Hidup bergelimang harta, mempunyai istri yang cantik dan seorang putri yang manis tak membuat seorang Demian merasakan kebahagiaan hidupnya.
Rasa bersalahnya pada seorang wanita 8 tahun yang lalu selalu menghantui hidupnya. Wanita itu sudah berhasil mengubah hatinya yang hangat menjadi sedingin es, beku dan keras.
"Ariana, di mana kamu? aku merindukanmu sayang."
Disisi lain jauh dari ibu kota Ariana sedang bekerja keras seorang diri untuk menghidupi anaknya.
Anak yang tidak pernah mengetahui di mana sang ayah, karena 8 tahun yang lalu Ariana meninggalkan laki-laki yang sudah menyakitinya bersama janin yang tak pernah terucap.
Akan kah keduanya akan bertemu dan kembali bersama meski keadaan tidak seperti dulu lagi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Qinan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part~12
"Kok bengong mbak ?" tegur Nina tetangga kost Ariana.
Gadis cantik itu nampak menghampiri Ariana yang sedang duduk melamun di teras rumahnya.
Malam semakin larut, bahkan Ricko pun sudah terlelap tapi Ariana masih belum bisa memejamkan matanya. Hingga ia memutuskan keluar dari kamarnya dan mencari udara segar di teras rumahnya.
Sudah beberapa hari ini ia memikirkan bagaimana caranya mendapatkan uang 2 juta untuk sang putra.
"Belum mengantuk." sahut Ariana.
"Tumben sudah pulang ?" lanjutnya lagi.
Biasanya Nina akan pulang dini hari dari pekerjaannya sebagai waitress di sebuah bar di kota tersebut. Namun jarum jam baru menunjukkan pukul 11 malam, tapi gadis itu sudah berada di rumah.
"Lagi nggak enak badan mbak." sahut Nina dengan suara serak karena flu.
"Mbak sendiri kenapa belum tidur ?" imbuhnya lagi.
"Nggak apa-apa cuma cari angin saja." Ariana mencoba untuk tersenyum untuk menutupi kegundahannya.
Tapi sepertinya Nina bukan gadis polos yang bisa di bohongi begitu saja, ia tahu Ariana sedang mempunyai masalah.
"Mbak sedang ada masalah ?" ucap Nina to the point.
"Nggak juga." sahut Ariana datar.
"Ayolah mbak, sejak mbak tinggal di sini aku sudah menganggap mbak seperti kakakku sendiri. Kita ini sama-sama perantau mbak, tidak masalah jika saling berbagi keluh kesah." desak Nina tulus.
Sejak Ariana tinggal di kontrakannya Herman dan Widya, ia memang mulai akrab dengan Nina. Namun untuk membicarakan masalah pribadi rasanya masih enggan, meski Nina terlihat tulus padanya.
Ariana nampak menghela napasnya, kemudian ia mulai membuka suaranya. "Mbak sedang bingung, Nin." ucapnya kemudian, mungkin sedikit curhat tidak masalah pikirnya, lagipula ia sudah menganggap Nina seperti adik sendiri.
"Katakan saja mbak siapa tahu aku bisa bantu." ujar Nina meyakinkan.
"Aku sedang membutuhkan uang 2 juta untuk membelikan laptop Ricko, tapi bingung mau cari uang di mana. Sedangkan kamu tahu sendiri, hasil jualanku hanya cukup untuk makan sehari-hari." Ariana nampak menatap kosong kegelapan malam di depannya.
"Seandainya aku ada pasti ku bantu mbak, sayangnya aku sudah terlanjur mengirim uang ke kampung tadi siang." ucap Nina penuh penyesalan.
"Nggak apa-apa, sudah kewajiban mu membantu orang tuamu di kampung."
"Kenapa mbak nggak pinjam saja sama mbak Widya, bukannya kalian sangat dekat." saran Nina.
"Aku tidak mungkin merepotkan mereka terus-menerus Nin, mereka sudah memberikan tempat tinggal gratis saja aku sudah bersyukur." sahut Ariana.
Mendengar ucapan Ariana, Nina nampak diam berpikir. "Sebenarnya aku bisa membantu mbak tapi nggak tahu mbak mau atau tidak." ucapnya ragu-ragu.
"Apa ?" Ariana langsung bersemangat seakan mendapatkan secercah harapan.
"Hmm, sebaiknya nggak usah deh mbak."
"Ayolah Nin, aku akan melakukan pekerjaan apapun itu asal halal." desak Ariana dengan nada memohon.
"Aku tidak tahu ini halal atau tidak mbak, tapi kalau mbak mau besok bisa menggantikan aku di tempat kerjaku." ucap Nina.
"Di tempat kerja mu ?" Ariana memastikan pendengarannya.
"Hmm, tapi kalau mbak nggak mau tidak apa-apa. Aku akan meminta ijin saja." sahut Nina.
Ariana nampak memejamkan matanya, bayangan 8 tahun silam langsung memenuhi kepalanya. Bagaimana waktu itu ia bekerja sebagai pelayan di bar menggantikan Widya.
Dan kebetulan tamu vip yang ia layani waktu itu adalah Demian bersama relasi bisnisnya.
Saat itu Ariana di minta untuk menemani minum oleh relasinya Demian, namun naas di saat ia mabuk justru Demian yang notabennya telah menolongnya dari para relasinya.
Laki-laki itu justru memanfaatkan keadaannya yang setengah sadar lalu memperkosanya.
"Mbak kok bengong, kalau mbak nggak mau tidak apa-apa kok." tegur Nina ketika melihat Ariana justru melamun.
"Memang pekerjaan mu ngapain saja di sana ?" tanya Ariana penasaran.
"Hanya mengantarkan minuman mbak." sahut Nina.
"Sebenarnya kalau mau mendapatkan uang lebih bisa saja sih kita menemani tamu minum-minum tapi resikonya lebih besar. Jadi aku suka menolak kalau ada tawaran, kasihan orang tua di kampung mbak." imbuhnya lagi.
"Ya kamu benar, di saat kita kurang sadar pasti ada bahaya yang mengancam." ujar Ariana, mengingat bagaimana dirinya dahulu hingga menghasilkan Ricko.
"Tapi kalau mbak mau, aku yakin tidak akan ada bahaya. Karena besok tamu spesialnya adalah langganan ku. Beliau sangat baik dan tidak suka macam-macam, bahkan hanya dengan menemaninya minum saja beliau memberikan uang tips sangat besar."
"Benarkah ?"
"Hmm, makanya aku nawarin mbak. Namanya pak Bram, beliau pengusaha kaya raya."
Ariana nampak berpikir sejenak, kemudian ia mantap dengan keputusannya.
"Baiklah aku mau." ucapnya yakin.
"Apa sudah mbak pikirkan matang-matang ?"
"Hanya itu satu-satunya jalan agar aku bisa mendapatkan uang lebih, meski tidak sampai 2 juta itu tidak masalah." sahut Ariana.
"Baiklah, kalau begitu besok aku kabari manager tempatku bekerja kalau mbak yang akan menggantikan ku."
Nina nampak bersemangat, ia yakin Ariana akan baik-baik saja. Begitu pun juga dirinya yang hampir satu tahun ini bekerja di bar tersebut juga tak pernah mendapatkan masalah termasuk pelecehan dari para pengunjung.
Keesokan harinya.....
"Buk, apa ibuk sudah mendapatkan uangnya? besok adalah hari terakhir mengumpulkan uangnya." tanya Ricko pagi itu sembari membantu ibunya membungkus kue-kuenya.
"Akan ibuk usahakan ya Nak, kamu tenang saja besok uangnya pasti sudah ada. Sekarang kamu mandi ya, nanti terlambat sekolah loh." bujuk Ariana.
"Hmm." Ricko langsung bangkit dari duduknya lalu menuju kamar mandi.
"Uang sebanyak itu, ibuk akan mendapatkannya di mana? sepertinya aku harus membantu ibuk."
Ricko yang sedang mandi nampak berpikir keras, bagaimana caranya membantu sang ibu.
Beberapa saat kemudian setelah menyelesaikan sarapannya, Ricko segera berangkat bersama Herman yang juga akan berangkat ke kantornya.
Dan tanpa Ariana tahu, hari ini Ricko pulang 3 jam lebih cepat karena beberapa gurunya sedang ada meeting mendadak hingga semua murid di pulangkan lebih cepat.
"Sepertinya aku harus memanfaatkan waktu 3 jam ini untuk mencari uang sebelum ibuk menjemput."
Ricko nampak berjalan keluar dari gerbang sekolahnya, dengan langkah cepat ia berjalan menyusuri jalanan menuju traffic light yang berada 500 meter dari sekolahnya.
Sesampainya di traffic light tersebut, Ricko nampak melepaskan seragamnya hingga menyisakan kaos rumahan yang terlihat kumal yang tadinya ia gunakan sebagai dalaman.
Bermodalkan gitar ukulele milik temannya yang di pinjamkan padanya ia mulai mengamen, menghampiri setiap kendaraan yang berhenti di traffic light tersebut.
Mulai dari lima ratus perak, seribu, dua ribu hingga lim ribu ia terima dari hasil mengamennya. Ricko sangat bersemangat, meski lelah tapi ia senang karena bisa membantu ibunya.
"Anak itu ?" gumam Demian ketika sekilas melihat Ricko sedang bermain ukulelenya sembari bernyanyi menghampiri mobil di depannya.