"Hentikan gerakanmu, Bella," ucap Leo berat sambil mencengkram pinggang Bella. Bulu halus di tubuh Bella meremang, napas mint Leo memburu dengan kepalanya tenggelam di perpotongan leher Bella membuat gerakan menyusuri.
"kak, jangan seperti ini."
"Bantu aku, Bella."
"Maksudnya bantu apa?"
"Dia terbangun. Tolong, ambil alih. aku tidak sanggup menahannya lebih lama," ucap Leo memangku Bella di kursi rodanya dalam lift dengan keadaan gelap gulita.
Leo Devano Galaxy adalah pewaris sah Sky Corp. 2 tahun lalu, Leo menolak menikahi Bella Samira, wanita berusia 23 tahun yang berasal dari desa. Kecelakaan mobil empat tahun lalu membuat Leo mengalami lumpuh permanen dan kepergian misterius tunangannya adalah penyumbang terbesar sifat kaku Leo.
Hingga Bella berakhir menikah dengan Adam Galaxy, anak dari istri kedua papa Leo yang kala itu masih SMA dan sangat membenci Leo.
Sebenarnya Apa yang terjadi pada Leo hingga ingin menyentuh Bella yang jelas-jelas ia tolak?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Baby Ara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19. Selamat ulang tahun!
Mata ber shadow keemasan wanita di depan Bella itu sempat melebar sebentar setelahnya kembali percaya diri dengan arogan.
"Sayang, bukannya dia anak tirimu yang lumpuh itu?"
"Benar dan disampingnya menantuku yang mandul."
Devita berdecih pada Bella dan Leo.
Bella keheranan, Leo biasa saja melihat itu, meski wajahnya menunjukan rasa jijik kentara.
Segera Bella maju di depan Devita. Mengulurkan tangan ingin salim.
"Em ... Mah, apa kabar? Dan dimana papah?" tanya Bella takut-takut.
Ia risih melihat pria paruh baya penuh tato di pergelangan sampai leher, teman Devita itu. Tatapannya seakan ingin menelan Bella hidup-hidup. Melihat betapa mesra keduanya. Bella ragu itu hanya sekedar teman biasa. Semoga saja salah.
Devita menepis tangan Bella sampai mengeluarkan bunyi renyah membuat Bella menurunkan tangannya perlahan, disaksikan Leo.
Plak!
"Jangan menyentuh ku. Takutnya, kau tertular kuman lumpuh ini. Apa aku keluar harus selalu di kawal mertuamu itu? Aku juga perlu kebebasan Bella. Contohnya, apa yang kau lakukan ini. Tidak tahu diri! Aku yakin kau tidak izin kan pada Adam pergi dengan kakak iparmu ini?"
Bella tergugu dalam. Benar, ia melupakan adab seorang istri dan bersama Leo, Bella mudah lupa akan statusnya itu.
"Maaf Ma ...." Bella berucap pelan.
Leo lekas menaikan dagu Bella. "Angkat dagumu. Jangan merendah di depan orang yang paling rendah."
Leo menyorot dingin Devita. Ia sudah lama tahu perselingkuhan ini. Mungkin, ini karma karena Liam menyelingkuhi ibunya. Dan, jangan harap Leo akan perduli.
Dulu, Devita adalah mantan sekretaris Liam. Karena Devita yang kerap berpakaian menggoda iman para laki-laki itu dan menggunakan berbagai trik licik untuk menarik perhatian Liam. Akhirnya, pria beristri itu terjerat jalinan dosa dengan sekretarisnya sendiri hingga menghasilkan anak, yaitu Adam.
Aline yang tersakiti terpaksa memberi restu pernikahan kedua suaminya. Aline juga memutuskan untuk keluar dari mansion yang di bangun dari hasil jerih payah keduanya.
Karena pada dasarnya, tidak satupun makhluk di bumi ini, sanggup untuk berbagi hati dengan cinta lain.
"Dia sama hina dengan anaknya. Adam suka berselingkuh, ini dia biang keroknya."
"Jaga omonganmu Leo!"
Devita mengacungkan jari telunjuknya sambil melotot marah. "Kau juga mahluk rendahan! Bisa-bisanya, adik ipar sendiri di bilang pacar!" Desis Devita.
Itu yang ia dengar sewaktu sarapan pagi tadi bersama mertuanya. Kedatangan Leo akan membawa pacarnya.
"Tidak ada yang salah. Mereka sebentar lagi akan bercerai," enteng Leo berhasil membuat Bella mendelik bingung. Rasanya, tidak ada dia berucap seperti itu.
"Kak?"
"Apa? Ayo pergi. Jangan berlama-lama disini. Bisa tertular penyakit kelamin nanti," sindir Leo.
Kursi rodanya berjalan otomatis masuk dalam lift namun Bella setia terpaku di tempatnya. Tangan keduanya masih saling bertaut. Leo menghembuskan napas dalam.
"Kau ikut bersamaku atau bersamanya?"
Bella gelagapan seketika. "Aku ikut kakak."
"Good girl, kemari."
Bella menatap Devita yang bersedekap dada. "Ma, aku pergi dulu. Nanti aku akan telpon mas Adam."
Bukanya membalas kata Bella, Devita malah berdecih sinis menatap punggung mungil Bella.
Bella mengintip takut-takut wajah Leo, seiring lift itu turun. Tidak bisa di tebak, datar tanpa ekspresi.
"Kakak marah ya?"
"Tidak."
"Terus ... Kenapa diam?"
Leo membuka telapak tangannya pada Bella di samping tanpa menoleh. "Berikan ponselmu."
Bella keheranan, tapi tetap mengeluarkan ponsel dari kantung jaket. Leo menerimanya lanjut menyimpan di saku celananya sendiri.
"Loh, kok gak di gunain kak?" Dahi Bella berkerut dalam. Pikirnya, ponsel Leo lowbet makanya ingin pinjam ponselnya.
Mata Leo semakin menajam kesal. "Karena malam ini, hanya aku pria mu dan tidak boleh ada yang lain."
Bella semakin bingung karenanya, apalagi Leo meminta Bella memajukan kepala ke arah pria itu.
"Cepat! Jangan sampai aku menarik rambutmu!" ancam Leo.
"Ck, iya, iya!"
Bella spontan meraba kain terpasang di kedua matanya. Leo mengikat ujungnya di belakang kepala Bella.
"Kak ini apa lagi? Kakak tidak bermaksud menjual ku kan? Demi Tuhan, tolong jangan," iba Bella nyaris membuka kain itu namun di tepis Leo.
"Berapa kali harus aku bilang, Bella. Tidak ada aksi jual-menjual. Pakai saja itu dan aku sendiri yang akan membukanya nanti, paham?"
Bella angguk-angguk meski ragu. Ia akan berucap. Keburu Leo meletakan jari panjangnya di bibir Bella.
"Dilarang banyak tanya."
Sepanjang keluar dari Lift, Bella terus di pandu hingga menaiki mobil. Pendengarannya menjadi mata kedua Bella, samar-samar mendengar bunyi baling-baling berputar dan angin bertiup kencang.
'Helikopter? Mau kemana sebenarnya?' batin Bella.
1 jam kemudian, Bella merasa tepukan pelan di pipinya. Ternyata Leo dan telah membuka kain dimata Bella, dirinya juga tadi rupanya tertidur. Bella menyesuaikan cahaya remang di sekitarnya. Bunyi hewan malam terdengar jelas sangat jelas.
"Kak, kita dimana? Kenapa gelap-gelapan begini?" Bella semakin beringsut mendekati Leo. Beberapa pepohonan menjulang tinggi tertangkap mata Bella.
Leo menggenggam tangan mungil itu. "Kita sudah sampai. Ayo keluar."
Bella menggeleng. Leo merangkum kedua pipi wanita itu. Menatap dalam mata coklat honey milik Bella.
"Percaya padaku. Kau pasti suka."
Bella berpegang erat di tangan Leo yang sudah turun lebih dulu di bantu pengawalnya.
"Biar saya bantu, Tuan," ijin pengawal Leo melihat Bella kesusahan turun. Tapi, Leo memberikan tatapan menusuk bagai laser.
"Coba saja. Maka tanganmu ku pastikan putus."
Pengawal itu lalu menjauh. Leo mode posesif on. Bella sudah turun, merapatkan jaketnya karena udara semakin dingin.
"Coba lihat di langit, Bella."
"Ap--"
Bella mengangkat kepala tidak melanjutkan kata-katanya. Aurora Borealis, pancaran cahaya menyala-nyala dan terlihat menari-nari di atas gunung bersalju terpampang jelas di mata Bella. Wanita itu hampir merosot saking takjubnya, beruntung tangan Leo merangkul pinggang Bella lalu mendudukkan wanita itu di pangkuannya. Memeluk Bella dari belakang. Leo meletakan dagu di pundak Bella.
Keduanya di kota kecil Kirovsk, pegunungan Khibiny di Semenanjung Kola.
"Suka?" Tanya Leo berbisik ditelinga Bella lembut.
Bella mengangguk riang. Embun berdesakan di sudut matanya. Hal paling indah di dunia itu, kini dapat ia lihat secara langsung berkat Leo.
"Suka banget kak. Terimakasih. Terimakasih udah ajak aku kesini. Indah banget."
Cup!
Bella mematung. Leo mengecup pipinya. Pria itu tersenyum manis. Ia memberikan semacam tombol pada Bella.
"Ini buat apa kak?"
"Tekan aja," balas Leo tersenyum manis.
Bella menekan ragu-ragu. Setelahnya, mata Bella melebar seketika. Puluhan drone berwarna-warni membentuk huruf di langit. Bella menutup mulutnya dengan telapak tangannya.
"Selamat ulang tahun, Bella."
Detik itu juga, tangis Bella pecah mendengar perkataan Leo. Ia saja, tidak ingat hari dirinya berulang tahun. Adam, suaminya, juga tidak pernah mengucapkan kata yang akan di dengar orang setahun sekali itu.
"Kenapa menangis?" Leo mengusap kedua pipi Bella.
"Terharu kak. Makasih, udah peduli sama aku. Udah buat aku tahu, bagaimana rasanya dicintai. Sangat beruntung dia yang mendapatkan mu kak."
Mendengar kata Bella, Leo menyampingkan posisi Bella. Menarik kepala Bella semakin masuk dalam pelukannya.
"Anggap saja malam ini aku kekasihmu. Bicara soal keberuntungan, aku tidak percaya itu. Yang berperan dalam hidup adalah takdir Tuhan, mengerti?"
"Iya ...." Bella tersenyum tipis.
"Kue nya besok menyusul. Sekarang tujukan jarimu."
Bella menatap kiri dan kanan tangannya.
"Kiri," jawab Leo.
Karena kanan ada cincin nikah Bella. Tidak pernah wanita itu lepaskan.
Leo mengeluarkan kotak perhiasan dari balik jaketnya. Ketika dibuka, Bella lagi-lagi di buat takjub. Berlian berwarna merah muda, di juluki sebagai berlian Argyle. Paling langka. Lengkap dengan kalung model burung merak. Berkilau jernih terkena cahaya malam.
"Ini kado ulang tahun untukmu."
Bella menggeleng. Rasanya, ia tidak pantas memakai itu.
"Tidak perlu kak. Ada yang ingat ulang tahunku saja, aku sudah bersyukur. Baik kakak, simpan saja itu. Atau berikan pada Mommy Aline."
"Berlian mommy ku sudah mengunung. Baik kau terima. Karena sangat tidak mungkin aku yang akan memakainya. Kau pikir aku pria seperti apa?" pelotot Leo.
Bella tertawa lepas. Leo mode judes sudah kembali. Bella yakin harga berlian itu mampu membeli satu rumah atau mungkin tambah mobil. Bella menelan ludah, kala kedua benda itu menempel di tubuhnya. Terpasang apik oleh tangan Leo.
"Cantik."
"A, apa kak ... Aku cantik?" ulang Bella.
Takutnya salah dengar. Di kantor tadi saja, Leo menghinanya.
"Sangat cantik," sudut bibir Leo naik samar. "Hingga aku ingin memakan mu."
Deg!
tanda terima kasih aq kasih bintang lima ⭐️⭐️⭐️⭐️⭐️