Karena dikhianati, aku trauma terhadap wanita. Ditambah anakku yang masih bayi membutuhkan bantuan seorang 'ibu'. Apa boleh buat, kusewa saja seorang Babysitter. masalahnya... baby sitterku ini memiliki kehidupan yang lumayan kompleks. Sementara anakku bergantung padanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Septira Wihartanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kayla
Sang suster yang diberi perintah langsung mengangguk dan terburu-buru keluar ruangan.
“Siapa? Dan dia kenapa?” tanyaku penasaran.
“Sebenarnya ini menyalahi prosedur, Pak Zaki. Tapi saya juga kasihan dengan Aram. Jadi begini,” Dokter menatap Aram yang tertidur karena kelelahan di gendonganku. Sering kali anak ini tertidur karena lelah, bukan karena kenyang.
Dan akhirnya agar anak itu tertidur, untuk kenyang, Dokter harus menginfusnya.
Sebenarnya kondisi Aram ini kerap terjadi pada bayi yang secara psikologis terganggu. Aram tidak mendapatkan kasih sayang ibunya dari lahir. Kalau dilihat dari hasil lab, dia bisa saja sehat kalau mendapat asupan nutrisi yang cukup.
“Pak Zaki, saya memiliki pasien yang anak dalam kandungannya meninggal di usia kehamilan 8 bulan. Dia kerap mendapatkan kekerasan dari suaminya, dan terakhir di dorong dari…” Dokter tak sanggup meneruskan kalimatnya.
“Intinya, Pak Zaki, secara fisik Bu Kayla ini masih memproduksi ASI walau pun janinnya sudah tiada. Ia sudah sebulan ini berobat, dan kondisi dada nya membengkak karena produksi ASI yang berlebih. Istilah awam-nya Mastitis. Dua minggu pertama masih bisa dipompa, tapi sejak minggu lalu tidak ada ASI yang keluar walau pun sudah dipompa. Sudah dirangsang, sudah di theraphy, tapi tetap tidak berhasil. Selama dua minggu ini dadanya terus membengkak sampai terjadi demam, dan kami berencana melakukan operasi. Karena beliau sudah sangat kesakitan. Takutnya terjadi abses di saluran asi-nya. Mungkin saja dengan adanya Aram, bisa membantu Bu Kayla juga.”
“Apakah tidak apa-apa? Berbahaya untuk anak saya tidak? Kalau ASI mengendap di dada bisa saja beracun tidak? Memangnya benar belum terjadi abses? Itu artinya bernanah kan ya?” Aku agak ragu. Tapi terus terang saja, aku lebih mengkhawatirkan kondisi Aram.
“Laporan dari Radiologi belum terjadi abses Pak, tapi kondisi Bu Kayla lumayan berat. Ia juga dilanda postpartum depression. Skor dari hasil pemeriksaan psikiater cukup tinggi. Kalau orang normal 8 sudah dianggap tinggi, Bu Kayla ini 13. Ya wajar karena kekerasan yang dialami dan kehilangan bayinya. Kemungkinan itu yang mengakibatkan terjadinya mastitis.” Dokter menggelengkan kepalanya. “Kita berdoa saja semoga mereka cocok ya Pak. Dan tolong… jangan kaget kalau melihat kondisi Bu Kayla.”
“Ke…kenapa harus kaget…?” Rasa was was langsung melandaku.
Dokter hanya tersenyum getir sambil menatap Aram yang masih tertidur.
“Dokter,” suster pun masuk ke ruangan. “Bu Kayla masih di sini. Dia belum sempat menebus pain killernya sih Dok.”
“Persilakan masuk, Sus.” Kata Dokter sambil berdiri.
Seorang wanita. Pucat dan tampak sangat letih. Kulitnya seputih pualam dan berjalan perlahan. Aku bagaikan melihat vampir hidup.
Dada wanita itu besar. Tapi tubuhnya kurus kering. Mohon maaf kalau aku salah fokus, tapi aku laki-laki normal. Melihat yang seperti itu tentu saja perhatianku teralihkan. Apalagi bajunya agak ketat, dia menggunakan celana sejenis kargo dan kaos lengan panjang. Yang seharusnya agak longgar tapi karena volume dadanya di atas rata-rata jadi terlihat ketat.
Wanita yang bernama Kayla itu langsung menatap bayi yang ada di gendonganku.
Lalu ia pun menatapku dengan pandangan bertanya.
“Bu Kayla, Pak Zaki.” Aku mendengar dokter angkat bicara. “Silakan dibicarakan berdua, siapa tahu ini bisa menjadi solusi yang baik. Niat saya untuk menyatukan Aram dengan Bu Kayla. Rangsangan hisapan bayi sangat penting, berbeda dari mesin penghisap. Dilain pihak Itu juga akan sangat membantu Aram untuk mendapatkan nutrisi.”
“Maksudnya… dokter ingin Aram menyusu ke… ibu ini?” Tanyaku ragu. Spontan aku mundur agak menjauhi wanita pucat di depanku ini. Aku tak kenal siapa dia. Dia cantik, tapi aku mengalami trauma yang lumayan berbekas akibat perlakuan Reina pada kami.
“Apakah itu mungkin bisa menolong saya Dok? Asi di dada saya ini sudah mengendap selama 2 minggu. Apakah tidak apa-apa?” Tanya wanita di depanku ini.
“Kita tidak tahu… harus dicoba kan?” kata Dokter dengan senyum penuh harap.
“Bagaimana riwayat kesehatannya? Ibu ini punya penyakit bawaan tidak? Alergi tertentu atau penyakit menular?” semburku. Aku panik, jujur saja. Anakku akan membuka mulutnya untuk menerima dada orang lain, aku tidak tahu wanita ini bersih atau tidak, dia orang baik-baik atau tidak.
Terlihat Kayla tersinggung dengan perkataanku, ia mengernyit tidak suka.
Aku tidak peduli. Itu adalah hal spontan yang harus kutanyakan karena aku benar-benar menyayangi Aram.
“Secara medis tidak ada penyakit menular, Pak. Juga tidak memiliki alergi tertentu. Dengan kata lain, aman untuk Aram.” Kata Dokter sambil tersenyum padaku. “Bu Kayla rutin cek kandungan sejak kehamilan menginjak 6 bulan.” Aku melihat Dokter tersenyum getir ke arah wanita itu. Senyumnya itu begitu menyakitkan di mataku, sehingga aku pun berasumsi ada kejadian sangat gawat saat usia kandungan wanita ini menginjak 6 bulan. “Saya sendiri yang menanganinya. Sampai saat terakhir, saya juga yang menanganinya.” Kata Dokter.
Wanita ini menatapku, aku balas menatapnya.
Dia tersinggung, aku waspada.
Pertemuan pertama kami lumayan buruk.
Saat itu Aram terbangun.
Lalu menangis lagi karena lapar.
Karena dia berontak, aku cukup kesulitan menenangkannya. Dan Kayla tampak sendu menatap Aram.
“Bagaimana ini dok?” tanyaku mulai khawatir.
“Kalau Pak Zaki tidak berkenan dengan bu Kayla, saya akan memberikan infus lagi untuk-”
“Dia sudah cukup ditusuk Jarum.” Potongku cepat. Tolonglah, masa aku tega melihat tangan mungil anakku ditusuk jarum hampir setiap minggu?! Memangnya tak ada cara lain yang lebih bersahabat?!
“Saya akan berdiskusi dengan dokter lain siapa tahu masih ada solusi. Tapi kami butuh waktu, Pak.” Kata Dokter. Berapa lama lagi waktu kami bertahan dengan keadaan ini?
Sudahlah...
Kuambil saja risiko ini.
“Tapi lakukan di depan saya, saya butuh melihat anak saya berproses.” Kataku.
“Bagaimana bu Kayla?” Tanya Dokter. “Kondisi ini di luar wewenang kami. Kalau ketahuan saya juga bisa dipecat dan izin saya dicabut. Kecuali ini adalah dari kesepakatan kalian berdua. Yang saya lakukan hanya ‘mengenalkan’ kalian.”
Kayla menggigit bibirnya, lalu ia mengangguk lemah. “Dicoba saja ya Dok.”
Lalu ia pun membuka kancing bajunya.
Astaga... aku membatin.
Pay u dara di balik baju itu... Merah keunguan, dengan urat bersembulan. Besar sekali sampai terlihat timpang dengan tubuhnya.
“Sakit kah?” tanyaku spontan
“Terlihatnya bagaimana Pak?” Kayla balik bertanya padaku. Ia jelas masih kesal denganku., Ya wajar, dia sedang menahan sakit, ditambah menerima hinaan dariku..
“Itu tidak busuk kan dok?! Nanti kalau berbahaya buat anak saya bagaimana?!” mulutku ini...
Dokter bahkan sampai menarik nafas panjang mendengarku sesumbar. “Secara medis kondisi ASI masih bagus karena tersimpan di dalam tubuh, namun daya tampungnya terbatas, hanya sebesar ini, jadi dia mendorong daging dan kulit.” Kata Dokter.
“Boleh Pak?” Tanya Kayla sambil menengadahkan tangannya.
Aku menghela nafas panjang, menenangkan diriku sendiri.
Demi Aram...
Sudahlah, kupasrahkan saja pada Yang Diatas. Toh selama ini Aram dalam LindunganNYa.
Aku lalu berdiri di sebelah Kayla untuk mengoper Aram ke wanita itu.
Bibir Aram yang mungil bereaksi saat pu ting Kayla ditempelkan di bibirnya.
Anak itu mulai mencari.
Anak itu mulai berharap.
Jemari kecilnya menggapai ke atas.
Tangisnya terhenti. Berganti jadi kata ‘Neh’.
Lalu ia pun membuka mulutnya dan menangkap puncak dada Kayla.
Kayla merasakan hisapan Aram.
Semakin lama semakin kuat.
Itu hanya hisapan bayi, namun reaksi tubuhnya berbeda.
Rasa sakit yang luar biasa seakan langsung menyetrumnya.
Kayla meraih lenganku yang kebetulan berdiri di belakangnya.
“Sakit! Sakit!!” Rintihnya.
Ia menangis tertahan.
Mungkin karena tak kuat akan rasa perihnya, ia sampai membenamkan kepalanya di lenganku.
Aku diam saja.
Walau pun remasannya lumayan kuat. Sakit juga tangan ini dibuatnya.
Tapi kuputuskan tidak kuganggu. Karena aku tidak merasakan sakitnya. Yang ada aku merasa miris untuk Kayla.
Sepertinya, Itu bukan sakit karena tergigit, Aram belum tumbuh gigi.
Tapi sakit karena… aliran ASInya te rang sang dan sarafnya membaca.
Tak lama kemudian, terlihat bibir Aram bergerak.
Menghisap dengan sangat rakus. Tampak tetesan berwarna kekuningan mengalir dari sela bibir mungilnya.
“Klorostrum ya...” desis Dokter sambil tersenyum. “Itu bukan nanah ya Pak, itu namanya klorostrum, tetesan pertama ASI yang mengandung sangat banyak nutrisi.”
Senyumnya kuanggap pertanda positif.
Lalu dari payu dara yang satunya, ASI pun mengalir deras sekali, bagai air mancur yang baru saja dihidupkan saklarnya.
“Alhamdulillah…” desis Dokter sambil mengusap wajahnya. Butiran air mata mulai jatuh dari kelopaknya. Ia mengambil tissue lalu menutup dada Kayla yang tidak di hisap Aram.
Aku?
Yah, aku sangat terharu.
Anakku akhirnya bisa makan.
Tanpa muntah.
Sambil berharap mudah-mudahan tidak ada alergi.
“Dok… Aram makan. Tidak muntah Dok…” desisku. Aku hampir saja menangis, tapi gengsiku lebih tinggi rupanya.
“Ya Pak.” Dokter pun mengangguk
Kayla masih menangis. Ia menahan sakit, sekaligus terharu dan lega.
“Terima kasih Pak...” desisnya. Sepertinya ditujukan padaku.
Siapa lagi bapak-bapak di ruangan ini selain aku?
“Siapa... nama si ganteng ini?” tanyanya.
Ya iyalah Ganteng, bapaknya kan aku.
“Aram, namanya Aram.” Jawabku.
“Wah... Astaga.” Desisnya. “Saya tadinya mau menamai anak saya ‘Arum’. Lihat saja, di nisannya pun saya beri nama Arum.” Ia membuka ponselnya dan menunjukkan sebuah nisan masih baru yang dihiasi taburan bunga.
Ya, nama Arum tertera di atas nisan itu.
maaf y Thor bacanya maraton tp untuk like dan komen ngak pernah absen kog 😁😁😁,,,,