"Aku menyukainya. Tapi kapan dia akan peka?" ー Asami
"Aku menyukaimu, tapi kurasa orang yang kamu sukai bukanlah aku" ー Mateo
"Aku menyukaimu, kamu menyukai dia, tapi dia menyukai orang lain. Meski begitu, akan aku buat kamu menyukaiku lagi!" ー Zayyan
.
.
.
Story © Dylan_Write
Character © Dylan_Write
Cover © Canva
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dylan_Write, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hilangnya Harapan
Asami memakai sepatu dengan buru-buru. Membiarkan sebelah sepatunya yang belum terikat sempurna lalu berjalan menuju gerbang rumah dan menutupnya dengan kasar.
Laki-laki yang menunggunya di depan gerbang mengerjap-ngerjap, bingung dengan tingkah Asami yang pagi-pagi sudah emosi.
"Ada masalah?" Tanya Zayyan hati-hati.
"Nggak ada!" Asami naik ke kursi belakang motor Zayyan, "ayo berangkat!" Ucapnya dengan nada setengah membentak.
Zayyan menurut. Ia langsung tancap gas menuju sekolah. Selama perjalanan, gadis di belakangnya itu menghela napas berat berulang kali. Karena penasaran, Zayyan sampai harus membiarkan spion kirinya diarahkan ke wajah si gadis agar ia tahu ekspresi apa yang sedang dibuatnya.
"Nggak mau cerita?"
Asami menoleh, sadar kaca spion kiri itu mengarah ke arahnya, "cerita apa?" Masih ada nada kesal dalam ucapannya.
"Kamu pagi-pagi udah marah-marah, nggak mungkin nggak ada masalah kan?"
Asami menghembuskan napas kesal, "bukan urusanmu juga."
Zayyan tersenyum tipis. Ini persis seperti Asami yang dulu, pikirnya.
"Nggak apa deh kamu marah. Wajahmu lucu juga kalo lagi marah."
Asami melirik kaca spion dimana ia bisa melihat pantulan wajah Zayyan yang tersenyum menggodanya. Asami memukul bahu Zayyan dengan setengah tenaga, "apaan sih?!"
Ia lalu menenggelamkan wajahnya ke punggung Zayyan, tangan mungilnya meremas pelan seragam Zayyan dari belakang.
"Aku... Cuma capek aja, Yan." Akhirnya Asami mengeluh juga.
"Nangis aja gapapa. Lagi di jalan, nggak akan ada yang lihat. Seragamku juga masih kering." Zayyan mencoba menghibur.
Asami menggeleng, "nggak mau. Nanti ingusku nempel ke seragam mu, jorok."
Zayyan tertawa kecil, "gapapa. Dapet exclusive gift dari Asami."
Asami memukul Zayyan lagi, "Nggak lucu ya!"
"Aduduh... Aku bercanda haha..."
Zayyan melirik spion kirinya, senyuman manis itu sudah kembali menghiasi wajah oval milik Asami. Zayyan senang bisa menghibur kembali Asami yang suasana hatinya sudah memburuk di pagi hari.
Ia tidak tahu apa yang terjadi padanya, tapi setidaknya bisa mengurangi amarahnya saja sudah membuat Zayyan senang.
"Kalau ada apa-apa, cerita ya? Aku selalu di sini."
"Tapi harus sediain bahu ya. Nggak ada yang tau aku nangis atau nggak nanti."
"Boleh. Nanti aku lepas seragamku buat dapetin exclusive gift langsung dari Asami di badanku."
"Iihhh jorok!"
"Hehehehe...."
...ΩΩΩΩ...
"Asa, bangun. Pangeranmu Dateng tuh."
Rara mengguncang-guncang tubuh Asami. Empunya tubuh langsung terkesiap, dengan mata yang baru terbuka separuh ia menjawab, "siap laksanakan!" dengan suara lantang.
Untungnya, di kelas hanya ada Rara dan Maya karena yang lain sudah pergi ke kantin. Tentu, Rara dan Maya tidak bisa menahan tawa mendengarnya.
"Bahkan kamu tidur pun mimpi lagi tugas OSIS ya, Sa?" Maya bertanya dengan masih terkekeh.
Asami mengusap-usap sebelah matanya, "duhh... Tadi itu lagi mau penyerahan jabatan tau. Padahal dikit lagi aku lepas dari OSIS." Asami mengerucutkan bibirnya, "emang ada apa sih bangunin aku?" sambungnya.
Asami tidak menyadari Zayyan sudah berada tepat di depannya, menyangga wajah dengan satu tangan lalu memasang senyum hangatnya.
"Baru bangun, putri tidur?"
Asami terlonjak kaget mendengar suara bariton familiar itu sampai kakinya kepentok meja. Sambil meng'aduh' kesakitan, ia menatap Zayyan dengan kesal. "Sejak kapan di situ sih?!"
"Sejak tadi." Jawabnya datar.
"Duhh... Bikin orang jantungan aja!"
Zayyan menggaruk tengkuknya lalu melirik kaki Asami, "maaf. Apa tadi sakit?"
"Jantungku lebih sakit!" Tukasnya kesal.
"Ada ribut-ribut apa ini?" Suara cempreng yang familiar memasuki ruang kelas. Terlihat perempuan bersurai blonde menatap Asami dan Zayyan dengan raut bingung.
"Dia lagi? Ngapain dia ke sini? Mau nyakitin Asa-chan ya!?" Tudingnya cepat.
Zayyan sweatdrop, "kenapa dia menuduhku begitu?" Tanya Zayyan pada Asami.
"Karena posisinya aku sedang kesakitan dan kamu terlihat seperti penjahatnya."
Rara dan Maya mengangguk, menyetujui ucapan Asami. Zayyan tambah sweatdrop, "kok kalian gitu sih... Aku ini pacar Asami loh..."
"Baru trial." Asami mengingatkan. "Sama saja aku pacarmu meski masih trial!" Zayyan mencoba membela dirinya sendiri.
Situasi jadi panas entah kenapa lalu kemudian Maya menjelaskan pada Liena kejadian yang sebenarnya. Gadis blonde itu lalu dengan tanpa bersalahnya berujar, "walahhh, ternyata begitu ya..." Memasang wajah ceria yang sangat menyebalkan di mata Asami dan Zayyan.
"Temanmu aneh semua," bisik Zayyan.
Asami menendang lutut Zayyan, "jangan sembarangan kalau bicara, berikutnya diantara kakimu yang kutendang." ancam Asami.
Zayyan menelan salivanya, "jahat banget sama pacar."
"Biarin~"
"Aku ke kantin dulu ya, Sa. Mau nitip nggak?" Rara bertanya seraya mengeluarkan dompet dari tasnya.
Asami menggeleng, "nggak ah, belum laper."
"Yaudah kita ke kantin duluan ya, putri tidur~" ledek Maya seraya mendorong Liena keluar kelas.
Asami sweatdrop sementara Liena memberontak, "hei aku baru sampai loh!"
"Kami tau kamu mau ke kantin kan? Ayo cepat."
"Lah aku mau ngajak Asa-chan!"
"Asa ke kantin sama pangerannya nanti, udah ayo." Rara membantu menarik Liena keluar kelas.
"Asami, kamu hutang penjelasan padaku soal laki-laki keriting itu loh!!" Teriak Liena seraya menunjuk Zayyan kesal.
Ketiganya lalu menghilang menuju kantin. Asami akhirnya bisa menghela napas lega. Zayyan facepalm lalu memijit pangkal hidungnya, "kenapa teman-temanmu aktif semua sih? Yang blonde rasis rambut lagi..." Zayyan mengecilkan nadanya di akhir kalimat.
Asami melirik Zayyan lalu mengangkat bahu, "nggak tau." Ia kemudian menyipitkan mata dan menatap Zayyan dengan seksama, "terus ngapain kamu ke sini?"
Zayyan mengerjap sejenak lalu segera mengambil duduk di sebelah Asami, menyangga wajahnya dengan sebelah tangan lalu menatap Asami dengan senyuman tulus, "memangnya nggak boleh aku lihat pacarku sedang apa?"
Asami langsung memojokkan diri ke dinding begitu melihat senyuman Zayyan yang di mata Asami terlihat seperti senyuman om-om, "kamu mengerikan!"
"Jahat!"
"Wah ada yang lagi berduaan terus nih~"
Intonasi menyebalkan dan suara yang begitu familiar itu membuat Asami dan Zayyan segera menoleh ke sumber suara. Terlihat Mateo entah sejak kapan sudah berada di tempat duduknya, sedang mengutak-atik tasnya entah mengambil apa.
Wajahnya memasang ekspresi meledek sekaligus ekspresi tidak senang yang ia ubah menjadi ekspresi menyebalkan. Wajah Zayyan langsung berubah 180 derajat. Yang tadinya senang jadi tertekuk berkali lipat. Kesal sekali rasanya begitu melihat wajah rivalnya yang menyebalkan itu.
"Boleh aku pukul dia, Asami?" Bisik Zayyan.
Asami membulatkan mata terkejut, "buat apa?! Dia nggak ngapa-ngapain juga!"
"Dia membuatku kesal." Zayyan mengepal kedua tangannya.
Di sisi Mateo, ia tersenyum karena merasa sudah berhasil memprovokasi Zayyan. Ia kemudian terkekeh pelan, "kalem, bro. Nggak ada yang mau ganggu juga, tapi paling nanti guru yang langsung bertindak."
Mateo menunjuk sudut dinding kelas, "kalian nggak sendirian, ingat?"
Mateo kembali terkekeh sebelum akhirnya pergi meninggalkan kelas. Zayyan kemudian bangkit lalu melirik ke arah yang tadi ditunjuk Mateo, "Asa, kita ke kantin aja."
Asami mengangkat alis bingung, "kenapa?"
"Aku nggak tau cctv itu nyala atau nggak, tapi kalau itu nyala, si dahi lebar itu bisa bikin laporan macam-macam tentang kita."
Asami melirik sudut dinding, menatap cctv yang memang sejak dulu sudah berada di sana. Asami menghela napas, "buat apa juga Mateo melaporkan kita atas hal yang nggak pernah kita lakukan?"
"Nggak ada yang tau kan?"
Asami bangkit sembari mengangguk setuju, "yaudah deh... Tapi bayarin ya. Kan kamu yang bangunin aku tidur."
Zayyan langsung menatap Asami, "kok jadi salahku?"
"Bayarinnya jadi dua kali lipat kalo aku sampai kantin duluan~!"
Asami langsung berlari meninggalkan Zayyan sendirian di kelas. Zayyan yang baru sadar langsung buru-buru mengejar Asami.
"Hey itu curang namanya! Asamiiiii!"
...ΩΩΩΩ...
Asami menghela napas berat. Bel pulang sudah berbunyi tapi ia tidak mau beranjak sama sekali dari tempat duduknya.
Sepasang mata memperhatikannya dari kejauhan, saat hendak berjalan menuju mejanya, langkah kaki laki-laki lain sudah mendahuluinya, membuat langkahnya terhenti.
"Asa, aku nungguin dari tadi."
Asami menatap wajah Zayyan sebentar sebelum akhirnya menatap hal lain lagi, "nggak mood pulang."
Zayyan menaikkan alis bingung, "tapi udah waktunya pulang."
Asami tidak menjawab, ia malah melihat Mateo yang sedari tadi mengamatinya dari tempat duduknya. Zayyan mengikuti arah pandang Asami lalu tatapannya berubah jadi sinis melihat rivalnya itu terus memandanginya.
"Mat, nggak pulang?"
"Pulang kok!" Mateo lalu bergegas menyusul temannya dari kelas lain yang sudah berlalu lebih dulu.
"Dia punya masalah apa sih? Ngawasin kita terus." Ucap Zayyan setelah berusaha menahannya sedari tadi.
Asami bangkit lalu menggeleng pelan, "entahlah. Yuk pulang."
"Lho, udah mood pulang?"
"Nggak. Kamu yang bilang udah waktunya pulang, jadi harus pulang meski nggak mood."
Zayyan bingung dengan sikap Asami namun ia belum punya timing yang pas untuk bertanya lebih jauh, jadi untuk sekarang ia hanya bisa mengikuti kemauan Asami saja.
Selama perjalanan, Asami diam saja. Membuat suasana awkward dan membuat ketidaknyamanan pada diri Zayyan. Akhirnya Zayyan memutuskan untuk membuka topik pembicaraan.
"Kamu nggak mood pulang kenapa?"
Asami menghela napas, tangannya meremas ujung seragam Zayyan, "aku ... boleh peluk kamu?"
Zayyan memelankan laju kendaraannya, ia tersentak kaget mendengar pertanyaan yang sedari dulu ia impikan keluar langsung dari mulut Asami, orang yang selama ini ia cintai.
"B-boleh aja. T-tapi kalo kamu nggak mau, aku nggak maksa." Sahutnya gugup.
Mendapat izin, Asami akhirnya memberanikan diri untuk memeluk tubuh besar Zayyan dari belakang. Ini adalah kali pertamanya ia memeluk tubuh orang lain.
Ada rasa hangat yang mengalir ke tubuhnya begitu kedua tubuh itu bertemu. Asami mengeratkan pelukannya seiring dengan liquid bening mengalir dari kelopak matanya. Zayyan yang merasakan seragamnya mulai basah langsung melirik Asami dari spion kiri, memerhatikan Asami yang sedang sibuk menangis.
"Mau menepi dulu?" Tawar Zayyan, namun dibalas gelengan pelan dari Asami, "lanjut jalan aja. Sebentar lagi aku selesai."
Zayyan menurut. Selama Asami menangis, Zayyan benar-benar memelankan laju kendaraannya, membiarkan Asami menyelesaikan tangisannya agar lebih lega baru ia akan menanyakan alasan kenapa Asami menangis.
Sekitar sepuluh menit kemudian, barulah Asami selesai menangis. Zayyan melirik dari spion kiri, merasa simpati dengan kondisi Asami yang dimatanya begitu rapuh.
"Mau cerita ke aku apa yang terjadi? Kamu nggak harus nanggung semuanya sendirian. Meski baru trial, aku tetap pacarmu kan? Jangan bikin aku khawatir terus..."
Asami kembali memeluk Zayyan, kini menopang dagunya di bahu kiri Zayyan. Ia melirik Zayyan dari spion kiri lalu menghela napas berat.
"Sebenarnya akhir-akhir ini rumahku sedang kacau."
"Kacau kenapa?"
"Di mata orang tuaku, semua usahaku selalu sia-sia dan nggak berarti. Aku lelah menuruti setiap keinginan mereka, Yan. Mereka nggak pernah mau tau kondisiku kayak gimana. Aku capek dituntut sempurna terus." Terang Asami, tangannya sibuk meremas ujung seragam Zayyan.
Zayyan terdiam. Ia bingung ingin menjawab apa. Hal ini tidak pernah terjadi dalam hidupnya, Zayyan jadi bingung harus bertindak bagaimana.
Ada keheningan lama sebelum akhirnya Zayyan angkat suara, "kenapa harus fokus ke mereka?"
"Hah?"
Zayyan berdeham sebelum melanjutkan kalimatnya, "maksudku, kamu nggak harus fokus mendapatkan validasi dari mereka kan? Masih banyak orang yang mendukung kamu kok."
"Kata siapa?" Asami menunduk murung.
"Kata aku."
"Apa buktinya?"
"Teman-temanmu masih setia mendukungmu juga aku di sini selalu mendukungmu."
Mata Asami membulat. Ia menatap sendu wajah Zayyan dari spion kiri motor, diam-diam melukiskan senyuman sendu. Ini kali pertama seseorang mengakui dan mendukungnya, beda dari apa yang Mateo katakan waktu itu.
"Makasih ya... Aku bahkan mungkin nggak pernah kepikiran akan hal itu."
"Ya kan? Jadi kamu nggak perlu fokus akan validasi orang-orang rumahmu kalo mereka emang nggak bisa kasih kamu validasi." Sahut Zayyan menyemangati. Asami hanya tersenyum sendu.
Senyuman sendunya berubah kala ia menatap motor familiar yang baru saja menyalipnya. Pemotor itu memelankan lajunya sesaat setelah menyalip, melirik sebentar ke belakang dari kaca spion kirinya dan kedua manik pemotor itu dengan manik Asami bertemu sesaat.
Asami sadar itu adalah Mateo dan Mateo melihatnya sedang memeluk Zayyan. Tak lama setelah kedua manik berbeda warna itu bertemu, Mateo langsung tancap gas, menghilang setelah menyalip kendaraan lain di depan.
Asami menatap lurus dengan sedih, ia merasa masa nya dengan Mateo sudah habis. Dengan begini, mungkin sudah tidak ada harapan lagi untuk mendekati Mateo.
Asami hanya bisa berharap pada Zayyan, namun dengan semua masa lalu buruknya dengan Zayyan, akankan ia membiarkan Zayyan menjadi kekasihnya?
...******...
Semangat ya🙂
pasti dia ngerasain hal itu tapi tetep berusaha buat nahan rasa sakitnya tanpa harus di luapkan.
Tak bisa berbicara juga tak ingin merasa sakit/Scowl/
semangat Zayyan kamu pasti bisa membuat Asami jatuh hati sama kamu. . .
masih jauh...saling support yaa
Ini karya pertamaku di sini. Hope this book can make all of you enjoy reading!
Masih banyak kekurangan dalam buku ini, tapi aku selalu berusaha memperbaikinya hari demi hari.
Mohon dukungannya~!
smgt thor💪