Winarsih, seorang gadis asal Jambi yang memiliki impian untuk bekerja di ibukota agar bisa memberikan kehidupan yang layak untuk ibunya yang buruh tani dan adiknya yang down syndrome.
Bersama Utomo kekasihnya, Winarsih menginjak Jakarta yang pelik dengan segala kehidupan manusianya.
Kemudian satu peristiwa nahas membuat Winarsih harus mengandung calon bayi Dean, anak majikannya.
Apakah Winarsih menerima tawaran Utomo untuk mengambil tanggungjawab menikahinya?
Akankah Dean, anak majikannya yang narsis itu bertanggung jawab?
***
"Semua ini sudah menjadi jalanmu Win. Jaga Anakmu lebih baik dari Ibu menjaga Kamu. Setelah menjadi istri, ikuti apa kata Suamimu. Percayai Suamimu dengan sepenuh hati agar hatimu tenang. Rawat keluargamu dengan cinta. Karena cintamu itu yang bakal menguatkan keluargamu. Ibu percaya, Cintanya Winarsih akan bisa melelehkan gunung es sekalipun,"
Sepotong nasehat Bu Sumi sesaat sebelum Winarsih menikah.
update SETIAP HARI
IG @juskelapa_
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon juskelapa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
26. Di Dekat Pohon Bambu
Setelah diturunkan oleh Dean di tepi jalan, emosi Disty memuncak.
Kemarin dia telah membuat janji untuk bertemu dengan Bu Amalia di suatu cafe kawasan Kemang. Dia memperoleh nomor telepon pribadi ibu Dean itu melalui ponsel anaknya sendiri yang sedang tergeletak tak sadar kala itu.
Disty menyimpan nomor ponsel sebagai bentuk jaga-jaganya jika usahanya mendesak dan mengancam Dean tak berhasil.
Sebenarnya hari itu dia sedikit berubah pikiran akan tujuannya menemui Ibu Dean. Awalnya dia memang ingin mengatakan bagaimana hubungan mereka selama ini dan apa tuntunannya kepada Dean.
Tentu saja Disty akan menyelipkan cerita tentang bagaimana dia dan telah menghabiskan malam bersama.
Tapi di pagi hari sebelum Disty meminta Dean menjemputnya, pikiran wanita itu berbalik. Dia mencoba bersabar dan mengikuti rencana Dean yang akan memperkenalkannya kepada Keluarga Hartono secara perlahan-lahan.
Dan siangnya, dia hanya berencana menemui Bu Amalia untuk sekedar berkenalan saja.
Tapi ketika Dean menurunkannya begitu saja di tepi jalan raya tanpa mencoba membujuk atau menenangkan hatinya, emosi Disty memuncak.
Siang ini dia akan benar-benar mengatakannya kepada Bu Amalia semuanya.
Jangan panggil namanya Disty jika dalam jangka waktu dekat ini dia tak menjadi bagian dari keluarga Hartono. Menantu seorang Menteri dan istri dari seorang pengacara hebat.
Disty telah tiba di cafe sepuluh menit sebelum waktu janjinya dengan Bu Amalia. Sebagai orang sibuk, Disty bisa memastikan jika Bu Amalia tak akan datang tepat waktu.
Disty mengeluarkan sebuah kaca untuk mengecek penampilannya. Dia memoles lipstik matte berwarna nude ke bibirnya.
Pakaiannya siang itu adalah sebuah rok dan blazer berwarna abu-abu muda yang merupakan seragam kantornya. Di sisi kanan blazer itu terdapat sebuah bordiran logo merek sebuah mobil ternama.
Meski hanya seorang Customer Relationship, tapi semua benda yang dikenakan Disty bukanlah barang-barang murah.
Gaji dari perusahaan tempatnya bekerja sudah jelas tak akan cukup untuk membiayai semua kebutuhan perawatan tubuhnya dari ujung rambut hingga ujung kepala.
Apalagi jika ditambah dengan kebutuhan tiga kepala yang harus ditanggungnya selama ini.
Yang sedang dilakukan Disty saat ini adalah salah satu bentuk usahanya untuk meningkatkan taraf hidup.
Jika bisa mendapatkan seorang suami tampan yang dipuja-puja banyak wanita dengan harta melimpah dalam satu waktu, semua orang pasti tak akan melewatkan kesempatan itu.
Seorang wanita cantik paruh baya berkulit putih bersih dan bermata sipit berjalan mendekati mejanya.
Disty langsung mengenali bahwa itu adalah istri Menteri Hartono.
Disty langsung berdiri dan menyambut kedatangan tamu yang ditunggunya. Uluran tangan Disty hanya disambut oleh ujung jari wanita itu.
Disty menyunggingkan senyum sinis yang sangat tipis. Anak dan ibu ternyata sama saja sombongnya, pikir Disty.
Sebentar lagi kau yang akan memohon-mohon denganku untuk menyelamatkan nama baik keluarga kalian, kutuk Disty dalam hati.
"Kamu Disty? Sudah berapa lama menjalin hubungan dengan Dean?" tanya wanita itu datar.
"Setahun terakhir ini Bu," jawab Disty tenang.
"Sebelumnya saya ingin sedikit bercerita dengan Ibu," ujar Disty.
"Oke, saya dengarkan. Tapi tolong jangan lama-lama ya. Ajudan dan sekretaris saya sedang menunggu di mobil. Saya masih punya jadwal berikutnya setelah dari sini."
"Nggak akan lama kalo ibu cepat mengerti maksud saya," jawab Disty tersenyum sambil membenarkan letak duduknya.
********
Dean terlihat berdiri di balik pagar dengan kedua tangannya berada di belakang. Winarsih tak tahu apakah anak majikannya hendak pergi ataukah baru saja pulang. Yang bisa dipastikannya adalah, wajah Dean sangat lelah dan terlihat mengantuk.
Winarsih benar-benar baru kali ini melihat Dean berdiri-diri di pagar seperti itu. Tak mungkin Dean menunggu tukang nasi goreng atau tukang seblak yang memang biasa sering lewat di sana.
Tak tahu apa yang sebelumnya dibicarakan Dean bersama Rojak, tapi saat Winarsih turun dari bajai bersama Utomo, dia mendengar namanya disebut.
Malam itu dia memang ke luar untuk mentraktir Utomo makan dengan gaji pertamanya. Mereka pergi tak jauh-jauh dari kediaman Pak Hartono.
Winarsih mengenakan pakaian yang baru dibelinya setelah mencuci-kering pakaian itu secepat mungkin.
Dia benar-benar ingin memakai pakaian baru. Dan menurutnya, malam itu dia harus menunjukkan pada Utomo kalau dia baik-baik saja. Malam itu, dia juga ingin memastikan bahwa Utomo juga baik-baik saja.
Saat langkahnya mendekati pagar, Dean tetap berdiri bergeming menatapnya. Pandangan pria itu lurus kepadanya seperti menguliti.
Winarsih merasa risih, tak enak seperti telah melakukan suatu kesalahan kepada anak majikannya itu.
Padahal sudah jelas di antara mereka siapa korban sebenarnya. Apalagi malam itu, Winarsih tak merasa telah melakukan kesalahan apapun. Dia sudah izin kepada Mbah untuk pergi makan ke luar sebentar.
Sebagai pegawai dapur, izin Mbah saja katanya sudah cukup. Karena Mbah yang nantinya akan menanggungjawabi semuanya kepada majikan mereka.
Utomo sepertinya menyadari jika sejak tadi Dean hanya berdiri menatapnya.
Tak enak karena terus menerus dilihat, Winarsih buru-buru masuk saat Rojak membukakan pagar untuknya.
Pintu pagar itu terletak di sebelah kanan rumah, sedangkan kamar Winarsih berada di sayap kiri.
Dia harus melintas di depan Dean yang masih berdiri dengan wajah datar memandangnya.
Wajah Dean mirip seorang ayah yang memergoki putrinya pulang malam. Dia jadi benar-benar merasa telah melakukan kesalahan.
Winarsih melangkahkan kakinya cepat-cepat bahkan tanpa pamit kepada Utomo.
Dan apesnya, Utomo malah berteriak-teriak lagi dari luar pagar.
"Tidur yang nyenyak ya Win, besok-besok kita ketemu lagi."
Kemudian tanpa rasa tak enak sama sekali dengan posisi Winarsih saat itu, Utomo hanya ngeloyor pergi dengan bajaj yang mereka tumpangi tadi.
Sedangkan Dean, tetap berdiri menatap tajam ke arah Utomo.
Beberapa saat setelah itu, dengan dada berdebar seperti baru saja melihat hantu, Winarsih buru-buru mengeluarkan kunci kamar dari tasnya.
Di saat sedang tergesa-gesa, entah kenapa tangannya pun jadi ikut sulit memasukkan kunci itu ke lubangnya.
"Kamu udah jujur ke pacarmu itu?" Suara Dean yang tiba-tiba berada di belakangnya sontak membuat terkejut. "Pacar kamu terima keadaan kamu?"
Winarsih berbalik menatap Dean. Wajah pria itu memang terlihat sangat lelah meski masih tampak sempurna. Alis hitamnya membingkai sepasang mata yang sekarang menatapnya muram.
Winarsih tak menjawab pertanyaan Dean barusan.
"Bagus kalo gitu. Aku turut bahagia dan senang untuk kamu. Aku nungguin kamu cuma mau ngasi ini," ucap Dean seraya menyodorkan sebuah paper bag kepada Winarsih.
"Apa ini?" tanya Winarsih pelan.
Tangan Winarsih terulur untuk menerima bungkusan itu.
"Aku nggak tau kamu suka atau enggak dengan pemberian aku itu. Bisa aja kamu nganggap aku lancang dan sok tau. Jadi kalau kamu nggak suka, kamu buang aja," tutur Dean.
Winarsih mengatupkan mulut memandang paper bag di tangannya. Apa yang harus dikatakannya pada Dean soal Utomo?
Apa hubungannya dengan Utomo penting untuk seorang Dean yang beberapa hari lalu mengatakan kalau dia sudah bertunangan dan tak bisa menjanjikan apapun untuknya.
Dia tak memiliki impian dan harapan apapun kepada pria tampan di depannya ini. Tapi berpikir kalau Dean salah mengira atas hubungannya dengan Utomo, juga menimbulkan perasaan tak enak di hatinya.
"Aku cuma mau memastikan, bahwa kamu baik-baik aja," sambung Dean lagi.
Hati Winarsih langsung menjawab bahwa dirinya tak akan pernah baik-baik saja.
"Win," panggil Dean.
"Ya Pak?" Winarsih mendongak.
"Aku minta maaf lagi."
"Maksudnya?"
Belum lagi Winarsih mengerti apa yang dimaksud oleh Dean, kedua tangan pria itu sudah meraih wajahnya.
Sedetik kemudian Dean telah menunduk dan mencium bibirnya. Winarsih membelalakkan mata terkejut. Bibirnya hanya diam menerima sapuan bibir Dean yang terasa hangat.
Pria itu memejamkan matanya. Winarsih bisa melihat barisan bulu mata tebal dan kulit wajah yang terlihat halus seperti tanpa pori-pori.
Merasa Winarsih hanya diam terpaku, Dean melepaskan ciumannya.
"Maaf, jaga diri kamu. Jangan sering ke luar malem, nanti kamu sakit. Habiskan semua multivitamin yang aku kasi kemarin. Kamu istirahat, aku masuk dulu." Dean kemudian pergi meninggalkannya.
Winarsih tak sempat menjawab apapun, tapi Dean sudah pergi berjalan menyusuri tanaman bambu kuning yang mengarah ke pintu dapur.
Winarsih menatap bahu lebar Dean menjauh. Bahu lebar sempurna yang tak pernah diimpikannya bisa menjadi tempat bersandar.
********
Dean berjalan lesu menuju ke sofa ruang keluarga untuk mengambil ponselnya. Sesaat kemudian, Bu Amalia yang terlihat baru tiba di rumah menghampirinya dengan wajah angker.
"Dean! Mama mau bicara."
"Dean capek Ma, besok pagi aja ya...."
"Nggak bisa, harus malam ini. Kamu ke kamar mama. Mumpung papamu belum pulang," tukas Bu Amalia yang buru-buru pergi meninggalkannya untuk menuju ke kamar.
"Soal apa sih?" tanya Dean dengan wajah malas.
"Soal Disty. Ini penting. Kamu harus dengerin apa kata mama, atau mama bisa mati karna ulahmu di luar sana!" bentak Bu Amalia kemudian menghilang di belokan menuju tangga.
To Be Continued.....
Mohon dukungan atas karyaku dengan like, comment atau vote