Zira terjebak dalam tawaran Duda saat dimalam pertama bekerja sebagai suster. Yang mana Duda itu menawarkan untuk menjadi sugar baby dan sekaligus menjaga putrinya.
Zira yang memang sangat membutuhkan uang untuk biaya kuliah dan juga biaya pengobatan bibinya terpaksa menerima tawaran gila itu.
"Menjadi suster anakku maka konsekuensinya juga mengurus aku!" Ucap Aldan dengan penuh ketegasan.
Bagaimana cara Zira bertahan disela ancaman dan kewajiban untuk mendapatkan uang itu?
follow ig:authorhaasaanaa
ada visual disana.. ini Season Dua dari Pernikahan Dadakan Anak SMA
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Haasaanaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
00026
“Merasa tidak kudanil bukan? Lalu kenapa masih mikir lagi, udah cepetan naik!” perintah Aldan dengan sangat tegas.
Zira menggaruk kepala sendiri jadinya, Aldan benar-benar tidak bisa diandalkan itulah batinnya. Pertama yang naik terlebih dahulu adalah Aila, disaat Zira ingin menyusul naik tiba-tiba saja ada Rey yang datang dari kejauhan sana.
Sudah pasti Zira melihat Rey makannya aktivitas untuk naik ke motor sport itu menjadi terhenti. Aldan tahu, ia dapat melihat semua itu dari kaca spion. Aldan tersenyum sinis, ia tidak menyangka kalau Zira akan memandang Rey dengan sangat serius seperti itu.
“Zira..” Sapa Rey, bahkan pria itu ngos-ngosan karena berlari untuk cepat-cepat bertemu dengan Zira.
“Rey! Lo mau apa?” tanya Zira, ia memegang tangan Rey yang memegang tote bag. “Apa nih..”
“Gue yakin kalau Lo itu masih disini, kalau ini hadiah dari Ibu. Dia membuatkan sandwich untukmu,” ucap Rey, ia tersenyum manis kepada Zira yang juga tersenyum.
“Sampaikan ucapan terimakasihku kepada Tante ya..” kata Zira, Rey mengangguk mantap mendengarnya.
“Sudah belum, Zira. Kalian mau reunian disinikah?” Pertanyaan Aldan membuat Zira tersadar, ia langsung melepaskan tangannya yang memegang tangan Rey.
Dan Aldan melihat itu semua, ia langsung mengalihkan pandangan kearah lain. Ntah kenapa sebenarnya Aldan tidak tahu apa yang terjadi dengan dirinya, hatinya seakan bergemuruh melihat interaksi antara Zira dengan Rey.
“Buang-buang waktu!” ucap Aldan dengan sangat ketus. Mulai menghidupkan mesin motor, menyempatkan melirik kearah Zira yang hanya diam tidak melakukan apapun.
“Kau mau bermain-main denganku? Ck, lihat saja kau akan menyesal nanti telah memegang tangan pria itu!” Aldan terus berkata didalam hati karena rasa kesal dihati.
Bahkan Aldan langsung melaju dengan kecepatan tinggi, untungnya Aila sudah berpegangan kuat hingga tidak akan terjatuh sampai di Mansion nanti.
“Tuan! Aku belum selesai bicara..” Zira menjerit untuk menjelaskan agar Aldan tidak kabur seperti itu.
Tapi, semua teriakan Zira juga percuma. Motor Aldan sudah melesat jauh, dan sungguh Zira tidak menyangka kalau Aldan akan mengendarai sepeda motornya sangat cepat seperti itu.
“Paman Lo kayaknya nggak suka Gue dah, Ra..” ucap Rey yang mana membuat lamunan Zira menjadi buyar.
“Dia tidak menyukai semua orang, Rey. Seharian hanya dihabiskan dia untuk membenci dan mengancam orang saja,” Apa yang dikatakan Zira membuat Rey bingung.
Tapi, Rey senang karena Aldan pergi. Setidaknya hanya mereka berdua dan Rey bisa bicara sangat serius dengan Zira. “Ra, bagaimana dengan jawaban pertanyaanku itu?” tanya Rey.
Zira langsung berbalik badan, sekalipun Rey tidak menjelaskan pertanyaan apa itu. Tapi, Zira dapat mengetahui pertanyaan apa yang dimaksud Rey.
“Posisi Gue udah beda, Rey. Udah nggak seperti dulu yang bebas dan_”
“Maksudnya Lo nolak Gue, Ra?” Rey memotong pembicaraan Zira, ia menatap sedih Zira yang hanya bisa menunduk. “Tatap mata gue, Ra!” desak Rey.
Langsung saja Zira kembali mendongak hingga saling tatap dengan Rey, disaat itulah Zira melihat kekecewaan yang mendalam dari tatapan Rey.
“Gue kurang apa, Ra? Selama ini Gue selalu menjadi terbaik untuk Lo, apapun! Gue lakukan untuk mendapatkan penilaian baik dari Lo!” Rey terus protes kepada Zira yang tidak menghargai perasannya.
“Gue tahu, Rey! Kalau posisi Gue kek dulu pasti senang kok mendapatkan kasih sayang sebesar ini. Hanya saja posisi sekarang udah beda, benar-benar nggak mudah yang kaya Lo bayangin!” jelas Zira yang tak kalah kesal.
Rey termenung sebentar untuk mencerna apa maksud dari perkataan Zira. Ia menatap serius Zira yang juga menatapnya tak kala serius, hanya sebentar karena Zira mengalihkan pandangannya kearah lain.
“Apa Om itu sebenarnya nggak Om Lo, melainkan gadun seperti yang dilakukan Rania?” tanya Rey dengan sangat serius kepada Zira.
Bagaimana lagi, Zira merasa tidak perlu menyembunyikan apapun lagi. “Dia melebihi gadun tapi suamiku,” jawab Zira.
“Suami?”
“Gue terjebak persyaratan gila dengan pria itu hingga mau tidak mau menjadi pemuas berkedok menjadi istri!” jelas Zira dengan sangat detail. “Gue udah seburuk itu, Rey. Gue sudah tidak sesederhana yang seperti dulu lagi!” sambungnya.
Sebenarnya hati Rey sakit mendengar semua yang menimpa Zira, bahkan perlahan Rey berjalan mundur menatap tidak percaya Zira.
“Lo jahat sama Gue, Ra!” sentak Rey, pria itu langsung pergi meninggalkan Zira begitu saja tanpa kata apapun.
Kepergian Rey membuat Zira langsung spontan terduduk di bangku yang ada disebelahnya. Zira menangis tanpa suara, sungguh Zira tidak menyalahkan Rey bertindak seperti itu. Siapapun pria yang mendengar seperti apa yang Zira lakukan, pasti akan pergi seperti yang Rey lakukan.
“Aku saja benci dengan diriku sendiri, Rey. Tapi, sepertinya semuanya harus berakhir, aku nggak mau kau tetap berharap dengan wanita sepertiku.” ucap Zira sembari menangis sesenggukan.
Bahkan siang cerah berubah menjadi mendung, gerimis mengguyur tubuh Zira. Wanita itu tidak memperdulikan apapun, hanya duduk diam memikirkan nasib sendiri jadinya.
•
Tepat menuju malam Zira baru saja pulang dari pantai, karena memang sengaja menunggu hujan yang tak kunjung reda. Ini saja Zira sampai nekad untuk terus menempuh hujan, akibatnya seluruh pakaiannya basah kuyup.
“Mama dari mana saja?” Suara itu mengejutkan Zira, ia menoleh kearah suara.
Terlihat Aila yang berdiri diambang pintu masuk, memegang boneka.
“Eh, anak Mama. Iya nih sayang hujan, jadi Mama tadi berteduh dulu sambil nunggu hujan reda,” jelas Zira kepada Aila yang akan percaya semua itu.
Zira masuk bersama dengan Aila, yang pertama kali Zira lihat adalah Aldan yang sedang duduk santai membaca majalah disofa ruang tengah.
“Ma..” Panggil Aila, ia menarik baju Zira yang basah itu.
“Mama..” Aila memanggil lagi, mungkin karena bisikan membuat Zira menjadi tidak dengar panggilan dari Aila.
“Iya ada apa, sayang?” tanya Zira, ia harus berjongkok agar sejajar dengan Aila. Karena Zira dapat mengerti kalau Aila sepertinya ingin mengatakan sesuatu.
“Hati-hati, Papa sedang marah. Sedari tadi siang hanya duduk diam bahkan disaat Paman Liam datang.. Malah kena marah sama Papa,” bisik Aila.
Zira tertegun mendengar apa yang Aila bisikan, perasaannya menjadi tidak enak sendiri jadinya. Sudah pasti hal yang membuat Aldan kesal adalah dirinya, Zira tidak bisa apapun sekarang. Bahkan tubuh Zira terkejut hanya karna Aldan meletakkan gelas minumnya dengan sangat kasar.
“Mati aku! Tu duda kayaknya lagi nggak mood, mampus deh!” Tiada henti Zira merutuki dirinya sendiri.
dah sakit aja baru
tp kenapa yaaaa...si aila bisa seegois ituu 😞🙈pdhl dh liat tuhh papa nya nangis bombay di tgl ultahnya aila