih ditahap berdamai dengan semua itu. Makanya dia tidak ingin mengulangi hal yang sama seperti apa yang dialami keluarganya dulu.
ΠΠ
“Ini anak saya yang tertua pak kyai, namanya Dihyan. Sekarang anaknya lagi menempuh pendidikan s2 di salah satu universitas disini.”
“Salam kenal ya mbk.”
Dihyan hanya menanggapinya dengan menangkupkan tangannya di dada dan tersenyum tipis ke arah orang itu.
Ingin rasanya dia keluar dari rumahnya ini, rumah yang dulunya membawa kesenangan dan kebahagiaan.
Sekarang semua itu hanya kenangan yang mungkin tak akan bisa terulang lagi. Semua itu karena pria tua yang menjadi suami ibunya.
Kesenangan dan kebahagiaan itu seakan lenyap begitu saja karena kelakuan dari kakek neneknya.
Dihyan hanya bisa berdoa pada ketiga orangtua itu agar segera mati dan pergi dari dunia ini.
“Kalau menurut saya mbk Dihyan, lebih baik berhenti saja sekolahnya dan menikah. Karena sebaik-baiknya perempuan jika sudah menikah akan melayani suaminya. Dan mungkin pendidikan yang mbk jalani itu tidak akan terpakai nantinya jika sudah menikah.”
“Itulah yang sering saya bilang pada anak saya pak kyai, tapi anaknya seperti tidak mau menurut apa ucapan saya.”
“Memang anak muda sulit untuk diberitahu pak, mereka masih berpikir kesenangan duniawi. Padahal dunia ini tidak akan bertahan selamanya.”
“Saya sudah sering bilang hal itu pada Dihyan pak, tapi mau bagaimana lagi susah juga kalau dibilangin terus-menerus.”
Dihyan sebenarnya sudah lelah dengan ucapan kedua orangtua itu, tapi dirinya masih menahan agar tidak menonjok wajah keduanya. Itu karena elusan tangan ibunya untuk menenangkannya.
Kedua orangtua itu seakan-akan merendahkan martabat seorang wanita yang tidak harus memiliki pendidikan tinggi.
Dan juga kedua orangtua itu seakan tidak peduli dengan pentingnya pendidikan bagi kehidupan manusia.
“Pantas saja agamaku mengalami kemunduran, ternyata orang-orangnya di isi oleh orang bodoh yang berkedok keimanan”batin Dihyan yang marah kedua pria tua itu.
Selama berjam-jam dirinya hanya duduk disamping ibunya. Dan mendengar dongeng-dongeng yang tidak akan ada benarnya dari dua pria tua itu.
Mereka seakan menentang tentang usaha seseorang yang sudah sukses. Mereka seakan merendahkan orang yang sukses akan sulit nantinya jika sudah mengalami sakaratul maut. Benar-benar pembicaraan yang bodoh dan tidak beretika.
Nabinya saja tidak pernah mengajarkan umatnya untuk mencela satu sama lain. Meskipun itu sangat menyebalkan dan membuat orang-orang disekitarnya kesal.
Nabinya saja sangat sukses dan disiplin waktu. Nabinya tahu waktu untuk bercengkrama dan bekerja, nabinya tahu saatnya untuk menyebarkan agamanya di seluruh tempat tinggalnya waktu itu.
Sangat berbeda dengan umatnya yang sekarang. Ia terkadang berpikir, jika nabinya melihat umatnya yang sekarang seperti ini, pastinya beliau sangat sedih dan menyakiti hati.
Terkadang Dihyan selalu berpikir bahwa dirinya tidak terlalu berguna sebagai umat nabinya.
Ia tidak bisa menyadarkan orang-orang tentang pentingnya etika baik dan pendidikan yang mumpuni untuk sesamanya. Pentingnya pendidikan untuk kehidupan manusia untuk memiliki attitude baik.
Tapi masih banyak yang menyepelekan tentang pendidikan yang tidak begitu penting bagi mereka.
Mereka lebih memilih beribadah terus menerus sampai lupa bahwa keseimbangan antara dunia dan akhirat harus dijalani.
Pendidikan tinggi memang tidak menjamin kesuksesan seseorang itu tinggi, namun dengan adanya pendidikan semua hal yang dilakukan akan lebih mudah dijalani tanpa bertanya lagi.
“Kamu dengar Dihyan apa yang diucapkan pak kyai tadi, seharusnya kamu sadar diri dan tidak usah sekolah tinggi-tinggi. Buat apa sekolah tinggi-tinggi jika akhirnya akan menjadi ibu rumah tangga nantinya.”
Dihyan yang mendengar perkataan bapak tirinya pun membanting tasnya dengan kasar. Dia menatap tajam ke arah bapak tua itu dan mendekatinya.
Dia sudah tak peduli lagi dengan ibunya yang berusaha untuk menenangkannya.
“Dengar ya pak! Aku kuliah dengan uangku sendiri dan aku juga tidak meminta dana dari bapak. Seharusnya bapak yang sadar diri! Bapak masih minta uang pada ibu padahal bapak sendiri tahu kalau bapak adalah kepala keluarga di rumah ini! Bapak seharusnya mencari pekerjaan atau tidak membantu ibu dalam membuat dagangan!”tunjuk Dihyan tepat di depan wajah bapak tirinya.
“Seharusnya bapak itu sadar bahwa uang dari jemaah bapak tidak akan utuh! Sebagai pemuka agama tidak seharusnya bapak meminta harapan untuk diberikan dana ketika menyebarkan tentang agama! Seharusnya bapak tahu bahwa bapak itu hanya lintah untuk ibu dirumah ini!!”teriak Dihyan.
Bapak tirinya yang mendengar hal itu pun menampar pipi Dihyan. Dia tidak sadar melakukan hal itu, dia melihat tangannya yang baru saja menampar Dihyan. “Dihyan”ucapnya getir.
Ia pun langsung istighfar sambil mengelus dadanya. Bapak tirinya langsung menuju ke kamar tanpa memperdulikan Dihyan yang masih memegang pipinya.
Bapak tirinya sama sekali tidak minta maaf dengan apa yang sudah dilakukannya tadi.
“Nak”panggil ibunya dengan nada cemas. Ibunya pun mendekati Dihyan yang terduduk di lantai dan memeluknya erat.
Ibunya menangis melihat anaknya yang diperlakukan kasar seperti itu, memeluknya dengan erat adalah hal yang hanya bisa dilakukannya.
“Maafkan ibu maafkan ibu nak, maafkan ibu yang tidak bisa melindungi mu”isaknya yang sudah tidak tertahan.
Dihyan yang dipeluk ibunya masih diam, dia tidak mengeluarkan suara apapun. Ia terlalu syok dengan kejadian barusan, untuk pertama kalinya dia ditampar oleh orang yng menjadi ayah sambungnya.
Tangisan ibunya seperti tidak terdengar ditelinga nya karena dia masih syok dengan kejadian tadi. Kilatan mata kebencian sangat terlihat jelas saat ini dimatanya.
Ia pun melepaskan pelukan ibunya dan berlari keluar rumah. Dia tidak memperdulikan teriakan ibunya yang menyuruhnya berhenti berlari.
Lelehan air mata sudah tak bisa ia tahan, sembari berlari dan menangis. Tanpa memperdulikan tatapan tetangga sekitar yang melihatnya.
Dihyan berhenti di tempat yang sering ia kunjungi ketika merasa sedih seperti ini. Disini ia menangis sejadi-jadinya, dengan suara yang sedikit keras dan memeluk lututnya. Kesedihan yang terus mendera dan air mata terus mengalir.
“Kalau sedih jangan terlalu lama”ucap seorang pria yang duduk tak jauh dari dirinya.
“Namanya Manusia boleh bersedih, tapi kesedihan yang berlebihan itu juga tidak baik. Apalagi kamu perempuan yang keesokan harinya harus bekerja dan melayani pelanggan. Nantinya kamu memerlukan make up tebal untuk menutupi lingkar hitam di matamu.”
Pria itu memberikan saput tangan berwarna merah padanya. Ia pun menerima saput tangan itu dan digunakannya untuk mengusap air matanya.
“Setiap orang pasti memiliki masalah yang berbeda, sama seperti dirimu. Kamu juga memiliki masalah, tapi satu hal yang harus diketahui. Bahwa semua masalah pasti ada jalan keluarnya, meskipun cukup sulit untuk menemukannya”ucap pria itu dengan senyum manisnya ke arah Dihyan.
Dihyan yang melihat hal itu menatap balik pria itu. Ucapannya begitu tulus dan menengkan hatinya yang bergemuruh sedari tadi.
“Terimakasih,”ungkapnya. “Atlas.”
salam hangat dari saya👋
jika berkenan mampir juga🙏