Ketika cinta harus terpatahkan oleh maut, hati Ryan dipenuhi oleh rasa kalut. Dia baru menyadari perasaannya dan merasa menyesal setelah kehilangan kekasihnya. Ryan pun membuat permohonan, andai semuanya bisa terulang ....
Keajaiban pun berlaku. Sebuah kecelakaan membuat lelaki itu bisa kembali ke masa lalu. Seperti dejavu, lalu Ryan berpikir jika dirinya harus melakukan sesuatu. Mungkin dia bisa mengubah takdir kematian kekasihnya itu.
Akan tetapi, hal itu tak semudah membalikkan telapak tangan, lalu bagaimanakah kisah perjuangan Ryan untuk mengubah keadaan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon amih_amy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22. Modus Doang
...----------------...
"Mit, lo nulis kisi-kisi yang ditulis di papan tulis sama Bu Amelia tadi, nggak?" Rara bertanya kepada sahabatnya ketika mereka sedang belajar kelompok bersama di rumahnya.
"Nggak. Si Heri nulis kali," unjuk Mita menggunakan dagu pada lelaki yang mempunyai rambut sama sepertinya, keriting juga.
Akan tetapi, lelaki itu menggelengkan kepalanya juga, membuat Rara berdecak sebal karenanya. Gadis itu merasa bernasib sial karena punya teman sekelompok yang malas semua.
"Parah banget, sih, kalian! Nih, lihat catetan gue!" Rara melemparkan bukunya ke tengah meja bundar tempat mereka belajar. "Gue cari materi nomor 1 dan lo cari materi di kisi-kisi nomor 2!" titahnya pada Mita, lalu beralih pada Heri, "lo nomor terakhir!" titahnya membagi tugas.
"Oke." Kata sepakat itu terlontar bersamaan dari mulut Mita dan Heri. Ketiganya pun sibuk membaca dan membolak-balikan buku referensi.
Di tengah-tengah kegiatan mereka, Heri yang mulai bosan pun mencari topik yang lebih menarik daripada mengerjakan tugas. Dia pun ingin mengalihkan kegiatannya sesaat.
"Eh, Ra. Lo udah dapat tawaran main film sama pak Sutradara?"
Perhatian Rara pun sontak beralih kepada Heri yang bertanya. Sejenak bayangan kemarahan Ryan di malam itu tiba-tiba muncul dalam ingatannya. Walaupun Rara berusaha untuk tidak peduli dengan sikap Ryan yang tidak setuju dengan keinginannya untuk bertemu Danang, hal itu tetap mengganggu pikirannya. Waktu itu, pertemuan mereka hanya dengan sepupu Heri yang bernama Deni saja. Kemudian, Rara disuruh menunggu kabar selanjutnya dari dia.
"Belum. Katanya Pak Danang masih sibuk dan belum ada pencarian bakat untuk casting film baru lagi," jawab Rara apa adanya.
"Kalau udah ada, lo mau langsung ikutan, Ra?" Giliran Mita yang ikut nimbrung dengan perbincangan tersebut. Tugas yang mereka kerjakan sejenak diabaikan.
"Iyalah. Udah gue tungguin. Gue pasti langsung ikutan kalau ada kesempatan casting film."
"Ikutan apa?" Suara bariton yang tiba-tiba terdengar dari dalam rumah membuat Rara terkesiap. Itu adalah suara bapaknya—Aji.
Kepala Rara langsung menoleh ke arah Aji, lalu menyengir ketika melihat tatapan Aji yang begitu mengintimidasi.
"Rara mau ikutan casting film, Pak."
"Mita!" Rara langsung melotot ke arah temannya yang menjawab dengan lantang.
Mita langsung mengigit bibir bawahnya merasa keceplosan. "Gue lupa," ucapnya lirih.
"Film apa? Bukannya bapak udah ngelarang kamu melakukan hal itu, Rara? Bapak nggak suka." Aji langsung geram mendengarnya. Bukannya Aji tidak mendukung apa yang menjadi cita-cita anaknya, melainkan lelaki paruh baya itu hanya takut Rara salah jalan saja.
Aji pernah mempunyai kenalan yang anaknya terjebak dalam skandal film vulg4r. Orang tuanya tidak pernah tahu pada awalnya. Namun, suatu ketika bangkai itu pun akhirnya tercium juga. Pada akhirnya, hanya membuat malu keluarga.
Terkenal di dunia keartisan itu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Semuanya butuh perjuangan panjang. Ada yang memulai dengan jalur langit, jalur darat, dan ada pula yang melalui jalur nekad. Namun, semuanya juga bergantung pada keberuntungan yang didapat.
Aji tidak mau anaknya mengundi nasibnya di jalur tersebut. Lebih baik menjadi orang biasa saja. Bekerja sewajarnya dengan kapasitas yang kita punya.
"Udahlah, Pak. Kalau memang Rara mau jadi artis juga nggak apa-apa. Toh, jadi artis itu banyak duitnya." Salma yang baru datang dari dalam rumah pun ikut menimpali. Berbarengan dengan keluarnya dari rumah sebelah.
Lelaki itu pulang kuliah sebelum Rara pulang sekolah. Hari ini tidak ada jadwal syuting, makanya lelaki itu ada di rumah.
"Nggak semua artis banyak duitnya, Bu. Tuh, buktinya Nak Ryan. Dia juga katanya artis dan suka main film, tapi malah ngontrak di rumah kita. Kalau jadi artis banyak duitnya, harusnya dia udah bisa beli rumah."
Tentu saja perkataan itu didengar oleh Ryan. Telinganya berdengung seperti dihantam suara genderang. Sakit hati? Tidak juga. Memang begitu kenyataannya. Namun, Aji tidak pernah tahu jika Ryan sebenarnya adalah anak orang kaya.
"Ehem."
Ryan berdehem, membuat perhatian semua orang beralih kepadanya. Aji langsung bungkam. Ia yakin jika Ryan mendengar perkataannya. Namun, suara tawa menggelegar yang terlontar dari mulut Heri membuat semua perhatian beralih pada pemuda itu.
"Ah, si Bapak nggak tahu aja. Saya yakin dia juga kaya. Orang dia ngontrak di sini cuma modus doang, sebenarnya dia mau mengejar si Rara aja."
Perkataan itu sontak membuat semua orang ternganga. Heri bisa berkata seperti itu atas dasar apa?
...----------------...
...To be continued...