Menceritakan beberapa kisah pendek romansa kehidupan, juga perjalanan dalam mencari kebahagian yang sejati.
Hal-hal yang umum terjadi di sekitar kita maupun yang tidak bisa kau pikir sebelum nya. Semua tertuang dalam kisah-kisah mengharukan dan mendebarkan.
Semoga kalian dapat terhibur dengan kisah pendek ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lan05, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dinara & Deon 3
Deon hanya memperhatikan kekasih nya yang saat ini seperti ingin berucap namun kembali terdiam. "Ada yang ingin kamu bicarakan.?" Ujar Deon angkat bicara. Dinara pun mendongak menatap Deon yang berada di sebrang meja berhadapan langsung dengan nya.
Dinara tidak langsung menjawab, ia bingung harus memulai nya dari mana karena rasa nya terlalu banyak yang Dinara simpan selama ini.
"Tak apa... kau bisa bicarakan apapun padaku sayang, aku akan mendengarkan apapun ceritamu." Kata Deon yang menggenggam tangan kekasih nya yang berada di atas meja, mengusap nya lembut agar Dinara merasa lebih tenang dan nyaman untuk bercerita dengan nya.
"Aku mengajakmu pergi hari ini karena orang tua ku sudah pulang dari luar negeri." Deon mengangguk paham karena kekasih nya itu bilang orang tua nya termasuk orang tua yang keras terutama sang Daddy.
"Aku sangat menghormati mereka sekaligus..." Dinara merasa sangat ragu jika mengingat kembali segala perlakuan orang tua nya sedari dulu.
Deon hanya diam menunggu dengan sabar apa yang akan Dinara ucapkan, seperti nya percakapan mereka kali ini sangat serius. Mimik wajah kekasih nya tidak bisa berbohong bahwa ada rasa takut yang melanda kekasih nya saat ini. Siapa yang ditakuti oleh Dinara.?
"-Takut kepada mereka, a..aku takut dengan orang tua ku sendiri." Baru bicara seperti itu saja, Dinara merasa sedang diawasi dan pantau oleh Daddy nya. Tatapan tajam dan cacian mereka langsung terbayang dalam benak nya.
"Apa yang mereka lakukan hingga kamu takut hmm.?" Tanya Deon dengan intonasi yang ia buat selembut mungkin, Deon tidak mau membuat Dinara merasa semakin tidak nyaman. Saat ini saja tangan kekasih nya terasa dingin dalam genggaman nya, hingga deon pun mengeratkan genggaman nya tak lupa dengan usapan lembut yang ia berikan kepada Dinara.
"Mereka.. mereka hanya ingin piala dari ku saja, mereka tidak menyayangiku.. mereka hanya sayang kepada piala-piala ku." Ucap Dinara ambigu.
"Maksud nya.?"
"Mereka menekan ku untuk selalu menjadi yang paling unggul, teratas,dan tak terkalahkan. Agar mereka bisa memamerkan ku kepada kolega-kolega mereka. Aku bak barang yang dapat mereka pamerkan kepada siapa pun."
"Mereka tidak pernah menganggap ku sebagai anak mereka, yang harus kulakukan adalah belajar... belajar... dan belajar hingga dapat menjadi yang paling unggul." Luapan emosi nya seakan tak terbendung hingga tanpa sadar Dinara menekan kuku nya terlalu dalam hingga melukai Deon.
Dinara langsung melepaskan genggaman nya saat merasa dirinya telah melukai telapak tangan kekasih nya, rasa bersalah langsung menggerogoti nya. "Ma..maaf sayang aku ga bermaksud." dengan tangan yang bergetar Dinara meraih lengan kekasih nya yang terluka karena nya. Mata nya kini berkaca-kaca. "Maaf..maaf." Kata maaf terus terucap dari bibir Dinara.
"Heyy.. tidak apa-apa sayang, ini hanya luka kecil." Ucap Deon menenangkan kekasih nya yang terlihat panik saat ini.
Namun ucapan nya seakan tidak terdengar oleh Dinara yang kini terus berucap maaf dengan tangan nya yang bergetar masih memegang tangan nya.
"Sayang lihat aku, oke." Tekan Deon sembari menangkup wajah kekasih nya lembut yang kini telah berantakan oleh air mata yang telah turun, Deon mengusap lembut kedua pipi Dinara menghapus air mata nya dengan tatapan menenangkan yang ia tujukan kepada kekasih nya.
Dinara seketika terdiam kala merasakan usapan lembut yang membuat nya tenang, Dinara membalas pegangan tangan kekasih nya yang masih berada di wajah nya, menikmati usapan lembut Deon pada nya yang membuat Dinara merasa aman. Dinara merasa cukup dengan kehadiran Deon di hidup nya.
Dinara pun membuka mata nya yang sempat terpejam, mata nya langsung bertatapan dengan mata sang kekasih yang sedang menatap nya dengan tatapan teduh.
"Sudah lebih tenang.?"
Dinara mengangguk pelan. "Kamu pindah kesini." Pinta Dinara kepada Deon agar duduk di samping nya.
"Baiklah." Deon pun langsung berpindah tempat duduk menjadi lebih dekat dengan kekasih nya.
Setelah Deon berada disamping nya, Dinara langsung memeluk kekasih nya itu dengan erat. "Terimakasih." Ucap Dinara yang tidak begitu jelas di telinga Deon, karena mukanya yang terbenam dalam pelukan nya. Sehingga terdengar seperti gumaman saja.
"Tidak jelas sayang."
"Terimakasih." Ulang Dinara mendongak an kepala nya sedikit yang berhadapan langsung dengan wajah Deon.
"Iya sayang.. masih ada yang ingin kamu ceritakan.?" Tanya Deon sembari mengusap lembut kepala Dinara yang tercium wangi strawberry dari rambut kekasih nya. Hingga terkadang membuat Deon betah berlama-lama menyembunyikan wajah nya di ceruk leher Dinara.
"Hmm.. tidak ada, terimakasih sudah mau mendengarkan cerita ku juga."
"Iya sayang udah ya acara makasih nya, sekarang kita makan dulu kasihan makanan nya di cueki." Gurau Deon yang langsung mendapat pukulan kecil dari Dinara.
Dinara pun menikmati makan nya sesekali mengobrol santai dengan Deon, terkadang Deon juga menjahili nya. Tapi Dinara menikmati momen ini.
"Kamu kapan ke rumah? mommy nanyain kamu terus." Ujar Deon tiba-tiba. Setelah makanan mereka habis.
"Hmm.. mungkin nanti kalau kamu ga ada jadwal les, aku ke rumah bareng kamu."
"Boleh.. tapi kalau kamu mau ke rumah, ke rumah saja ya. Ga usah nunggu aku, mommy kangen kata nya sama anak perempuan nya. Pingin kamu sering-sering datang."
"Masa sih.. bohong kamu." Ucap Dinara tak percaya dengan ucapan Deon.
"Beneran sayang, aku ga bohong. Coba kamu telepon mommy sekarang pasti dia angkat."
Dinara sempat melirik jam di ponsel nya. "Tidak, sudah malam... besok saja."
"Ya sudah, yang jelas kamu harus ingat pintu rumah ku selalu terbuka untukmu. Mommy sama Daddy bener-bener sayang sama kamu." Ucap Deon agar kekasih nya tahu bahwa dirinya begitu berharga bagi orang yang menyayangi nya.
Dinara pun mengangguk dengan senyum terpatri di wajah nya. Dinara senang bahwa keluarga kekasih nya begitu sangat menerima nya. Dinara jadi merasa diterima dan disayang layak nya keluarga.
***
Setelah itu mereka pulang karena sudah terlalu malam juga, tak lupa Dinara belanja terlebih dahulu sebelum ke rumah dengan cepat karena tadi Dinara izin untuk berbelanja masa dirinya tidak membawa apa-apa. Dinara memasukkan apapun yang ia lihat tidak tahu itu makanan atau barang yang dibutuhkan nya atau tidak yang penting dirinya belanja. Setelah itu baru lah Deon mengantar nya ke rumah. Walaupun tidak sampai rumah nya karena Dinara masih merasa takut dengan ancaman Daddy nya kepada Deon, lebih baik Dinara cari aman saja untuk saat ini.
"Kamu hati-hati pulang nya, jangan ngebut!" Ucap Dinara memperingatkan kekasih nya agar tidak mengebut saat mengendarai motor.
"Iya.. ya udah cepat pulang di sini dingin." Balas Deon tak lupa mengusap sayang kepala kekasih nya.
Dinara pun mengangguk tersenyum, lalu ia pun berbalik berjalan menuju rumah nya. Dengan sesekali menengok kebelakang melihat kekasih nya yang masih berdiam diri ditempat nya. Dinara pun melambai kembali kearah Deon yang dibalas lambaian juga setelah itu Dinara pun mempercepat langkah nya saat melihat rumah nya sudah terlihat dalam pandangan nya.
Cklek
Dinara membuka pintu rumah nya perlahan dengan suasana sunyi dan temaram, setelah itu Dinara langsung melangkahkan kaki nya menuju kamar nya namun belum juga Dinara menaiki anak tangga pertama, Daddy nya telah memanggil nya.
"Ikut Daddy." Ucap Daddy nya singkat lalu berbalik pergi. Yang mau tidak mau Dinara mengikuti Daddy nya dari belakang.
Namun saat semakin tahu kemana Daddy nya akan membawa nya, degup jantung nya semakin meningkat. Raut wajah nya ketakutan kala tebakan nya benar, bahwa Daddy nya membawa nya ke gudang belakang tempat yang paling membuat nya takut dan tersiksa.
"Ke..kenapa Daddy membawa ku kesini.?" Tanya Dinara terbata-bata penuh ketakutan.
"Kau masih belum menyadari kesalahan mu.?" Tanya dingin sang Daddy yang kini sedang membuka pintu gudang.
Brak.
Dinara tersentak kaget kala Daddy nya dengan keras membuka pintu gudang itu. Pegangan nya melemah hingga belanja an yang ia bawa terjatuh dengan berantakan.
Daddy nya pun berbalik kearah nya dan menghampiri nya, membuat Dinara dilanda ketakutan hingga reflek memundurkan langkah nya kala sang Daddy semakin mendekati nya.
"Apa yang mau Daddy lakukan.?" Tanya Dinara penuh ketakutan.
"Daddy tanya sekali lagi, kamu masih belum mengetahui kesalahanmu.?"
Dinara dengan cepat menggeleng kan kepala nya. " Tidak aku tidak tahu salah ku apa." Jawab Dinara yang semakin takut saat Daddy nya sudah tepat berada di depan nya dan menyeret nya kasar kearah gudang.
"Tidak mau Daddy.. lepas, Dinara ga mau masuk kesana!" Dinara mencoba melepaskan cengkraman Daddy nya yang kuat di pergelangang tangan nya. Namun nihil Dinara tidak bisa lepas meskipun tubuh nya berusaha bertahan agar tidak mengikuti seretan Daddy nya, tapi kekuatan Daddy nya terlalu besar.
Dinara di lempar kearah lantai dengan kasar, isakan nya sudah tak mampu ia bendung. Ketakutan nya semakin merajalela.
"Daddy tahu kau bertemu kekasih mu bukan berbelanja. Kau sudah mulai berani membohongi Daddy.?" Dengan tatapan menghunus kearah anak nya yang kini meringkuk seakan melindungi dirinya.
"Jawab!" Sentak Daddy nya yang membuat Dinara semakin terisak, dirinya tidak menyangka bahwa Daddy nya itu memata-matai nya tadi.
Dengan takut Dinara akhir nya mengangguk mengakui pernyataan Daddy nya tadi.
Plak.
Wajah nya tertoleh dengan keras akibat tamparan keras yang dilayangkan Daddy nya padanya. Ia merasakan pipi nya berdenyut sangat keras dan sudut bibir nya terasa sangat sakit.
"Kau mulai berani pada Daddy hmm!!" Dinara hanya bisa menggeleng saja.
"Lalu apa, gara-gara dia kau berani membohongi Daddy, gara-gara dia juga kau tidak bisa ikut olimpiade kemarin karena terus berpacaran dengan nya, iya kan.?"
"Tidak.. i..itu bukan salah Dia, Dinara yang lalai hingga tidak bisa mengikuti olimpiade kemarin. Maafin Dinara.. Dinara salah." Jawab Dinara menahan isakan nya agar tidak semakin membuat Daddy nya semakin marah padanya.
"Kau berani membela nya sekarang. Apa yang telah ia beri padamu hmm.?"
"Atau jangan jangan kau sudah memberikan tubuh mu padanya hingga sangat membela nya saat ini. Dasar tidak tahu malu!"
Plak.
"Kau dilahirkan hanya untuk membuat orang tua mu bangga, bukan mempermalukan kami! Ingat siapa yang memberikan mu tempat tinggal, siapa yang memberi semua kebutuhan dan fasilitas mu, bukan kekasih mu itu, tapi kami orang tua mu!"
Dinara merasa emosi nya menggelegak kala mendengar ucapan Daddy nya.
"Apa piala di kamar ku tidak cukup!" Jerit Dinara tak tahan dengan segala pemikiran buruk Daddy nya, ditambah dengan perkataan Daddy nya yang selalu mengungkit jasa mereka mengurus Dinara.
"Kau berani menaikan nada mu pada Daddy." Geram sang Daddy yang kini telah menjambak rambut nya dengan keras hingga kepala nya mendongak melihat wajah Daddy nya yang saat ini terlihat merah padam dengan tatapan tajam nya menghunus kearah Dinara.
"Kau tidak pantas disebut orang tua, orang tua mana yang menyiksa anak nya sendiri. Orang tua mana yang membuat anak nya tersiksa akibat dipaksa belajar tanpa henti. Aku bukan robot." Ucap Dinara semakin berani seakan tidak peduli jika Daddy nya akan semakin murka dan menyiksa nya dengan parah.
Dinara sudah sangat lelah, dirinya merasa siap jika dirinya tidak selamat akibat perbuatan Daddy nya kali ini. Pikiran nya sudah tidak bisa berpikir apapun selain meluapkan rasa sakit dan kecewa nya kepada orang tua nya terutama Daddy nya saat ini.
Seketika Daddy nya langsung memukul nya terus menerus tanpa henti. Dinara hanya bisa melindungi dirinya dengan kedua tangan nya yang menutupi wajah nya walaupun itu tidak mempengaruhi apapun.
"Kau bukan manusia, kau iblis aku benci dilahirkan di keluarga ini."
"Aku benci harus memiliki gen yang sama dengan mu, lebih baik aku tidak dilahirkan sama sekali."
"Orang tua tidak berguna yang hanya ingin validasi dari orang lain, orang yang mengetahui kalian sebagai pasangan sempurna dan memiliki anak yang pintar, tidak tahu apa-apa."
"Mereka tertipu dengan segala topeng yang kalian berikan dengan citra keluarga yang harmonis. Bullshit!" Dinara terus saja berbicara kekecewaan nya walaupun semakin lama suara nya semakin lirih.
Pandangan nya semakin mengabur, dirinya sudah tidak bisa melihat dengan jelas wajah Daddy nya saat ini, rasa sakit di tubuh nya pun seakan tidak ia rasakan. Padahal Daddy nya memukul nya dengan membabi buta. Mungkin tuhan tidak mau dirinya semakin merasa kesakitan hingga saat ini Dinara tidak tahu apa yang terjadi setelah nya karena kesadaran nya pun menghilang.