Elara, seorang gadis periang. Hidupnya penuh dengan kebahagiaan, dia hidup dengan penuh cinta dan kasih sayang yang melimpah. Baginya tidak ada kesedihan yang akan berkepanjangan, namun semua menjadi sirna ketika dia beranjak remaja. Ayah dan Ibu yang selalu perhatian terhadapnya, kini telah acuh. Bahkan Ayah yang dulu ia anggap sebagai seorang pangeran, kini berubah menjadi seorang iblis. Cinta merupakan hal yang paling ia hindari, tapi seorang pria bernama Estele malah tertarik pada Elara, wanita yang jarang tersenyum, selalu jutek dan keras kepala. Akankah Elara jatuh cinta kepada Estele? atau Estele akan menyerah pada Elara yang cukup sulit di buat luluh?
Please follow dan like postingan IG Author :
@Zahra_Arara07
Please follow dan like postingan Tiktok Author :
@rara_01075
Dukungan anda, teramat berarti untuk saya❤️🌹
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rara_07, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dua Orang Asing{30}
Setelah kepergian Elara, Nikita mengambil ponsel dalam saku celananya. Dia menelpon Riko, melaporkan bahwa Elara akan segera turun sendirian. Riko yang mendapat informasi itu tentunya merasa senang, dia kemudian menutup panggilan telepon yang baru saja berlangsung.
"Putriku akan segera datang, kalian bawalah dia ke bos besar!"ujar Riko.
"Ck, awas jika kau berbohong Riko! Maka kau akan mati di tangan kami!"
"Benar itu, kau akan mati! Mati!"
Glek!
Riko menelan ludah dengan payah, dia merasa tubuhnya bergetar ketakutan. Tapi, dia yakin bahwa Elara akan segera tiba. Jadi, dengan seberani mungkin dia menatap dua orang pria berbadan tinggi, kekar dan berwajah garang itu.
"A-aku yakin! Kalian tunggu saja, pasti anak itu akan datang!"jawab Riko sambil menahan rasa takut.
Malam semakin larut saja, Elara berjalan untuk menuju apotek yang berada di sebrang kampus. Ia menyebrang jalan sambil melihat ke kanan dan ke kiri, memastikan bahwa semua mobil berjarak cukup jauh. Setelah sampai di depan apotek, Elara langsung meminta penjaga apotek merekomendasikan obat pereda sakit kepala yang manjur. Setelah beberapa saat menunggu, akhirnya penjaga apotek memberikan obat yang Elara inginkan.
"Terimakasih ya Pak, ini uangnya."ujar Elara sambil tersenyum.
Elara bersyukur karena obat yang dibutuhkan oleh Nikita bisa ia dapatkan. Saat berbalik badan, Elara tak sengaja menatap dua orang pria asing berbadan tinggi dan juga kekar. Mereka bertingkah aneh, entah mengapa Elara merasakan bahwa kedua orang tersebut sedang mengawasi dirinya. Merasakan perasaan yang tak enak, Elara buru-buru berjalan menjauh. Dia harus kembali ke wilayah kampus.
"Dia sepertinya menyadari kehadiran kita."
"Iya, kau benar. Cepat masuk ke mobil, kita harus segera membawanya."
Kedua pria berbadan kekar dan wajah sangar itu segera bergegas. Elara memegang erat bungkusan berisi obat dengan erat. Bulir keringat menetes di dahinya, ia merasakan firasat yang tak bagus. Dia gelisah, mobil dan motor yang berlalu lalang tidak ada hentinya lewat. Sulit sekali bagi Elara untuk menyebrang.
"Aduh, ini semua orang pada sibuk banget deh pas malem. Dari tadi kok gak ada henti-hentinya nih kendaraan lewat."ujar Elara dengan gelisah.
Cukup lama gadis itu menunggu, untunglah kendaraan yang lewat mulai sepi. Elara menghela nafas lega, dia tersenyum sambil hendak melangkahkan kaki. Tiba-tiba saja ia kembali menarik langkahnya, ia terkejut karena ada sebuah mobil hitam yang berhenti tepat di depannya. Sontak saja itu membuat Elara merasa panik. Dia merasa ada yang aneh dari mobil itu.
"Aku harus cepat-cepat kembali!"ujar Elara.
Grep!
Deg!
Elara melotot ketika tiba-tiba ada seseorang yang menahan pergelangan tangan kanannya. Ketika ia menoleh, ia melihat seorang pria berbadan kekar, tinggi dan juga wajah yang tegas sedang menyeringai menatap dirinya.
"Siapa kau!? Lepaskan aku!!"tegas Elara.
"Diam!!! Ikut denganku sekarang! Bos sudah menunggu dirimu!"
"Apa!? Aku tidak kenal bos mu!! Sialan! Lepaskan aku!"teriak Elara.
Pria itu semakin marah, tanpa membuang waktu. Ia membekap mulut Elara dengan sebuah sapu tangan yang sudah diberikan obat bius. Elara bukanlah wanita yang mudah di bawa. Sebelum ia berhasil di bius, ia sudah terlebih dahulu memberontak dengan keras. Tapi, tetap saja tenaganya kalah dengan pria berbadan kekar yang telah membawanya masuk ke dalam mobil.
"Apa wanita itu hanya pingsan? Tidak mati kan? Nanti kita dimarahi bos."
"Aman saja, kau fokus menyetir. Aku akan mengawasi gadis ini di kursi belakang."
"Baiklah,"sambil mengangguk paham.
Elara dibawa oleh dua orang pria asing itu tanpa sepengetahuan siapapun. Riko, pria itu tersenyum puas. Akhirnya ia sudah terbebas dari hutang. Dia bisa merasa santai dan juga bebas untuk menghabiskan uang lagi bersama dengan kekasihnya, yaitu Sinta.
"Selamat tinggal hutang!"seru Riko.
Estele kembali ke tempat dimana Elara tadi berada, namun pria itu tampak kebingungan saat melihat tidak ada siapapun lagi disana. Elara sudah tak berada di tempat yang sama, hal itu membuat Estele merasa khawatir. Dia takut jika sesuatu yang buruk akan benar-benar terjadi kepada Elara.
"Kemana wanita itu? Apa dia bersama Aira?"gumam Estele.
Ia langsung mencari keberadaan Aira, rupanya wanita itu sedang sibuk mengatur posisi kursi untuk acara lusa nanti. Estele menghampiri Aira dengan terburu-buru.
"Aira, dimana Ela?"tanya Estele dengan serius.
Aira menoleh, "El? Loh, bukannya dia tadi lagi istirahat ya?"sahut Aira.
"Iya tadi dia duduk bersama ku, tapi sekarang ia sudah tak ada di tempat itu."ujar Estele.
"Apa? Kemana bocah itu?"Aira menjadi ikut panik. "Ah aku tahu! Mungkin dia sedang membantu mendekorasi lagi."ujar Aira.
"Tidak ada! Aku tidak melihatnya di sana."tegas Estele.
Mereka berdua menjadi kebingungan, kemana Elara pergi sendirian di malam yang semakin larut ini? Di tengah kekhawatiran dan tanda tanya di kepala mereka. Tiba-tiba saja datang seorang wanita.
"Kalian berdua kenapa?"
"Ah? Itu, kami sedang mencari Elara. Apa kamu melihatnya?"tanya Aira.
"Iya aku melihatnya."
"Benarkah!? Dimana?"sahut Estele.
"Hem ... , tadi saat aku mau membeli gunting di warung sebelah kampus. Aku tak sengaja melihat Elara ke arah apotek. Sepertinya dia sedang ingin membeli obat."
"Apa!? Apotek?"ujar Aira sedikit berteriak.
Estele bergeming, kenapa Elara bisa ke apotek? Apakah wanita itu sedang sakit? Hal itu membuat Estele semakin khawatir saja. Tanpa berpamitan, Estele langsung berlalu pergi meninggalkan Aira dan seorang wanita yang telah berbaik hati memberitahukan lokasi terkahir Elara. Kepergian Estele membuat Aira melongo, bisa-bisanya pria itu pergi begitu saja. Merasa ikut khawatir, Aira segera mencari nomor ponsel Elara. Berusaha untuk menghubungi teman nya itu.
"Kok gak aktif? Lo dimana sih El?"guman Aira dengan panik.
Estele berlari, dia langsung menyebrang jalan ketika sudah memastikan bahwa tidak ada kendaraan yang lewat. Ia sampai cukup cepat di satu-satunya apotek yang berada di dekat kampusnya.
"Hosh ...hosh .... ,"Estele berusaha mengatur nafas. "Permisi Pak, apa tadi ada seorang wanita yang membeli obat disini?"tanya Estele.
"Wanita? Yang mana ya? Soalnya banyak yang beli. Jadi, saya tidak ingat."
"Dia cantik, matanya indah. Wajahnya juga teduh. Emmm ...., rambutnya sedikit panjang, berwarna hitam. Dan .... ,hemm, ah! Dia menggunakan kalung id card."jelas Estele .
Penjaga apotek itu terlihat berpikir keras, dia berusaha mengingat siapa wanita yang baru saja membeli obat di apoteknya. Estele menunggu dengan perasaan gelisah, dia menjadi tambah gelisah kalau sampai bapak penjaga apotek mengatakan bahwa wanita yang ia maksud tidak pernah datang.
"Ah iya! Ada tadi, dia membeli obat pereda sakit kepala."
""Sungguh? Apa dia sudah lama pergi?"tanya Estele.
"Hem ... ,saya rasa baru 10 menit yang lalu. Saya yakin dia sudah kembali lagi ke kampusnya."
Estele tertegun, jika benar Elara sudah pergi sejak 10 menit yang lalu. Maka, kemana dan dimana keberadaan wanita itu sekarang? Estele memijat keningnya, ia merasa pusing memikirkan kemana wanita yang ia cari berada saat ini. Padahal ia sudah berjanji kepada ibu dari Elara, bahwa ia akan menjaga anaknya itu.
"Eh? Loh? Siapa yang buang sampah di sembarangan di tepi jalan?" sedikit menaiki volume suaranya.
Estele dan penjaga apotek menoleh bersamaan ke arah seorang wanita paruh baya yang hendak menyebrang jalan. Mata Estele memicing curiga ketika melihat bungkusan plastik berwarna biru itu.
"Loh? Obat sakit kepala toh?"gumamnya.
Estele merasa tertarik untuk melihat isi dalam plastik itu, ia pun pamit dengan penjaga apotek dan mendekati wanita paruh baya yang hendak menyebrang.
"Permisi Bu, plastik apa itu?"tanya Estele.
"Eh? Ini, ada yang membuang plastik yang berisikan pil pereda sakit kepala sembarangan. Atau, ini tak sengaja terjatuh ya? Sepertinya bungkusan ini baru saja tejatuh beberapa menit yang lalu. Buktinya tidak rusak sama sekali."
Deg!
Estele tertegun, apakah mungkin jika bungkus plastik itu berkaitan dengan Elara? Tapi, apa mungkin Elara membelikan obat sakit kepala? Mungkin saja jika wanita itu sudah kembali ke kampus. Hanya saja ia yang tak melihat.
...****************...
Brak!! Brak!!
"Buka pintunya!!! Lepaskan aku!!!"
Elara menggedor-gedor pintu dengan kuat. Ia merasa ketakutan karena saat matanya terbuka, ia sudah berada di kamar yang luas dan juga mewah. Elara dengan sekuat tenaga memberontak untuk minta di lepaskan.
"BUKA!!! SIALAN!!! BUKA PINTUNYA!"teriak Elara dengan marah.
Bruk!
Tubuh Elara terhuyung kebelakang, hampir saja ia terjatuh saat tiba-tiba saja seseorang membuka pintu kamar dengan kasar. Seorang wanita paruh baya berpakaian mewah dan make up yang tebal menatap sinis ke arah Elara.
"Diam kau! Kau ini sudah dijual, jadi patuh lah!"tegasnya.
"Apa maksud anda ha!? Siapa yang berani menjual saya!? Saya tidak terima!!"teriak Elara.
"Riko!" wanita itu menyeringai, "dia telah menjual mu sebagai penjamin hutang, dan juga untuk mendapatkan uang lebih lagi. Jadi, diam saja kau!"
Bruk!
Elara jatuh terduduk di atas lantai, tatapan matanya menjadi kosong. Mendengar nama ayahnya disebut, entah mengapa dunia terasa berhenti berputar. Tak cukupkah ayahnya telah bersikap kasat kepadanya? Kenapa sekarang ayahnya malah tega menjual dirinya kepada orang-orang yang kejam itu.
"Jangan sok menderita deh! Lama-lama kau juga pasti akan senang dan menerima semuanya. Tetaplah diam di kamar ini, lusa kau akan segera aku dandani."
Wanita paruh baya itu meninggalkan Elara yang masih bergeming dengan tatapan kosong. Tanpa membuang waktu, wanita paruh baya itu mengunci pintu besar dengan ukiran kecil dan berwarna emas.
"Pastikan ia tidak kabur, jika dia kabur. Maka tuan akan membunuhmu." wanita paruh baya itu menatap serius ke arah seorang pria yang bertugas menjaga pintu.
"Baik nyoya besar, saya akan menuruti semua perintah."
Wanita itu mengangguk singkat, ia kembali melangkah dengan elegan dan berwibawa. Kepalanya selalu terangkat, menunjukkan bahwa ialah nyoya di rumah besar itu.
"Kamu boleh membawa banyak wanita ke rumah ini suamiku. Tapi, hanya aku nyoya di rumah ini,"gumamnya dengan sorot mata yang tajam.